Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc
Al-Qur’an di tengah kitab-kitab yang telah Allah ‘azza wa jalla turunkan sebelumnya memiliki banyak keistimewaan.
Al-Qur’an adalah hakim yang akan menilai kemurnian kitab-kitab sebelumnya, dan memilah antara yang haq dan batil yang telah disisipkan dalam kitab-kitab tersebut. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah ‘azza wa jalla turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu merekadengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu….” (al-Maidah: 48)
Keistimewaan berikutnya, al-Qur’an adalah kitab yang sempurna, menerangkan segala sesuatu: akidah, ibadah, muamalah, akhlak, aturan yang terkait dengan individu, keluarga, masyarakat, atau tatanan kenegaraan.
Sebagaimana al-Qur’an juga bersifat universal, berlaku untuk jin dan manusia, dari segala ras dan suku bangsa. Al-Qur’an juga Allah ‘azza wa jalla tetapkan sebagai kitab yang kekal dan menjadi pedoman hingga akhir zaman. Oleh karena itu, Allah ‘azza wa jalla menjamin penjagaannya dari segala macam perubahan hingga akhir zaman, baik perubahan lafadz maupun makna. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Sesungguhnya Kami yang telah menurunkan adz-Dzikra (al-Qur’an) dan Kami pula yang akan menjaganya.” (al-Hijr: 9)
Siapa pun yang adil dari kalangan non-Islam akan mengakui keotentikan al-Qur’an, suatu kenyataan yang mengagumkan dan tidak terbayangkan dalam benak-benak manusia.
Sejak zaman diturunkannya al-Qur’an, Allah ‘azza wa jalla telah menyiapkan berbagai bentuk penjagaan hingga saat ini hingga hari kiamat kelak, di saat Allah ‘azza wa jalla mengizinkan ayat-ayat al-Qur’an terangkat dan tidak lagi tertulis dalam mushaf, tidak pula tersisa dalam dada, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَدْرُسُ الْإِسْلَامُ كَمَا يَدْرُسُ وَشْيُ الثَّوْبِ حَتَّى لَا يُدْرَى مَا صِيَامٌ وَلَا صَلَاةٌ وَلَا نُسُكٌ وَلَا صَدَقَةٌ، وَلَيُسْرَى عَلَى كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي لَيْلَةٍ فَلَا يَبْقَى فِي الْأَرْضِ مِنْهُ آيَةٌ، وَتَبْقَى طَوَائِفُ مِنَ النَّاسِ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْعَجُوزُ يَقُولُونَ: أَدْرَكْنَا آبَاءَنَا عَلَى هَذِهِ الْكَلِمَةِ؛ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، فَنَحْنُ نَقُولُهَا
“Islam akan hilang sebagaimana hilangnya hiasan (bordir) pada baju, ketika itu tidak dikenal lagi puasa, shalat, haji, dan zakat. Sungguh akan diangkat al-Qur’an di satu malam hingga tidak tersisa satu ayat pun di muka bumi. Di muka bumi masih ada sekelompok manusia tua renta, mereka berkata, ‘Kita pernah dapati nenek moyang kita berada di atas kalimat: Laa ilaa ha illa llah, kita pun mengatakannya’.”
Hadits ini dikeluarkan Ibnu Majah dalam as-Sunan (2/1344—1345 no. 4049) Kitab al-Fitan (Fitnah-Fitnah) bab “Diangkatnya al-Qur’an dan ilmu.” Dikeluarkan pula oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (4/473, 545) dari Hudzaifah bin al-Yaman. Al-Hakim berkata, “Hadits ini sahih menurut syarat Muslim.” Al-Bushiri berkata dalam kitabnya Mishbah az-Zujajah (2/307), “Sanad hadits ini sahih dan rawi-rawinya tsiqat.”[1]
Pada masa turunnya al-Qur’an, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersemangat mengajarkan al-Qur’an kepada manusia. Jangankan kepada para sahabat, kepada orang-orang kafir dan munafik pun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersemangat menyampaikan risalah Allah ‘azza wa jalla kepada mereka, agar mereka mendapatkan hidayah. Inilah awal fondasi penjagaan al-Qur’an, semangat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan al-Qur’an dengan pengorbanan harta, jiwa, dan raga.
Di setiap tahunnya, di bulan Ramadhan, Jibril ‘alaihissalam selalu mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengkhatamkan al-Qur’an yang telah diturunkan kepada beliau.
Di sisi lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong umatnya untuk mencurahkan segenap perhatian kepada al-Qur’an seraya mengingatkan janji Allah ‘azza wa jalla akan pahala besar di sisi-Nya bagi mereka yang mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an. Generasi terbaik umat ini pun segera menyambut seruan Rasul, siang dan malam mereka mempelajari al-Qur’an, menghafalkan, mentadabburi maknanya, sekaligus mengamalkannya.
Penjagaan al-Qur’an juga telah tampak di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk upaya penulisan wahyu yang diturunkan walaupun dengan media yang sangat sederhana, tulang, kulit, batu tulis, pelepah pohon. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk beberapa sahabat melaksanakan tugas penulisan wahyu ini, seperti Ubai bin Ka’b, Zaid bin Tsabit, Abu Darda, Muadz bin Jabal, dan lainnya g.[2]
Penulisan al-Qur’an dilakukan dengan sangat ketat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan upaya agar tidak tercampur antara kalam Allah ‘azza wa jalla dan ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
لَا تَكْتُبُوا عَنِّي شَيْئًا إِلَّا الْقُرْآنَ، فَمَنْ كَتَبَ عَنِّي شَيْئًا غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ
“Janganlah kalian menulis apapun dariku. Barang siapa telah menulis dariku selain al-Qur’an, hendaknya dia menghapusnya.” (HR . ad-Darimi)
Di masa kekhilafahan Abu Bakr ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu dengan ijma’ (kesepakatan) sahabat dilakukanlah penyalinan ayat-ayat al-Qur’an yang telah tertulis di berbagai media pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, disalin dalam bentuk lembaran-lembaran, dalam keadaan al-Qur’an telah dihafal oleh para sahabat dalam dada-dada mereka. Dengan upaya ini, tidak ada satu pun yang tertinggaldari ayat kecuali telah tersalin dalamlembaran-lembaran tersebut.
Di masa Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, lembaran-lembaran yang telah dikumpulkan di masa Abu Bakr dibukukan sebagai mushaf dan dikenal dengan Mushaf Utsmani sebagai kitab induk, kemudian disebarkan ke seluruh penjuru negeri Islam.
Meskipun telah dibukukan, para sahabat dan para tabi’in terus sibuk mengajarkan al-Qur’an dengan cara Talaqqi dan ‘Ardh (mengambil al-Qur’an langsung dari lisan-lisan guru) sehingga al-Qur’an benar-benar dibaca sesuai dengan apa yang dibaca Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allahu Akbar! Lembaran-lembaran ini tidak cukup menceritakan sebab-sebab yang telah Allah ‘azza wa jalla mudahkan sebagai bukti janji-Nya untuk menjaga al-Qur’an. Sungguh, manusia dari masa ke masa hingga saat ini menyaksikan bagaimana al-Qur’an dihafal jutaan umat Islam, al-Qur’an masih diambil dengan cara Talaqqi dan Ardh hingga sanad masih bersambung hingga saat ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada satu pun kesalahan kecuali pasti diluruskan, dan tidak ada satu pun upaya mengubah al-Qur’an kecuali pasti terbongkar makarnya.
Inilah yang menjadikan teolog Kristiani dan Yahudi merasa geram dan hasad menyaksikan penjagaan al-Qur’an yang luar biasa, yang itu tidak mereka dapatkan dalam at-Taurat dan Injil.
Wahai Ahlul Kitab, tidakkah kalian berpikir dan bersegera beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan al-Qur’an?
Taurat dan Injil Telah Diubah
Berbeda dengan al-Qur’an, Taurat dan Injil serta kitab-kitab sebelum al-Qur’an, Allah ‘azza wa jalla tidak menjamin keotentikannya. Tidak ada jaminan dari Allah ‘azza wa jalla bahwa Dia akan menjaganya. Allah ‘azza wa jalla bebankan penjagaan itu kepada manusia, sebagaimana firman-Nya ‘azza wa jalla,
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla dan mereka menjadi saksi terhadapnya.” (al-Maidah: 44)
Sudah barang tentu manusia tidak mampu menjaga kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla, bahkan Allah ‘azza wa jalla telah kabarkan dalam al-Qur’an bahwa kitab-kitab tersebut telah banyak diubah oleh tangan-tangan manusia.
Mungkin di antara hikmah, ketika Allah ‘azza wa jalla tidak menghendaki Taurat dan Injil sebagai kitab yang terakhir, Allah ‘azza wa jalla tidak menjamin keotentikan keduanya. Berbeda dengan al-Qur’an, karena Allah ‘azza wa jalla tetapkan sebagai kitab pegangan sepanjang zaman, tentu Allah ‘azza wa jalla menjamin kemurniannya hingga akhir zaman.
Telah menjadi ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin bahwasanya kitab-kitab sebelum al-Qur’an telah mengalami perubahan-perubahan baik dalam bentuk pengurangan, penambahan, penyimpangan makna, maupun bentuk perubahan lainnya.
Taurat dan Injil saat ini adalah kitab yang sudah tidak sesuai dengan aslinya, bukan lagi murni Taurat yang diturunkan kepada Musa ‘alaihissalam atau Injil yang diturunkan kepada Isa ‘alaihissalam. Telah bercampur di dalamnya antara kebenaran dan kebatilan yang dikerjakan tangan-tangan manusia.
Nash-Nash Al-Qur’an yang Menunjukkan Perubahan Taurat dan Injil
Sejenak kita telaah beberapa dalil al-Qur’an yang menunjukkan adanya perubahan dan penyimpangan yang dilakukan oleh ahlul kitab dalam dua kitab suci: Taurat dan Injil. Di antara firman Allah ‘azza wa jalla yang menunjukkan adanya perubahan tersebut adalah:
“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya.” (an-Nisa: 46)
“Celakalah bagi orang-orang yang menuliskan al-Kitab dengan tangan-tangan mereka kemudian mengatakan ini semua dari sisiAllah.” (al-Baqarah: 79)
Dan mereka tidak menghormati Allah ‘azza wa jalla dengan penghormatan yang semestinya di kala mereka berkata, “Allah ‘azza wa jalla tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia.” Katakanlah, “Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui (nya)?” Katakanlah, “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan al-Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya. (al-An’am: 91)
“Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampuradukkan yang haq dengan yang batil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui?” (Ali Imran: 71)
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Maidah: 13)
Ayat-ayat di atas adalah sebagian dari al-Qur’an yang membongkar makar Ahlul Kitab terhadap kitab Taurat dan Injil. Mereka mencampur aduk antara yang haq dan batil, menyembunyikan al-haq, mengubah-ubah ayat, bahkan mereka membuat-buat ayat dan berdusta atas nama Allah ‘azza wa jalla lalu mereka katakan ini adalah dari Allah ‘azza wa jalla.
Bahkan dengan berani mereka berusaha menyembunyikan al-haq di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di antara yang mereka sembunyikan adalah apa yang mereka yakini tentang kerasulan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berita tentang kerasulan beliau tertera dalam kitab terdahulu seperti at-Taurat dan Injil hingga mereka mengenal nabi yang terakhir sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sebagaimana Allah ‘azza wa jalla firmankan,
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (al- Baqarah: 146)
Nabi Isa ‘alaihissalam telah mengabarkan diutusnya nabi yang terakhir, dijelaskan nama dan sifat-sifatnya seperti Allah lsebutkan dalam al-Qur’an,
Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata, “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah ‘azza wa jalla kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, “Ini adalah sihir yang nyata.” (Shaff: 6)
Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa di antara kandungan Taurat dan Injil adalah kabar gembira akan kemunculan nabi terakhir dan penyebutan sifat-sifatnya. Namun, karena kebencian dan hasad, mereka sembunyikan berita tersebut. Mereka ubah kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla dengan tangan mereka.
Cukuplah ayat ayat al-Qur’an dan hadits di atas menunjukkan banyaknya perubahan yang terjadi pada Taurat dan Injil.[3]
Bukti-Bukti Lain Perubahan dalam Taurat dan Injil
Selain dalil dari al-Qur’an ada beberapa bukti lain yang sangat kuat dan tidak bisa dimungkiri akan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam Taurat dan Injil. Di antara bukti tersebut adalah:
Pertama: Naskah-naskah Taurat dan Injil yang berada di tangan ahli kitab sekarang ini dipastikan bukan naskah asli, karena tidak tertulis dengan bahasa yang digunakan Nabi Isa atau Musa ‘alaihima assalam.
Yang ada saat ini adalah bahasa terjemah. Dan sudah menjadi suatu kemestian bahwa bahasa terjemah akan mengubah keaslian bahasa kitab tersebut, dan pasti akan terjadi sekian banyak versi penerjemahan bersama berjalannya waktu dan berkembangnya bahasa.
Hal ini tidak terjadi dengan al-Qur’an. Kitab suci al-Qur’an terjaga dengan tetap tertulisnya dalam bahasa asli diturunkan dengan huruf-hurufnya yaitu bahasa Arab.
Kedua: Injil atau Taurat yang ada saat ini terdapat dalam keduanya banyak ucapan manusia, sehingga tidak lagi dapat dipastikan mana yang bersumber dari Allah ‘azza wa jalla.
Ahlul kitab adalah kaum yang gemar menulis dari tangan lalu mereka katakan, “Ini adalah dari sisi Allah ‘azza wa jalla.” Sebagaimana Allah ‘azza wa jalla kabarkan dalam firman-Nya,
“Celakalah bagi orang-orang yang menuliskan al-Kitab dengan tangan-tangan mereka kemudian mengatakan ini semua dari sisi Allah.” (al-Baqarah: 79)
Ketiga: Tidak ada sanad yang menyambungkan kitab Taurat atau Injil kepada Nabi Musa atau Isa ‘alaihima assalam. Penulisan Taurat dan Injil yang beredar saat ini terputus jauh masanya dengan masa Musa dan Isa ‘alaihima assalam.
At-Taurat ditulis ulang beberapa abad setelah wafatnya Nabi Musa ‘alaihissalam hingga dipastikan tidak bersambung kepada Nabi Musa ‘alaihissalam.
Demikian pula Injil, injil-injil yang ada tidak disandarkan kepada Nabi Isa ‘alaihissalam. Injil yang ada sekarang bukan hasil pendiktean Nabi Isa ‘alaihissalam kepada mereka, namun tulisan yang disandarkan kepada setiap penulis atau pengarangnya, seperti Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dan telah bercampur dengan ucapan-ucapan ahli tafsir dan ahli tarikh mereka.
Asal mulanya jumlah Injil sangat banyak, puluhan naskah Injil. Kaum Nasrani pun tidak mengambil semua Injil yang ada. Yang dipilih dan dicetak dalam Bibel hanya empat: Markus, Matius, Lukas, Yohanes.
Keempat: Banyak perbedaan dan kontradiksi yang terjadi dalam naskah Injil dan Taurat.
Kontradiksi antara satu ayat dan ayat lain baik dalam Taurat atau Injil adalah bukti jelas bahwa di dalamnya memang terdapat banyak perubahan. Dalam Injil misalnya, tentang Yesus, apakah datang membawa kedamaian atau kerusakan? Injil Matius (5:9) dan Yohanes (3:17) menyebutkan bahwa Yesus menyelamatkan dunia, sementara dalam Matius (10:34—36) Yesus dikatakan membawa onar, pedang, dan kekacauan keluarga.
Tentang disalibnya Yesus, terjadi kontradiksi dalam Injil mengenai saat disalibnya Yesus. Dalam Injil Markus (15:25) dikatakan Yesus disalib jam sembilan. Sementara itu, dalam Injil Yohanes (19:14) jam 12 Yesus belum lagi disalib.[4]
Tentang hukum bersunat (khitan) pun terjadi kontradiksi yang luar biasa. Sunat itu wajib sebagaimana dapat dilihat pada Kejadian (17:10—14), (17:14), Yesus tidak membatalkan sunat (Matius 5:17—20, Lukas 2:21), Yesus juga disunat (Lukas 2:21). Bahkan, disebutkan bahwa orang-orang yang tidak disunat tidak dapat diselamatkan (Kisah Para Rasul 15:1—2).
Semua berita tersebut menunjukkan diwajibkannya sunat bagi mereka ahli Kitab, sebagaimana dalam syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan, ini adalah syariat nenek moyang para nabi, yakni Ibrahim. Sunat adalah perkara yang wajib dan menjadi salah satu sunnah fitrah. Selain itu, sunat penuh dengan maslahat dunia dan akhirat. Namun, sungguh mengherankan dalam Galatia (5:6), Korintus (7:18— 19), Paulus mengatakan sunat tidak wajib, tidak berguna dan tidak penting.
Di antara empat “Injil” saja ditemukan banyak kontradiksi. Apalagi jika dikumpulkan Injil-Injil yang lain. Di kota Paris, ibu kota Prancis terdapat sebuah perpustakaan milik salah seorang pangeran. Tersimpan di perpustakaan tersebut sebuah naskah Injil yang ditulis oleh Barnaba. Kitab ini telah dicetak ulang oleh perpustakaan al-Manar setelah diterjemahkan dalam bahasa Arab. Isi Injil Barnaba sangat berbeda dengan apa yang tertulis dalam empat naskah injil yang terpilih.
Dalam Taurat pun demikian. Sangat banyak kontradiksi dan pertentangan yang signifikan. Seandainya Injil dan Taurat yang ada sekarang masih otentik seperti aslinya sebagaimana al-Qur’an, pasti tidak akan terjadi kontradiksi sebagaimana sifat ini ada pada al-Qur’an. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Maka apakah mereka tidak memerhatikan al-Qur’an? Seandainya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya.” (an-Nisa: 82)
Kelima: Naskah Taurat dan Injil yang ada saat ini memuat berbagai akidah yang rusak dan menyelisihi fitrah tentang Allah ‘azza wa jalla, tentunya hal ini menjadi bukti ketidakmurnian Taurat dan Injil yang ada.
Taurat dan Injil yang saat ini beredar dan menjadi pegangan menggambarkan sifat-sifat buruk dan lemah bagi Allah ‘azza wa jalla dan sifat-sifat yang Allah ‘azza wa jalla disucikan darinya.
Disebutkan bahwa Allah ‘azza wa jalla berkelahi dengan Nabi Ya’qub ‘alaihissalam semalam suntuk, Allah ‘azza wa jalla pun dikalahkan oleh Nabi Ya’kub ‘alaihissalam.
Disebutkan pula bahwa Allah ‘azza wa jalla menyesal dan pilu karena telah menciptakan manusia akhirnya cenderung berbuat jahat, Allah ‘azza wa jalla pun menangis hingga sakit matanya hingga para malaikat menjenguknya. (Kejadian 6: 5—8)
Ahlul kitab, Yahudi dan Nasrani memang kaum yang gemar menyifati Allah ‘azza wa jalla dengan sifat-sifat yang negatif sebagaimana Allah ‘azza wa jalla kabarkan dalamal-Qur’an, Allah ‘azza wa jalla dikatakan fakir, bakhil, punya anak dan istri. Na’udzubillahi mindzalik.
Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla miskin dan kami kaya.” Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan Kami akan mengatakan (kepada mereka), “Rasakanlah olehmu azab yang membakar.” (Ali Imran: 181)
Orang-orang Yahudi berkata, “Tangan Allah ‘azza wa jalla terbelenggu”, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah ‘azza wa jalla terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. (al-Maidah: 64)
Keenam: Di antara bukti adanya perubahan dalam Taurat dan Injil adalah banyaknya pelecehan atau tuduhan-tuduhan buruk kepada para nabi dan rasul. Padahal mereka adalah teladan manusia dan Allah ‘azza wa jalla tetapkan kemaksuman atas mereka.
Berikut beberapa ayat Injil atau Taurat yang berisi pelecehan kepada nabi dan rasul:
- Dikatakan bahwa Nabi Isa (Yesus) adalah orang bodoh, idiot, dan emosional. Pada waktu bukan musim buah ara, Yesus mengutuk pohon ara yang tidak berbuah (Markus 11:12—14).
- Disebutkan pula bahwa Nabi Nuh mabuk-mabukan sampai teler dan telanjang bugil (Kejadian 9: 18—27).
- Tertera juga bahwa Nabi Luth menghamili kedua putri kandungnya sendiri dalam dua malam secara bergiliran (Kejadian 19: 30—38).
Pelecehan demi pelecehan tertuju pada para nabi baik dalam Injil maupun Taurat, Nabi Harun dikatakan dialah yang membuat patung sapi dan menyembahnya bersama Bani Israil, dikabarkan pula bahwa Nabi Sulaiman murtad di akhir hayatnya, menyembah berhala-berhala dan membuat tempat-tempat peribadatan berhala, menyembah beberapa berhala untuk menyenangkan hati istrinya, Nabi Dawud berzina dengan istri Auria.
Pelecehan-pelecehan terhadap para nabi dan rasul yang seperti itu dapat diketahui dengan mudah dalam naskah Injil dan Taurat saat ini, yang sangat tidak pantas untuk dikisahkan dan disebutkan.
Seandainya tuduhan tersebut diarahkan kepada bapak dan ibu mereka niscaya mereka akan meradang dan meluapkan kemarahan. Tetapi aneh, ketika nabi dan rasul dilecehkan sedikit pun tidak ada kecemburuan.
Tidak cukupkah ini sebagai bukti untuk menunjukkan diubahnya Taurat dan Injil??
Ketujuh: Pengakuan tokoh-tokoh agama mereka akan perubahan dan ketidakaslian Taurat dan Injil.
Dr. G.C. Van Niftrik dan Dr. B.J. Bolland. Keduanya mengatakan, “Kita tidak usah malu-malu, bahwa terdapat berbagai kekhilafan dalam Bibel; kekhilafan-kekhilafan tentang angka-angka perhitungan; tahun dan fakta….”
Dr. Welter Lemp berkata, “Susunan semesta alam diuraikan dalam kitab Kejadian I tidak dapat dibenarkan lagi oleh ilmu pengetahuan modern.” “Pandangan Kejadian I dan seluruh al-Kitab tentang susunan semesta alam adalah berdasarkan ilmu kosmografi bangsa Babel. Pandangan itu sudah ketinggalan zaman.”
Sebenarnya, tidak perlu seorang Teolog Nasrani berbicara, kaum awam nasrani pun seandainya mereka membaca Bibel akan terheran dengan beragam kontradiksi yang tidak mungkin dikompromikan.
Mungkin inilah salah satu alasan kenapa keumuman kaum Nasrani dilarang untuk membaca kitab mereka dengan serius. Pembacaan al-Kitab dibatasi pada para penginjil.
Kedelapan: Taurat dan Injil yang ada saat ini banyak bertentangan dengan kenyataan-kenyataan ilmiah.
Telah kita baca perkataan Welter sebagai pengakuannya akan ketidakcocokan Injil dengan ilmu pengetahuan. Demikian pula seorang ilmuwan Maurice Bucaille menyebutkan banyak contoh dalam bukunya La Bible, Le Coran et la Science diterbitkan dalam bahasa Arab dengan judul Al-Qur’an al-Karim at-Taurat wal Injil wal-‘Ilm.
Seandainya Taurat dan Injil masih sesuai dengan aslinya niscaya tidak akan menyelisihi hakikat-hakikat ilmiah.
Lihatlah al-Qur’an dan Hadits, betapa semua yang tertera dalam dua wahyu ini mengagumkan para pembacanya. Bukan hanya kaum muslimin. Ilmuwan kafir pun sebenarnya terheran dan tercengang, namun demikianlah ketika hati telah terkunci, dan mata telah buta. Mereka tidak mau menerima Islam dan tidak mau beriman dengan al-Qur’an.
Kesimpulannya, berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan bukti-bukti lain menetapkan adanya perubahan dalam taurat dan injil, maka menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk meyakini bahwa Taurat dan Injil yang ada saat ini tidak lagi murni berisi firman-firman Allah ‘azza wa jalla. Taurat dan Injil yang ada sekarang sudah berubah dan bercampur antara yang haq dan batil. Sulit untuk dibedakan mana yang merupakan terjemahan dari firman Allah ‘azza wa jalla dan mana yang merupakan buatan manusia.
Faedah
Yang menjadi tolok ukur penilaian berita dalam Taurat dan Injil adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. Apa yang dibenarkan al-Qur’an dari berita ahlil kitab kita pun membenarkannya, apa yang didustakan al-Qur’an dan as-Sunnah kita pun mendustakannya. Adapun berita yang tidak ada penjelasan dalam al-Qur’an atau as-Sunnah tentang benar tidaknya, kita mendiamkannya.
Di pengujung pembahasan ini sejenak kita renungkan beberapa ayat al-Qur’an yang mengabarkan kepada kita sebagian dari apa yang tertulis dalam kitab Taurat dan Injil yang Allah ‘azza wa jalla turunkan kepada nabi Musa dan Isa ‘alaihima assalam.
Maksud dari penukilan ini adalah mengingatkan kepada seluruh manusia bahwa segala kebaikan yang ada dalam kitab-kitab sebelum al-Qur’an sudah terangkum dalam al-Qur’an, semua yang menjadi maslahat bagi manusia tidak sedikit pun al-Qur’an meninggalkannya.
Di antara isi Taurat dan Injil adalah sifat-sifat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau g. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Muhammad itu adalah utusan Allah ‘azza wa jalla dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orangorang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah ‘azza wa jalla dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah ‘azza wa jalla hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah ‘azza wa jalla menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (al-Fath: 29)
Di antara isi Taurat adalah hukum Qisash, Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (al-Maidah: 45)
Sebagian dari kandungan Shuhuf Ibrahim dan Musa disebutkan oleh Allah ‘azza wa jalla dalam beberapa ayat berikut.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Rabbnya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orangorang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa.” (al-A’la: 14—19)
Juga firman Allah ‘azza wa jalla, “Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Rabbmulah kesudahan (segala sesuatu).” (an-Najm: 36—42)
[1] Riwayat-riwayat yang semakna dengan hadits ini dapat dirujuk dalam al-Mustadrak (4/504, 506) Sunan ad-Darimi 2/315, Tafsir ath-Thabari 15/106, ad-Dur al-Mantsur 4/201—201.
[2] Termasuk sekretaris Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mencatat wahyu adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma setelah keislamannya. Kepercayaan besar dari Rasul-Nya ini menjadi bantahan bagi kebusukan mulut kaum Syiah Rafidhah yang mencela sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pembelaan kepada sahabat Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu dapat dibaca kembali di majalah Asy-Syariah edisi 78.
[3] Pembahasan ini dapat dilihat lebih luas dalam Majmu’ al-Fatawa (13/102—105), al-Jawab ash-Shahih (1/356, 367) (2/5) (3/246), keduanya karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. LIhat pula Fathul Bari (17523—526).
[4] Berita disalibnya Yesus dalam Injil adalah berita dusta yang telah didustakan oleh al-Qur’an. Nabi Isa tidak disalib, tidak pula dibunuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa sat ini Nabi Isa ‘alaihissalam berada di langit dan akan turun nanti di muka bumi menegakkan syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.