Sebagian ulama mengatakan bahwa nama الله (Allah) tersebut dalam Al-Qur’an pada 2.360 tempat. (at-Tanbihat as-Sunniyyah, hlm. 9)
Ibnul Qayyim mengatakan, “Nama itulah yang meliputi seluruh makna Asmaul Husna dan sifat-sifat yang tinggi.” (Fathul Majid dengan tahqiq al-Furayyan hlm. 32)
Al-Farra’, al-Kisai, dan Ibnu Jarir menjelaskan bahwa kata الله (Allah) asalnya dari kata الإلَهُ (al-Ilah). Kemudian, huruf hamzah digugurkan sehingga huruf lam bertemu dengan huruf lam, kemudian di-idgham-kan sehingga menjadi lam yang bertasydid.
Demikian pula penjelasan Ibnul Qayyim rahimahullah. Ini merupakan pendapat Sibawaih dan mayoritas ahli bahasa yang sependapat dengannya. (lihat Fathul Majid dengan tahqiq al-Furayyan hlm. 32. Lihat pula Badai’ul Fawaid, 1/22)
Nama الله (Allah) diambil dari kata
أَلَهَ – يأْلَهُ – أُلُوْهَةً وإِلاَهَةً وَأُلُوهِيَّةً
yang berarti ibadah. Jadi, الإلَهُ (al-Ilah) berarti yang diibadahi.
Oleh karena itu, Ibnu Abbas mengatakan, “Kata الله (Allah) artinya yang memiliki sifat berhak diibadahi atas seluruh makhluk-Nya.” (Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyah, karya al-Harras, hlm. 7—8)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Makna kata الله (Allah) ialah yang diibadahi dan yang ditaati. Sebab, اْلإِلَهُ (al-Ilah) berarti الْمَأْلُوهُ (al-Ma`luh). Kata الْمَأْلُوهُ (al-Ma`luh) itu sendiri artinya yang berhak diibadahi. Dia berhak diibadahi karena Dia memiliki sifat-sifat yang mengharuskan untuk dicintai dengan kecintaan tertinggi yang diberikan kepada-Nya dengan penuh ketundukan.”
Baca juga: Mencintai Allah
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kata اْلإِلَهُ (al-Ilah) artinya yang diibadahi oleh kalbu dengan cinta dan pengagungan, inabah (kembali), dan pemuliaan, pembesaran, dan penghinaan diri kepada-Nya, tunduk dan takut, berharap dan tawakal.” (Fathul Majid dengan tahqiq al-Furayyan hlm. 68)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Kata الله (Allah) artinya yang diibadahi, yang memiliki hak atas seluruh makhluk-Nya untuk dibadahi. Hal itu karena sifat uluhiyah (diibadahi) yang Ia miliki, dan itu adalah sifat kesempurnaan.”
Di antara yang menunjukkan makna demikian adalah firman-Nya,
وَهُوَ ٱللَّهُ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَفِي ٱلۡأَرۡضِ يَعۡلَمُ سِرَّكُمۡ وَجَهۡرَكُمۡ وَيَعۡلَمُ مَا تَكۡسِبُونَ
“Dan Dialah Allah (Yang diibadahi), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan, dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.” (al-An’am: 3)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Maksudnya, yang diibadahi di langit dan di bumi.” (Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyah, hlm. 28)
Wallahu a’lam.
(Ustadz Qomar Z.A., Lc.)