Laki-laki tidak diperbolehkan memakai pakaian wanita. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat lelaki yang berpakaian seperti model pakaian wanita dan (melaknat) wanita yang berpakaian seperti lelaki.” (HR. Abu Dawud no. 4098, Ahmad 2/325)
Hadits ini diriwayatkan Ibnu Majah (no. 1903) dengan lafadz, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat wanita yang menyerupai lelaki dan (melaknat) lelaki yang menyerupai wanita.” Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللهِ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan (melaknat) wanita yang menyerupai lelaki.” (HR. al-Bukhari no. 5885)
Al – Imam ath – Thabari rahimahullah menjelaskan, “Makna (hadits) ini adalah kaum lelaki tidak diperbolehkan menyerupai perempuan dalam hal berpakaian dan berhias yang menjadi kekhususan wanita, begitu pula sebaliknya.” (al-Fath, 11/521)
Abu Muhammad ibnu Abi Jamrah rahimahullah menguraikan, “Zahir (teks) lafadz hadits ini adalah kecaman keras terhadap tindakan tasyabuh (menyerupai) dalam segala hal. Namun, telah diketahui dari dalil-dalil lain bahwa yang dimaksud adalah (larangan) tasyabuh dalam hal model pakaian, gaya, dan semisalnya; bukan tasyabuh dalam urusan kebaikan.” (al-Fath, 11/521) Dalam hal ini terbagi menjadi tiga.
1. Pakaian khusus kaum lelaki Seperti jubah laki laki, gamis laki laki, sarung laki laki, serban, peci/songkok, sirwal, dan semisalnya.
2. Pakaian khusus kaum wanita Seperti abaya, jubah wanita, gamis wanita, jilbab, khimar (kerudung), niqab (cadar), dan semisalnya.
Ketentuan yang membedakan antara pakaian lelaki dan wanita dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Yang membedakan antara pakaian lelaki dan pakaian wanita kembali kepada apa yang khusus untuk kaum lelaki dan apa yang khusus untuk kaum wanita, yaitu sesuai dengan apa yang diperintahkan kepada kaum lelaki dan sesuai dengan apa yang diperintahkan kepada kaum wanita yaitu wanita diperintahkan berhijab dan tertutup, tidak boleh tabarruj dan menampakkan (aurat).”
Beliau juga menjelaskan, “Apabila diperselisihkan tentang pakaian lelaki dan pakaian wanita, jika pakaian tersebut lebih mendekati maksud (tujuan) hijab berarti pakaian wanita. Jika sebaliknya, berarti pakaian lelaki.” Beliau menguraikan pula, “Jika pada umumnya sebuah pakaian dipakai oleh kaum pria, wanita dilarang memakainya walaupun menutupi (satir), seperti pakaian ‘faraji’ (semacam syal) yang di sebagian negara biasanya dipakai oleh kaum pria bukan wanita. Larangan dari pakaian seperti ini bisa berubah dengan adanya perubahan adat kebiasaan. Adapun apabila pembedanya kembali kepada masalah satir (yang menutupi), wanita dianjurkan memakai pakaian yang lebih menutupi….” (al-Kawakib 93/132— 134, Ibnu ‘Urwah al-Hambali. Lihat Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah hlm. 150—159, al-Albani)
3. Pakaian umum yang dipakai lelaki dan wanita.
Ketentuannya dijelaskan Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah, “Adapun bentuk pakaian berbeda-beda sesuai dengan adat kebiasaan setiap negeri. Bisa jadi, ada suatu kaum yang bentuk pakaian kaum wanitanya tidak jauh berbeda dengan pakaian kaum lelakinya. Hanya saja, kaum wanita (harus) dibedakan dengan hijab dan pakaian yang (lebih) tertutup.” (al-Fath, 11/521)
Ditulis oleh Al-Ustadz Muhammad Afifuddin