Arti Nama Allah: Al-Bashir

Dalil Nama Allah Al-Bashir

Nama Allah al-Bashir (الْبَصِيرُ) adalah salah satu Asmaul Husna. Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan nama-Nya ini dalam beberapa ayat. Di antaranya,

إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرًا

“Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (an-Nisa: 58)

Demikian pula firman-Nya,

لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٌۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (asy-Syura: 11)

Adapun dalil dari hadits di antaranya hadits Abu Musa al-Asy’ari radhiallahu anhu,

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ، فَكُنَّا إِذَا عَلَوْنَا كَبَّرْنَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّهَا النَّاسُ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا، وَلَكِنْ تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا. ثُمَّ أَتَى عَلَيَّ وَأَنَا أَقُولُ فِي نَفْسِي: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ. فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ قَيْسٍ، قُلْ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ، فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ -أَوْ قَالَ: أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ هِيَ كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ

Baca juga: Adab-Adab Safar

“Kami bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam safar. Apabila kami menaiki dataran tinggi, kami mengucapkan takbir[1]. Beliau mengatakan, ‘Wahai manusia, kasihilah diri kalian karena kalian tidaklah menyeru Dzat yang tuli atau jauh. Akan tetapi, Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.’

Lalu beliau mendatangiku, sementara aku sedang mengucapkan dalam diriku, ‘La haula wala quwwata illa billah.’

Beliau mengatakan, ‘Wahai Abdullah bin Qais (yakni nama Abu Musa), ucapkanlah La haula wala quwwata illa billah. Sesungguhnya, itu adalah salah satu kekayaan yang tersimpan di surga.’

Atau beliau mengatakan, ‘Tidakkah kamu mau aku tunjukkan salah satu harta kekayaan di surga? (Yaitu) La haula wala quwwata illa billah’.” (HR. al-Bukhari no. 5905, 7386)

Arti Nama Allah Al-Bashir

Dengan demikian, kita mengimani bahwa salah satu Asmaul Husna adalah al-Bashir (البَصِير). Artinya ialah Yang Maha Melihat. Berarti pula, salah satu sifat Allah subhanahu wa ta’ala adalah al-bashar (البَصَر), yakni melihat.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah mengatakan,

“Arti (nama Allah) al-Bashir adalah Yang melihat segala sesuatu walaupun lembut dan kecil. Jadi, Dia melihat langkah semut kecil yang hitam pada malam yang kelam di atas batu yang keras. Dia juga melihat apa yang di bawah tujuh bumi sebagaimana melihat apa yang di atas langit yang tujuh. Dia juga mendengar dan melihat siapa saja yang berhak mendapatkan balasan-Nya sesuai dengan hikmah-Nya. Makna yang terakhir ini kembali kepada hikmah-Nya.” (Tafsir as-Sa’di)

Dalam ayat dan hadits yang lain, Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan sifat melihat dengan sebutan ru`yah (يَرَى-رُأْيَةً). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قَالَ لَا تَخَافَآۖ إِنَّنِي مَعَكُمَآ أَسۡمَعُ وَأَرَىٰ

Allah berkata, “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua. Aku mendengar dan melihat.” (Thaha: 46)

أَلَمۡ يَعۡلَم بِأَنَّ ٱللَّهَ يَرَىٰ

“Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?” (al-‘Alaq: 14)

Baca juga: Merasa Diawasi Allah

Dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ الْإِحْسَانِ. قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Malaikat Jibril bertanya kepada Nabi, “Apakah ihsan itu?”

Beliau menjawab, “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Qiwamussunnah al-Ashfahani rahimahullah mengatakan,

“Penglihatan Sang Pencipta tidak seperti penglihatan makhluk. Pendengaran Sang Pencipta juga tidak seperti pendengaran makhluk… Jadi, Allah azza wa jalla melihat apa yang di bawah tanah dan apa yang di bawah bumi yang ketujuh, serta apa yang di langit-langit yang tinggi. Tidak ada sesuatu pun yang luput atau tersembunyi dari pandangan-Nya. Dia melihat apa yang berada di dalam lautan berikut kegelapannya, sebagaimana Dia melihat apa yang di langit.

Sementara itu, manusia hanya melihat apa yang dekat dengan pandangannya. Adapun yang jauh, tidak mampu mereka lihat. Selain itu, manusia juga tidak mampu melihat sesuatu yang tertutupi antara dia dan sesuatu itu….

Terkadang, nama itu sama, tetapi maknanya berbeda.” (al-Hujjah, 1/181)

Baca juga: Mengenal Allah

Dalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan pula sifat an-nazhar (النَظَر). Artinya juga melihat. Firman-Nya,

وَلَا يَنظُرُ إِلَيۡهِمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ

“Dan Allah tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat.” (Ali Imran: 77)

Sifat ini juga disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu. Dia berkata,

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta benda kalian. Akan tetapi, Dia melihat kepada kalbu dan amal kalian.” (HR. Muslim)

Dalam ayat dan hadits yang lain disebutkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memiliki mata. Ini adalah sifat Allah subhanahu wa ta’ala yang berkaitan dengan Dzat-Nya. Tentu saja, mata Allah subhanahu wa ta’ala sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, tidak sama dengan mata makhluk yang identik dengan kelemahan dan kekurangan.

Nama bisa sama, tetapi hakikatnya berbeda. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٌۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ

“Tidaklah ada yang serupa dengan-Nya sesuatu pun, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (asy-Syura: 11)

Baca juga: Arti Nama Allah: Allah dan Al-Ilah

Tentang sifat mata ini, Allah subhanahu wa ta’ala telah menyebutkan dalam beberapa ayat. Di antaranya,

وَٱصۡنَعِ ٱلۡفُلۡكَ بِأَعۡيُنِنَا وَوَحۡيِنَا

“Dan buatlah bahtera itu dengan penglihatan mata Kami dan petunjuk Kami.” (Hud: 37)

وَأَلۡقَيۡتُ عَلَيۡكَ مَحَبَّةً مِّنِّي وَلِتُصۡنَعَ عَلَىٰ عَيۡنِيٓ

“Dan aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku, dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan mata-Ku.” (Thaha: 39)

وَٱصۡبِرۡ لِحُكۡمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعۡيُنِنَاۖ

“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan dari Rabbmu, sesungguhnya kamu dalam penglihatan mata Kami.” (ath-Thur: 48)

Dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu disebutkan,

قَرَأَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرًا} فَوَضَعَ إِصْبَعَهُ الدُّعَاءَ عَلىَ عَيْنَيْهِ وَإِبْهَامَهُ عَلىَ أُذُنَيْهِ

Nabi shallallahu alaihi wa sallam membaca ayat ini (artinya), ‘Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Melihat.’ Lalu beliau meletakkan jari telunjuknya pada kedua matanya dan ibu jarinya pada dua telinganya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dalam Kitabut Tauhid hlm. 43, ad-Darimi dalam Radd ‘alal Marisi hlm. 47, Ibnu Hibban no. 265, al-Baihaqi dalam al-Asma` wash Shifat no. 390. Lafaz hadits di atas adalah lafaz ad-Darimi rahimahullah. Hadits ini dinilai sahih oleh al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Abi Dawud)

Baca juga: Arti Nama Allah: Al-Aziz

Al-Harras rahimahullah berkata, “Makna hadits ini adalah Allah subhanahu wa ta’ala mendengar dengan pendengaran dan melihat dengan mata. Jadi, hadits ini merupakan bantahan terhadap Mu’tazilah dan sebagian Asy’ariyah yang berpendapat bahwa arti pendengaran-Nya adalah pengetahuan-Nya terhadap sesuatu yang dapat didengar, dan arti penglihatan-Nya adalah pengetahuan-Nya terhadap sesuatu yang dapat dilihat. Tanpa diragukan lagi, ini adalah tafsir yang salah. Sebab, pendengaran dan penglihatan itu maknanya lebih dari sekadar pengetahuan, karena pengetahuan terkadang dapat diperoleh tanpanya.” (Syarh Nuniyyah, 2/72—73)

Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ لَا يَخْفَى عَلَيْكُمْ إِنَّ اللهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ -وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى عَيْنِهِ- وَإِنَّ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ أَعْوَرُ الْعَيْنِ الْيُمْنَى كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ

“Sesungguhnya Allah tidak tersamarkan bagi kalian. Sesungguhnya, Allah tidak buta sebelah (dan beliau mengisyaratkan kepada matanya). Dan sesungguhnya al-Masih ad-Dajjal mata sebelah kanannya cacat, seolah matanya sebiji anggur yang menonjol.” (HR. al-Bukhari no. 4707 dari Ibnu Umar radhiallahu anhu)

Ibnu Khuzaimah rahimahullah mengatakan,

“Setiap mukmin wajib menetapkan bagi Penciptanya dan Pembentuk rupanya, apa yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta dan Pembentuk rupa untuk Diri-Nya, yaitu mata. Adapun selain mukmin, dia menolak dan meniadakan dari Allah subhanahu wa ta’ala apa yang Dia tetapkan untuk Diri-Nya dalam Al-Qur’an, dengan keterangan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang Dia angkat sebagai penjelas apa yang datang dari-Nya.

وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيۡهِمۡ وَلَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.” (an-Nahl: 44)

Baca juga: Metode Tafsir Al-Qur’an

Nabi shallallahu alaihi wa sallam menerangkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memiliki dua mata. Keterangan beliau sesuai dengan keterangan Al-Qur’an….”

Beliau juga mengatakan, “Dan kami mengatakan bahwa Rabb kami, Sang Pencipta, memiliki dua mata. Dengan keduanya, Dia melihat apa yang berada di bawah tanah, bahkan di bawah bumi yang ketujuh, dan apa yang berada pada langit-langit yang tinggi.”

Demikian pula penjelasan al-Lalaka`i rahimahullah dalam Ushulul I’tiqad.

Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Ahlus Sunnah bersepakat bahwa mata Allah subhanahu wa ta’ala ada dua. Yang mendukung ijmak (kesepakatan) ini adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang Dajjal, ‘Sesungguhnya ia buta sebelah, dan Rabb kalian tidak buta sebelah’.” (‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah)

Buah Mengimani Nama Allah Al-Bashir

Buah mengimani nama Allah al-Bashir tentu sangat jelas, yaitu akan menumbuhkan sikap muraqabah pada diri orang yang mengimaninya. Maksudnya, dia senantiasa merasa diawasi oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan begitu, dia selalu mawas diri dan mempertimbangkan segala langkah yang akan ia tempuh dalam gerak-geriknya.

Sumber Bacaan

  • Shifatullah al-Waridah fil Kitabi was Sunnah
  • Tafsir as-Sa’di
  • Syarh Nuniyyah, dll.

Catatan Kaki

[1] Dalam lafaz lain, “… sampai kami mengeraskan suara kami.” (HR. al-Bukhari, no. 2770)

(Ustadz Qomar Z.A., Lc.)