Pertumbuhan toko online atau online shop atau lebih jamak disebut olshop seakan sulit terbendung lagi. Kalau dahulu ada yang beranggapan bahwa toko online harus mempunyai website, kini anggapan itu tidak berlaku lagi. Hanya bermodalkan media sosial, bahkan kadang hanya dengan cara memasang display picture (DP) dan status di BBM/WA, seseorang sudah bisa menobatkan dirinya punya olshop. Bahkan, ada yang nyaris tanpa modal, karena adanya sistem dropship.
Apa dan bagaimana syariat memandang toko online itu, simak penjelasan berikut ini.
Syarat-Syarat Jual Beli
Pasa dasarnya, setiap jual beli yang memenuhi syarat-syaratnya maka hukumnya sah.
Adapun syarat syarat jual beli adalah:
- Saling ridha antara penjual dan pembeli.
- Penjual dan pembeli adalah orang yang secara syar’i sah akadnya, yaitu merdeka, mukallaf, dan rasyid, yakni mampu membelanjakan (mengelola) harta dengan baik.
- Keduanya adalah pemilik objek transaksi atau mewakili pemiliknya.
- Barang yang diperjualbelikan adalah barang yang manfaatnya halal.
- Yang ditransaksikan adalah sesuatu yang mampu dikuasai.
- Yang ditransaksikan adalah sesuatu yang diketahui bersama oleh kedua belah pihak yang bertransaksi. (al-Mulakhkhash al-Fiqhi)
Syarat yang pertama insya Allah bisa terpenuhi dengan mudah.
Syarat yang kedua dapat diketahui melalui komunikasi. Melalui komunikasi tersebut, dapat dicari kepastian bahwa penjual dan pembeli adalah pihak yang secara syar’i memenuhi syarat untuk bertransaksi, identitas pun jelas.
Syarat yang ketiga, hendaknya status penjual jelas sebagai pemilik barang yang dijual atau berstatus sebagai wakilnya dalam penjualan. Pihak yang menjadi wakil tidak boleh menampakkan diri sebagai pemilik barang, padahal barang tersebut bukan miliknya. Sebab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berjualan sesuatu yang tidak dimiliki.
Syarat yang kelima bermakna bahwa barang yang dijual benar-benar dalam kekuasaan penjual, tidak semacam burung yang lepas atau barang yang masih dalam kekuasaan orang lain.
Syarat yang keenam, tentang sifat atau spesifikasi barang yang dijual, ini dapat diketahui dengan dilihat langsung, disebutkan spesifikasinya secara yang lengkap, atau dilengkapi dengan contoh dalam gambar atau video.
Selama syarat-syarat di atas terpenuhi dan barang sesuai dengan spesifikasi, transaksi boleh dilakukan dengan alat komunikasi masa kini, baik melalui telepon, SMS, dan sejenisnya.
Apabila terjadi ketidaksesuaian antara spesifikasi barang dan kenyataannya, pembeli berhak mengembalikan barang tersebut kepada penjual.
Fatwa asy-Syaikh Shalih al-Fauzan
Seseorang bertanya kepada asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah terkait dengan barang dagangan yang dijual di internet. Dia menerima pembayaran melalui internet. Dia juga bekerja sama dengan bank. Apakah jual beli tersebut sah?
Beliau menjawab, “Pada asalnya jual beli itu terjadi dalam satu majelis yang terdiri dari penjual dan pembeli. Akan tetapi, apabila Anda mengetahui penjual dan mendengar suaranya, lalu terjadi ijab dan qabul (transaksi syar’i), dan Anda yakin bahwa orang tersebut Anda kenal, jual belinya sah. Ini disebut majelis hukmi (secara hukum syar’i termasuk kategori ‘majelis’). Adapun meng-qabdh (menerima) uang, bisa Anda lakukan dengan cara apa saja.” (Fatwa asy-Syaikh Shalih al-Fauzan)
Ditulis oleh al-Ustadz Qomar Suaidi