Senyum Anda Bisa Menjadi Ibadah

Senyum bisa jadi ibadah

Artikel ini adalah seri keenam dari tulisan yang dibagi menjadi beberapa seri. Berikut ini artikel seri-seri sebelumnya.

Seri 1: Tidak Ada yang Sia-Sia di Sisi Allah

Seri 2: Ikhlas untuk Allah dalam Bertugas

Seri 3: Pahala Besar Menanti Anda

Seri 4: Agar Kesedihan Berbuah Keutamaan

Seri 5: Nasihat untuk Semua Pihak yang Menyertai Tenaga Kesehatan

Menggantungkan Kesembuhan Hanya kepada Allah

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang mengobati masyarakat, hafizhakumullah (semoga Allah menjaga Anda semua).

Sesuatu yang harus selalu diingat dan diyakini oleh Anda dan setiap pasien adalah bahwa ketika kita menginginkan kesembuhan pasien, hendaklah kita menggantungkannya hanya kepada Allah. Sepintar apa pun kita, setinggi apa pun ilmu kita tentang kesehatan, lengkapnya fasilitas, canggihnya alat, manjurnya obat, ampuhnya vaksin, baiknya imunitas pasien, disiplinnya pelaksanakan terapi, dll.; itu semua hanyalah sebab dan ikhtiar.

Adapun penentunya, apakah sebab dan ikhtiar tersebut akan memberikan akibat yang diinginkan (yakni kesembuhan), adalah murni kehendak Allah semata. Silakan simak kembali pembahasan penting tentang hal ini pada tautan berikut.

Kaidah Penting Memahami Hubungan Sebab dan Akibat dalam Islam

Beberapa Makanan & Tindakan yang Bermanfaat untuk Kesehatan

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman berfirman menceritakan ucapan Nabi Ibrahim alaihis salam,

وَإِذَا مَرِضۡتُ فَهُوَ يَشۡفِينِ

“Dan apabila aku sakit, Dialah (satu-satu-Nya) Yang menyembuhkan aku.” (asy-Syu’ara: 80)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Apabila aku tertimpa suatu penyakit, sebaik apa pun pengobatan yang diupayakan untuk meraih kesembuhan; sungguh tidak ada seorang pun yang bisa menyembuhkanku, kecuali Allah.” (Tafsir al-Qur’an al-Azhim 6/147)

Memperlakukan Pasien dengan Penuh Kasih Sayang

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat.

Ketika memperlakukan pasien, hendaklah Anda mengedepankan sifat kelembutan dan kasih sayang. Bukankah seandainya pasien tersebut adalah orang tua atau kerabat dekat Anda sendiri, Anda pasti menginginkan pelayanan yang terbaik untuk mereka?

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidak (sempurna) iman salah seorang di antara kalian, hingga dia mencintai untuk saudaranya (sesama muslim), apa-apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. al-Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45 dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu)

إنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

“Sesungguhnya, kelemahlembutan itu tidaklah ada dalam suatu perkara kecuali akan menjadikannya bagus, dan tidaklah kelemahlembutan itu dicabut dari sesuatu kecuali akan menjadikannya jelek.” (HR. Muslim no. 2594 dari ‘Aisyah)

وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ

“Sesungguhnya, Allah hanyalah menyayangi hamba-hamba-Nya yang memiliki sifat penyayang.” (HR. al-Bukhari no. 7377 dan Muslim no. 923 dari sahabat Usamah bin Zaid radhiyallahu anhuma)

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

“Orang-orang yang memiliki sifat penyayang, niscaya dia akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Yang Maha Penyayang, yakni Allah). Oleh karena itu, sayangilah siapa pun di muka bumi, niscaya Dzat yang berada di atas langit (yakni Allah) juga akan menyayangi kalian.” (HR. at-Tirmidzi no. 1924 dan Abu Dawud no. 4941 dari sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma. Lafaz hadits di atas adalah milik at-Tirmidzi. Hadits ini dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi no. 1924 dan Shahih Abi Dawud no. 4941)

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat.

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah mengatakan, “Sebab, balasan atas suatu amalan adalah sesuai dengan amalan yang dilakukan. Sebagaimana mereka menyayangi, mereka pun akan disayangi. Oleh karena itu, ketika mereka menyayangi sesama makhluk yang memang berhak untuk disayangi, mereka akan mendapatkan balasan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala pun akan menyayangi mereka.” (Syarh Sunan Abi Dawud 28/249)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تُنْزَعُ الرَّحْمَةُ إِلَّا مِنْ شَقِيٍّ

“Sifat kasih sayang tidaklah dicabut, kecuali dari orang yang celaka.” (HR. at-Tirmidzi no. 1923 dan Abu Dawud no. 4942 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhuma. Hadits ini dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi no. 1923 dan Shahih Abi Dawud no. 4942)

Sabar, Berlapang Dada, dan Memaafkan Pasien

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan dan kelancaran kepada Anda.

Walaupun terkadang atau sering, pasien atau keluarga pasien mengucapkan atau melakukan suatu perbuatan yang tidak berkenan di hati Anda, hendaklah Anda tetap bersabar dan memaafkan. Ketahuilah, terkadang mereka sebenarnya tidak bermaksud mengucapkan atau melakukan hal-hal tersebut. Namun, keadaan mereka di kala sakit yang penuh dengan kesedihan, panik, gundah gulana, bingung, dll.; membuat mereka bertingkah seperti itu. Terlebih COVID-19 adalah jenis penyakit baru yang mewabah.

Oleh karena itu, hendaknya Anda berlapang dada, bersabar, dan mudah memaafkan. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas Anda dengan pahala yang berlipat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang lain untuk mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (al-A’raf: 199)

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Ayat ini memuat anjuran untuk berakhlak baik kepada sesama manusia dan adab-adab yang baik dalam bermuamalah dengan sesama. Di antara adab yang baik dalam bermuamalah:

  • Mudah memaafkan, yakni berlapang dada apabila orang lain berbuat dan berakhlak sesuai dengan perangai masing-masing.

  • Tidak memaksakan orang lain untuk berperilaku yang tidak sesuai dengan tabiat mereka.

  • Selalu bersyukur atas segala yang dia terima dari orang lain, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang baik, ataupun tidak baik.

  • Selalu memaafkan aib orang lain seraya menutup mata dari kekurangannya.

  • Tidak merasa sombong kepada orang kecil, orang yang kurang akalnya, atau orang fakir.

  • Bermuamalah kepada setiap lapisan masyarakat dengan lemah lembut.

  • Bersikap kepada orang lain dengan lemah lembut.

  • Bijaksana dalam bersikap kepada orang lain dengan menyesuaikan kondisi yang ada.

  • Berperilaku dengan perangai yang membuat orang lain senang dan lapang dadanya.”

(Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan hlm. 313)

Sebagian pasien mungkin berucap, “Pak Dokter, ini kok malah tambah sakit di bagian ini?”

Atau ungkapan yang lain, “Suster, ambilkan ini, ambilkan itu.”

Demikian pula terkadang kesabaran kita diuji oleh keluarga pasien, “Pak dokter, bagaimana hasil tesnya? Kok tidak keluar keluar?”

“Suster, ini kok sudah lama dokternya belum visit?” dsb.

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, semoga Allah membalas Anda dengan pahala yang berlipat-lipat.

Hendaklah Anda bersabar, mudah memaafkan, dan membiasakan mengalah. Sungguh, jika Anda ikhlas dan berihtisab (mengharap pahala dari Allah), hal tersebut tidak akan membuat Anda rendah. Justru Allah subhanahu wa ta’ala akan menaikkan derajat Anda menjadi lebih tinggi dan mulia.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ

“Tidak akan berkurang, harta yang disedekahkan. Tidaklah Allah menambahi kepada seorang hamba yang pemaaf, kecuali kemuliaan. Tidak pula seseorang tawadhu’ (rendah hati) mengharapkan ridha Allah, kecuali Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Berusaha Menampakkan Wajah yang Berseri

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat.

Di antara ibadah yang sebenarnya mudah dilakukan adalah menampakkan wajah yang ceria dan berseri kepada sesama tenaga kesehatan, demikian pula kepada pasien dan keluarganya. Seberat apa pun tugas kita, sepenat apa pun perasaan kita, dan selelah apa pun fisik kita; berusahalah menampakkan wajah yang berseri, walau hanya dari balik masker. Toh, tenaga yang diperlukan untuk menampakkan wajah yang ceria jika dibandingkan untuk berwajah cemberut dan bermuka masam, tidak berbeda jauh.

Namun, ketika Anda menampakkan wajah yang berseri dengan niat mengharap ridha Allah, Allah subhanahu wa ta’ala akan menghitung amalan ringan tersebut sebagai amalan yang makruf (amal kebajikan).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِيْقٍ

“Jangan sekali-kali Anda menyepelekan perkara kebaikan walaupun hanya berwajah ceria ketika Anda bertemu dengan saudaramu (sesama muslim).” (HR. Muslim no. 2026 dari sahabat Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu anhu)

Hadits di atas diberi judul oleh Imam an-Nawawi, “Disenanginya berwajah cerah ketika bertemu (saudaranya).” (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Ibn al-Hajjaj, 8/466)

Al-Qadhi Iyadh rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa berwajah cerah/berseri-seri kepada kaum muslimin dan menunjukkan rasa senang kepada mereka merupakan perkara yang terpuji, disyariatkan, dan pelakunya diberi pahala.” (Ikmalul Mu’allim Syarh Shahih Muslim, 8/50)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيْكَ صَدَقَةٌ

“Senyumanmu di wajah saudaramu (sesama muslim) adalah sedekah.” (HR. at-Tirmidzi no. 1956 dari sahabat Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu anhu. Hadits ini dinilai sahih oelh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi no. 1956)

Al-Mubarakfuri menjelaskan, “Maksud hadits di atas, Anda menampakkan wajah berseri-seri dan penuh senyuman ketika bertemu saudaramu akan diberi pahala sebagaimana Anda diberi pahala ketika bersedekah.” (Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh Jami’ at-Tirmidzi, 5/189)

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, semoga Allah membalas Anda dengan pahala yang berlipat-lipat.

Ketika Anda sedang berkomunikasi dengan keluarga, orang tua, istri, anak, dan kerabat; jangan lupa tampakkan wajah berseri dan ceria. Walaupun Anda pasti lelah, letih, sedih; sungguh, wajah ceria Anda sangatlah berarti bagi keluarga Anda.

Apabila si kecil bertanya, “Kapan Ayah pulang?”, jawablah dengan wajah berseri dan tampakkan bahwa diri Anda dalam keadaan sehat dan baik. Sungguh, Anda tidak mengetahui bagaimana perasaan dan kecemasan mereka yang luar biasa, karena terus memikirkan keselamatan Anda.

Anda juga tidak mengetahui, sudah berapa banyak air mata yang menetes ketika menuturkan untaian-untaian doa yang dipanjatkan istri atau suami Anda ketika mereka bersimpuh di hadapan Allah di sepertiga malam yang terakhir.

Bahkan, tak jarang mereka menutupi kekhawatiran mereka di hadapan Anda, sebagaimana Anda pun menutupi kelelahan dan kesedihan Anda di hadapan mereka.

Lalu, untuk siapa kita melakukan ini semua? Untuk apa kita berkorban seperti ini, kalau bukan kita persembahkan hanya kepada Allah semata?

Sungguh, merugilah kita, apabila tidak ikhlas dan sabar. Mintalah ganti dan pertolongan hanya kepada-Nya! Bersabarlah!

Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang Anda dan keluarga Anda rasakan. Ikhlaskan semuanya hanya untuk-Nya!

Bertutur Kata yang Baik ketika Berkomunikasi

Bisa saja seseorang mengatakan, “Ambilkan ini, ambilkan itu!”

Bandingkan dengan, “Mohon maaf, tolong ambilkan ini, tolong ambilkan itu. Terima kasih.”

Apakah rasanya berbeda?

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

وَالْكَلِمَةُ الطِّيِّبَةُ صَدَقَةٌ

“Kata-kata yang baik adalah sedekah.” (HR. al-Bukhari no. 2989 dan Muslim no. 1009 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Saudaraku, segenap tenaga kesehatan yang sedang berjuang merawat masyarakat, rahimakumullah.

Pada saat-saat seperti ini, sangat dibutuhkan saling pengertian, saling memahami, dan saling memberi uzur. Kekompakan dan kesolidan tim sangatlah dibutuhkan. Oleh karena itu, dalam berkomunikasi dan berkoordinasi dengan tim, demikian pula ketika berinteraksi dengan pasien; hendaklah Anda memilih kata-kata yang Anda ucapkan. Janganlah Anda meremehkan kekuatan kata-kata. Sampaikanlah ucapan dan kalimat yang membuat pendengarnya menjadi optimis dan berpikir positif.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ الْفَأْلُ الْحَسَنُ

“Adalah Rasulullah menyukai ‘al-fa`l al-hasan’ (perkataan yang membuat pendengarnya menjadi optimis dan berpikir positif, -pent.). (HR. Ibnu Majah no. 3536 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Hadits ini dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Ibni Majah no. 2864)

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberikan perlindungan dan kesabaran kepada Anda dan rekan-rekan Anda.

 

Ditulis oleh Ustadz Abu Ismail Arif