• Majalah Islam AsySyariah
Senin, Maret 1, 2021
Majalah Asy Syariah
  • Beranda
  • Majalah
    • Tebar Asy-Syariah
    • Daftar Agen
    • Majalah Asy Syariah – Digital
  • Tanya Jawab
  • Artikel
    • All
    • Akhlak
    • Akidah
    • Doa
    • Hadits
    • Kajian Utama
    • Khutbah Jumat
    • Manhaji
    • Pengantar Redaksi
    • Permata Salaf
    • Surat Pembaca
    • Tafsir
    Akidah Ahmadiyah

    Akidah Ahmadiyah

    Hukum Orang yang Mengaku Sebagai Nabi & Rasul

    Hukum Orang yang Mengaku Sebagai Nabi & Rasul

    Kemunculan Nabi Palsu, Pertanda Datangnya Hari Kiamat

    Kemunculan Nabi Palsu, Pertanda Datangnya Hari Kiamat

    Kenabian dan Kerasulan Berakhir dengan Kenabian dan Kerasulan Muhammad

    Kenabian dan Kerasulan Berakhir dengan Kenabian dan Kerasulan Muhammad

    Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

    Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

    Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

    Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

    Trending Tags

    • Audio
      • Audio Tanya Jawab
      • Audio Kajian
      • Audio Khutbah Jumat
      • Audio Kutipan
    • Ebook
    No Result
    View All Result
    Majalah Asy Syariah
    • Beranda
    • Majalah
      • Tebar Asy-Syariah
      • Daftar Agen
      • Majalah Asy Syariah – Digital
    • Tanya Jawab
    • Artikel
      • All
      • Akhlak
      • Akidah
      • Doa
      • Hadits
      • Kajian Utama
      • Khutbah Jumat
      • Manhaji
      • Pengantar Redaksi
      • Permata Salaf
      • Surat Pembaca
      • Tafsir
      Akidah Ahmadiyah

      Akidah Ahmadiyah

      Hukum Orang yang Mengaku Sebagai Nabi & Rasul

      Hukum Orang yang Mengaku Sebagai Nabi & Rasul

      Kemunculan Nabi Palsu, Pertanda Datangnya Hari Kiamat

      Kemunculan Nabi Palsu, Pertanda Datangnya Hari Kiamat

      Kenabian dan Kerasulan Berakhir dengan Kenabian dan Kerasulan Muhammad

      Kenabian dan Kerasulan Berakhir dengan Kenabian dan Kerasulan Muhammad

      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

      Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

      Trending Tags

      • Audio
        • Audio Tanya Jawab
        • Audio Kajian
        • Audio Khutbah Jumat
        • Audio Kutipan
      • Ebook
      No Result
      View All Result
      Majalah Asy Syariah
      No Result
      View All Result
      Home Majalah Edisi 091 s.d. 100 Asy Syariah Edisi 091

      Antara Syukur dan Kufur Nikmat

      Oleh Redaksi
      22/08/2013
      di Asy Syariah Edisi 091, Ibrah
      0
      Antara Syukur dan Kufur Nikmat

      Masih ingatkah Anda dengan kisah tiga orang bani Israil yang diuji oleh Allah Subhanahu wata’ala dengan penyakit yang membuat orang-orang yang di sekeliling mereka merasa jijik? Betul, salah satu di antara mereka berpenyakit belang, kulitnya rusak dan jelek; yang lain kepalanya tidak ditumbuhi rambut sama sekali; dan yang ketiga buta, tidak dapat melihat. Mereka diuji oleh Allah Subhanahu wata’ala dengan kesenangan berupa kesehatan, sembuh dari penyakit yang mereka derita, bahkan diberi-Nya pula kekayaan. Namun, di akhir cerita, orang yang terkena penyakit kulit dan botak dikembalikan oleh Allah Subhanahu wata’ala seperti semula. Adapun yang buta tetap melihat, bahkan kekayaannya diberkahi. Demikianlah yang dikisahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak pernah mendengarnya dari seorang pendeta atau ahli ilmu mana pun. Tidak lain, hal itu berasal dari Allah Subhanahu wata’ala.

      Dua orang pertama dikembalikan karena mengingkari kesenangan yang telah mereka rasakan. Itulah akibat mengkufuri nikmat. Adapun orang yang ketiga tetap dengan kesehatan dan kekayaannya. Itulah buah dari rasa syukur. Itulah sunnah Allah Subhanahu wata’ala yang membagi manusia menjadi dua golongan: yang bersyukur dan yang kafir. Tentu saja yang paling dibenci oleh Allah Subhanahu wata’ala adalah kekafiran dan para pelakunya, sedangkan yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wata’ala adalah syukur dan orang-orang yang bersyukur. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

      إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ ۖ وَلَا يَرْضَىٰ لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ ۖ وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ ۗ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ

      “Jika kamu kafir, sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba- Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (az- Zumar: 7)

      Iman itu terdiri atas dua bagian: syukur dan sabar. Syukur adalah pencarian terbaik orang-orang yang berbahagia. Kedudukannya di dalam agama sangat mulia. Kadang Allah Subhanahu wata’ala menggandengkannya dengan zikir atau dengan keimanan. Bahkan, Allah Subhanahu wata’ala mengaitkan adanya tambahan karena adanya syukur, sebagaimana firman-Nya,

      وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

      Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)

      Allah Subhanahu wata’ala menerangkan pula bahwa mereka yang pandai bersyukur itulah yang mengabdi dengan sebenar-benarnya kepada Allah Subhanahu wata’ala, sedangkan orang-orang yang tidak tahu bersyukur kepada- Nya, tidaklah tergolong orang-orang yang beribadah kepada-Nya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

      وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

      “Dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (al-Baqarah: 172)

      Semua yang dirasakan oleh manusia di dunia ini tidak lepas dari dua hal. Yang pertama, sesuai dengan keinginan jiwa manusia; dan yang kedua, tidak sesuai dengan jiwanya. Yang pertama bisa berupa kesehatan, keselamatan, kekayaan, kedudukan, dan berbagai kesenangan lainnya. Adapun yang kedua adalah kebalikan atau lawannya. Kedua hal ini diturunkan oleh Allah Subhanahu wata’ala ke tengah-tengah manusia untuk menjadi ujian bagi mereka. Demikianlah firman Allah Subhanahu wata’ala,

      وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً

      “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya).” (al-Anbiya: 35)

      Artinya, Kami memberi ujian kepada kalian dalam bentuk musibah dan kesenangan, agar Kami melihat siapa di antara kalian yang bersyukur dan siapa yang kafir. Siapa pula yang bersabar dan siapa yang berputus asa. Akan tetapi, sebagaimana kata sebagian salaf yang saleh, “Terhadap ujian berupa musibah, bisa saja seorang mukmin dan kafir itu sabar menghadapinya. Tetapi, tidak ada yang lulus menghadapi ujian yang berujud kesenangan selain orang yang benar-benar jujur dan benar keimanannya (shiddiq).” Sahabat yang mulia, ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, dengan penuh kerendahan hati, tanpa menganggap suci dirinya meski telah dipastikan masuk surga, masih mengatakan, “Kami diuji dengan kesulitan, tetapi kami mampu bersabar. Namun, ketika diuji dengan kesenangan, kami tidak sabar menghadapinya.” Kalau seorang sahabat semulia ini menyadari kelemahan dirinya, padahal beliau memiliki keutamaan yang tidak dapat ditandingi oleh orang-orang yang sesudahnya, bahkan terkenal pula sebagai orang yang dermawan dan zuhud, bagaimana kiranya dengan mereka yang hidup sesudah zaman beliau? Wallahul musta’an.

      Untuk menanamkan bagaimana jelasnya hakikat syukur dan kufur, berikut buahnya masing-masing, Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya n sering membuat perumpamaan yang mudah dicerna. Perumpamaan itu kadang berupa kisah yang pernah terjadi di masa lalu. Karena Allah Subhanahu wata’aladan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menerangkannya kepada kita, sudah pasti itu semua adalah benar dan pasti terjadi di alam nyata, bukan dongeng. Bahkan, kisah tersebut sarat dengan pelajaran hidup yang berharga buat mereka yang masih mempunyai hati dan mau mencurahkan perhatiannya terhadap kisah tersebut. Sebagian perumpamaan itu telah diceritakan dalam edisi sebelumnya. Kali ini adalah kiash tentang dua orang yang punya hubungan dekat, yang satu kaya tetapi musyrik, sedangkan yang lain mukmin tetapi miskin. Dari kisah ini kita akan memahami arti syukur dan bahaya mengingkari (kufur) nikmat/kesenangan yang telah dilimpahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala.

      Musyrik yang Kaya & Fakir yang Mukmin

      Al-Baghawi  rahimahullah dalam tafsirnya menukil dari ‘Abdullah bin al-Mubarak, dari Ma’mar, dari ‘Atha’ al-Khurasani yang menceritakan bahwa dahulu ada dua laki-laki yang melakukan kerja sama. Keduanya memperoleh laba sebesar delapan ribu dinar. Ada juga pendapat yang mengatakan, keduanya adalah dua bersaudara yang mendapat warisan sebanyak itu juga. Kemudian, keduanya membagi rata harta tersebut. Salah seorang dari mereka membeli tanah seharga seribu dinar. Yang lain, demi melihat temannya membeli tanah seharga seribu dinar, berkata, “Ya Allah, Si Fulan telah membeli tanah seribu dinar, maka Aku membeli tanah di surga dari-Mu seharga seribu dinar.” Dia pun bersedekah dengan seribu dinar itu. Lelaki pertama mulai membangun rumah dengan harga seribu dinar, maka lelaki kedua pun berkata pula, “Ya Allah, si Fulan telah membangun rumah seharga seribu dinar, maka Aku membeli rumah di surga dari Engkau seharga seribu dinar.” Lalu dia pun menyedekahkan seribu dinar yang kedua.

      Lelaki pertama kemudian menikahi seorang wanita dengan mahar seribu dinar, maka yang kedua berkata pula, “Ya Allah, si Fulan telah menikahi seorang wanita dengan seribu dinar, maka Aku melamar dari-Mu seorang wanita surga dengan seribu dinar,” dan dia pun menyedekahkan seribu dinar berikutnya. Lelaki pertama membeli pelayan dan perabotan dengan seribu dinar. Lelaki kedua mengetahuinya dan berkata, “Ya Allah, si Fulan membeli pelayan dengan seribu dinar, maka Aku membeli dari-Mu pelayan dan perabotan dengan seribu dinar,” lalu dia pun menyedekahkan seribu dinar terakhir. Akhirnya, 4.000 dinar di tangan lelaki kedua itu habis. Dia tidak mempunyai uang sepeser pun untuk memenuhi keperluan hidupnya. Rumah, dia tidak punya, apalagi perabotannya, atau istri dan pelayan yang membantunya mengurusi rumah itu. Usaha atau ma’isyah, dia juga tidak punya. Bangkrut, itulah istilah yang lumrah diberikan kepadanya. Suatu ketika dia berniat menemui temannya, mudah-mudahan dia bisa memperoleh kebaikan dari temannya itu.

      Dia pun duduk di jalan yang biasa dilalui oleh temannya. Begitu tiba di hadapannya, lelaki yang kehabisan uang itu berdiri. Lelaki yang pertama, yang telah menghabiskan hartanya untuk membeli tanah, rumah dan seterusnya, berhenti dan menatap orang yang di hadapannya. Dalam keadaan terkejut dia berkata, “Fulan? Ada apa denganmu?” “Betul,” kata lelaki kedua, “Saya ada keperluan mendesak.” “Mana hartamu, bukankah kamu sudah membawa separuhnya?” Lelaki kedua itu menceritakan apa yang dilakukannya selama ini. Lelaki pertama berkata dengan sinis, “Pergilah, aku tidak akan memberimu sepeser pun.” Dalam riwayat lain, disebutkan, bahwa lelaki kedua dibawa oleh yang pertama berkeliling melihat-lihat harta kekayaannya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

      وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلًا رَّجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا () كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِم مِّنْهُ شَيْئًا ۚ وَفَجَّرْنَا خِلَالَهُمَا نَهَرًا () وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنكَ مَالًا وَأَعَزُّ نَفَرًا () وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا () وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِن رُّدِدتُّ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِّنْهَا مُنقَلَبًا () قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا  () لَّٰكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا () وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ إِن تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنكَ مَالًا وَوَلَدًا () فَعَسَىٰ رَبِّي أَن يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِّن جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِّنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا () أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَن تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا () وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَىٰ مَا أَنفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا () وَلَمْ تَكُن لَّهُ فِئَةٌ يَنصُرُونَهُ مِن دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنتَصِرًا () هُنَالِكَ الْوَلَايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ ۚ هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ عُقْبًا

      Dan berikanlah kepada mereka perumpamaan dua orang laki-laki yang Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma. Di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, Dia mempunyai kekayaan besar, maka dia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika bercakap-cakap dengan dia, “Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat.” Dia memasuki kebunnya dalam keadaan zalim terhadap dirinya sendiri; dia berkata, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya. Aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang. Jika sekiranya aku dikembalikan kepada Rabbku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebunkebun itu.” Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya—ketika dia bercakap-cakap dengannya, “Apakah kamu kafir kepada (Allah) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi, aku (percaya bahwa) Dialah Allah, Rabbku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Rabbku.

      Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu, ‘Masya Allah, la quwwata illa billah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).’ Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, maka mudah-mudahan Rabbku akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik daripada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit kepada kebunmu; hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin; atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi.” Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedangkan pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata, “Aduhai kiranya dahulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Rabbku.” Dan tidak ada bagi dia segolongan pun yang akan menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. Di sana, pertolongan itu hanya dari Allah yang haq. Dia adalah sebaikbaik pemberi pahala dan sebaik-baik pemberi balasan. (al-Kahfi: 32—44)

      Allah Subhanahu wata’ala memerintah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam membuat tamsil untuk orang-orang kafir Quraisy dan selain mereka. Tamsil itu menerangkan tentang dua orang yang bersahabat. Salah satu dari mereka adalah petani yang kaya raya dengan sawah ladang yang subur dan hasil panen yang berlimpah serta pengikut yang banyak. Yang satunya adalah lelaki miskin, serba kekurangan. Suatu ketika, petani kaya itu memasuki kebunnya bersama temannya yang miskin. Kebun itu dipenuhi anggur dan kurma yang lebat buahnya. Di selasela kebun itu, mengalir sebuah anak sungai yang jernih. Petani kaya itu dengan bangga memerhatikan anggur – anggur bergelantungan dan buah kurma yang berjuntai di tandan-tandannya. Dia pun berkata kepada temannya, “Hartaku lebih banyak darimu, demikian pula pengikutku.” Si Kaya sengaja menyebut-nyebut kekayaan dan kedudukannya untuk membanggakan dirinya, bukan sebagai tanda syukur kepada Allah Subhanahu wata’ala yang telah memberinya kenikmatan tersebut.1

      Si Kaya melanjutkan, “Aku tidak yakin anggur dan kurma yang ada di kebun ini akan berhenti berbuah….” Rasa bangga dengan anggur yang berbuah lebat, daun-daunan yang hijau, air jernih yang mengalir di sela-sela tanamannya, serta kurma yang berjuntai di tandan-tandannya, membuatnya lupa bahwa dunia tidak diciptakan untuk kekal bagi siapa pun, bahkan dia pun tidak pula akan selamanya dapat merasakan lezatnya dunia. Dengan pandangannya yang sempit tentang dunia ini, dia pun berani mengingkari adanya kehidupan di seberang kematian. Dia berkata dengan sombongnya, “Aku pun tidak percaya kiamat akan terjadi. Kalaupun aku mati, pasti aku akan menerima kebaikan….” Menurut dia, andaikata kiamat itu terjadi juga, maka sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala telah memberinya kesenangan hidup selama di dunia, di akhirat pun Allah Subhanahu wata’ala pasti memberinya kesenangan. Anggapan seperti ini hampir merata ada di dalam hati orang-orang yang tidak beriman kepada hari kemudian. Mereka mengira, kalau di dunia sudah merasakan kesenangan, di akhirat juga pasti merasakannya. Atau sebaliknya, di dunia mereka dalam keadaan sengsara, di akhirat juga pasti sengsara. Temannya yang miskin kembali mengingatkan (sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala),

      أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا

      “Apakah kamu kafir kepada (Allah) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?”

      Bagaimana bisa kamu tidak beriman kepada Allah Subhanahu wata’ala dan hari kebangkitan, padahal Dia telah menciptakanmu dari setetes air yang hina lalu menjadikanmu manusia yang utuh dan sempurna? Dia melanjutkan (sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala),

      لَّٰكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا

       “Tetapi, aku (percaya bahwa), Dialah Allah, Rabbku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Rabbku.”

      Meskipun aku miskin dan sangat memerlukan bantuan, aku tidak akan menyekutukan Allah Subhanahu wata’ala dengan sesuatu pun. Aku tidak akan menukar agamaku. Aku memang miskin, harta dan anak-anakku lebih sedikit daripada milikmu, tetapi aku yakin Rabbku (Allah) akan memberi aku lebih baik dari yang diberikan-Nya kepadamu dan menimpakan bencana kepada kebunmu, lalu kamu akan melihatnya berubah, hilang warna hijau dan keindahannya. Atau, airnya menyusut ke dalam tanah, hingga kamu tidak bisa mencarinya. Mengapa kamu tidak mengucapkan, ‘Masya Allah, la quwwata illa billah,’ setiap memasuki kebunmu? Bukankah tidak ada satu pun yang dapat memeliharanya selain Allah Subhanahu wata’alal?” Akan tetapi, si Kaya tidak mau memerhatikan nasihat tersebut. Suatu hari, si Kaya itu memasuki kebunnya untuk menikmati pemandangan indah yang ada di sawah ladangnya.

      Begitu kakinya memasuki pintu kebun itu, dia terbelalak dan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Kebunnya hancur. Tidak ada lagi anggur ranum yang bergelantungan ataupun tandantandan kurma yang bernas menjuntai. Bahkan, daun-daun hijau yang menghiasi tanamannya berserakan di atas tanah. Dia pun memukulkan tapak tangannya satu sama lain karena ngeri melihat kehancuran di depan matanya. Saat itu juga dia teringat ucapan temannya, maka dia pun menyesal, “Duhai kiranya aku tidak menyekutukan Rabbku dengan sesuatu apa pun.” Tetapi, penyesalannya terlambat karena kebun itu tidak lagi bermanfaat baginya. Itulah akibat kekafirannya dan tidak bersyukur atas kesenangan yang diperolehnya. Dia menyebutnyebut kesenangan itu hanya untuk membanggakan diri terhadap orang lain, bukan untuk mengingat Allah Subhanahu wata’ala yang telah memberinya kesenangan tersebut.

      Karena kesombongannya itu, Allah Subhanahu wata’ala melenyapkan keindahan kebunkebunnya dan menggantikannya dengan puing-puing serta tumpukan daun, pokok kurma, dan anggur yang tidak ada gunanya. Semua kering, hancur luluh. Itulah perumpamaan yang Allah Subhanahu wata’ala buat untuk umat manusia, baik orang-orang Quraisy yang dihadapi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam saat itu maupun yang datang setelah mereka dan bangsa lainnya. Sebuah tamsil yang menerangkan keadaan orang-orang Quraisy yang menentang nikmat paling mulia yang dilimpahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala kepada mereka, yaitu diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ke tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri. Mereka diingatkan akan akibat buruk yang akan mereka rasakan jika kekafiran itu terus melekat pada diri mereka. Kemudian, Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

      هُنَالِكَ الْوَلَايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ ۚ هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ عُقْبًا

      “Di sana pertolongan itu hanya dari Allah yang haq, Dia adalah sebaik-baik pemberi pahala dan sebaik-baik pemberi balasan.”

      Pada hari kiamat nanti, Allah Subhanahu wata’ala hanya akan membela orang-orang yang beriman.

      Beberapa Faedah dan Hikmah

      Kisah ini mengingatkan kita tentang beberapa pelajaran hidup sebagai berikut.

      1. Di dalam hidup ini selalu ada ujian yang silih berganti. Ujian itu tidak hanya berupa kesulitan, tetapi juga kesenangan dan kemudahan. Kisah-kisah orangorang yang terdahulu adalah pelajaran dan peringatan bagi orang-orang yang datang belakangan.

      2. Dunia ini manis dan menipu, terkhusus terhadap orang-orang yang lemah iman.

      3. Rezeki itu di tangan Allah Subhanahu wata’ala. Dia-lah yang telah menciptakan manusia, sehingga tentu tidak akan membiarkan mereka sia-sia begitu saja.

      4. Kewajiban untuk beriman kepada hari kebangkitan/pembalasan, bahwa setiap orang pasti akan datang menemui Allah Subhanahu wata’ala untuk dihisab dan diberi balasan sesuai dengan amalannya.

      5. Kekafiran dan kemaksiatan adalah perbuatan zalim terhadap diri sendiri. Keduanya tidak akan menimbulkan mudarat kecuali terhadap diri sendiri.

      6. Proses penciptaan manusia mulai dari setetes mani hingga menjadi manusia yang sempurna menunjukkan kekuasaan Allah Subhanahu wata’ala sekaligus menegaskan keberhakan-Nya untuk menerima peribadatan dari seluruh makhluk-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya.

      7. Disyariatkan untuk berzikir menyebut nama Allah Subhanahu wata’ala ketika melihat kebaikan dan merasakan nikmat.

      8. Kesyirikan dan kemaksiatan adalah sebab rusaknya harta dan hilangnya rezeki.

      9. Bersyukur kepada Allah Subhanahu wata’ala akan mengundang nikmat yang berikutnya, sekaligus memelihara nikmat yang sudah ada. Wallahu a’lam.

      Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Harits

      Tags: nasehatrenungan
      Previous Post

      Al-Fattah

      Next Post

      Penguasa 1/3 Belahan Dunia Dari Quraisy Al-Faruq ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu (2)

      Related Posts

      Nabi Adam Dikeluarkan dari Surga

      Nabi Adam Dikeluarkan dari Surga

      Oleh Redaksi
      25/12/2020
      0

      Iblis telah bersumpah akan menghalangi manusia dari jalan Allah. Dengan berbagai cara, ia berusaha menyesatkan manusia. Namun, Allah tidak membiarkan...

      Nabi Ibrahim Membangun Ka’bah

      Nabi Ibrahim Membangun Ka’bah

      Oleh Redaksi
      14/12/2020
      0

      Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimas salam bahu-membahu menyempurnakan bangunan Ka'bah, rumah suci itu. Hingga ketika sampai pada letak Hajar Aswad...

      Next Post
      Penguasa 1/3 Belahan Dunia Dari Quraisy Al-Faruq ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu (1)

      Penguasa 1/3 Belahan Dunia Dari Quraisy Al-Faruq ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu (2)

      Orang-orang yang Mendapatkan Pahala Dua Kali

      Orang-orang yang Mendapatkan Pahala Dua Kali

      Aktual

      Membaca Al-Qur’an pada Pembukaan Acara

      Oleh Redaksi
      28/02/2021
      0
      Membaca Al-Qur’an pada Pembukaan Acara
      Aktual

      Pertanyaan: Saya sering diminta untuk membaca Al-Qur’an pada pembukaan acara sekolah saya. Kadang-kadang saya memenuhinya. Namun, permintaan kali ini saya...

      Selengkapnya

      Tidak Shalat karena Mengira Haid

      Oleh Redaksi
      28/02/2021
      0
      Tidak Shalat karena Mengira Haid
      Aktual

      Pertanyaan: Dua hari sebelum hari haid terdapat bercak darah sedikit. Saya sempat ragu, tetapi karena tanggal biasa haid kurang dua...

      Selengkapnya

      Artikel Terbaru

      Akidah Ahmadiyah
      Asy Syariah Edisi 041

      Akidah Ahmadiyah

      Oleh Redaksi
      15/02/2021
      0

      Kelompok Ahmadiyah memiliki akidah yang sangat bertolak belakang dengan akidah kaum muslimin pada umumnya. Oleh karena itu, seharusnya mereka tidak...

      Selengkapnya
      Hukum Orang yang Mengaku Sebagai Nabi & Rasul

      Hukum Orang yang Mengaku Sebagai Nabi & Rasul

      14/02/2021
      Kemunculan Nabi Palsu, Pertanda Datangnya Hari Kiamat

      Kemunculan Nabi Palsu, Pertanda Datangnya Hari Kiamat

      13/02/2021

      Audio Terbaru

      Cadar & Celana Cingkrang, Simbol Radikalisme?

      Cadar & Celana Cingkrang, Simbol Radikalisme?

      Oleh Redaksi
      31/10/2020
      0

      Pertanyaan: Apakah cadar dan celana panjang di atas mata kaki (cingkrang) adalah simbol radikalisme, atau simbol anti-merah putih NKRI? Pertanyaan...

      takaran 1 sho' zakat fitrah

      Ukuran Zakat Fitrah Sesuai Ukuran Sha’ di Zaman Nabi

      Oleh Redaksi
      22/05/2020
      0

      Tanya: Bismillah Telah beredar luas sebuah potongan video yang berisi penjelasan ukuran zakat fitrah sesuai ukuran sha’ di zaman Nabi,...

      Tolak Bencana musibah dengan Takwa

      Tolak Musibah dengan Takwa

      Oleh Redaksi
      13/05/2020
      0

      Link Download Audio Untuk menolak bala tersebut... Untuk menolak musibah tersebut, solusi yang Allah dan Rasul sebutkan...

      nasihat untuk tenaga medis terkait wabah covid19

      Nasihat dan Dukungan untuk Tenaga Medis Terkait Covid-19

      Oleh Redaksi
      27/03/2020
      0

      Link Download Audio Kepada para tenaga medis yang berkecimpung dalam penanganan pasien virus Corona (Covid-19), saya menasihatkan...

      Majalah Asy Syariah (versi digital)

      Selain versi cetak, tersedia pula Majalah Asy Syariah dalam versi digital, Untuk membaca versi digital, Anda bisa mengunduhnya di Smartphone Android anda dengan menggunakan Aplikasi Google Play Book

      KUNJUNGI MAJALAH ASY SYARIAH DI GOOGLE PLAY BOOK

      AsySyariah edisi khusus 02 Mengapa Teroris Tidak Pernah Habis?

      Kontak

      Redaksi: 0813-2807-8414
      Sirkulasi: 0858-7852-5401
      Layanan: 0823-2741-2095
      Email: asysyariah@gmail.com

      Tentang Majalah AsySyariah

      Majalah AsySyariah adalah Majalah ahlussunnah wal jamaah di Indonesia. Membahas dan menampilkan pembahasan artikel berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah dengan apa yang di pahami oleh generasi awal umat ini.

      Alamat

      Jl. Titi Bumi - Potrojoyo 2 No. 082 (gg. Kenanga 26B) RT 01 Patran, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55599

      • Majalah Islam AsySyariah
      • Pengiriman
      • Daftar Agen

      © 1442 H Majalah Asy Syariah
      Web Desain oleh DakwahStudio.

      No Result
      View All Result
      • Beranda
      • Majalah
        • Tebar Asy-Syariah
        • Daftar Agen
        • Majalah Asy Syariah – Digital
      • Tanya Jawab
      • Artikel
      • Audio
        • Audio Tanya Jawab
        • Audio Kajian
        • Audio Khutbah Jumat
        • Audio Kutipan
      • Ebook

      © 1442 H Majalah Asy Syariah
      Web Desain oleh DakwahStudio.