Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.
Islam adalah agama yang sempurna. Islam pasti memiliki bimbingan dan tuntunan dengan lengkap dalam seluruh aspek kehidupan. Kalau demikian, mengapa kaum muslimin masih saja melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agamanya? Di antara jawabannya adalah karena kaum muslimin tidak mau atau kurang bersungguh-sungguh mempelajari ilmu agamanya.
Jika kita mau jujur, berapa jam dalam sepekan waktu yang kita gunakan untuk bersungguh-sungguh memperdalam ilmu agama kita? Berapa jam waktu yang kita habiskan untuk mempelajari selain ilmu agama? Berapa jam yang kita alokasikan untuk kesibukan dunia kita? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan baginya, Allah akan menjadikannya fakih (paham) urusan agama.” (HR. al-Bukhari no. 71, 3166, 7312 dan Muslim no. 1037, dari sahabat Mu’awiyah radhiyallahu anhu)
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah pernah ditanya, “Apakah dipahami dari hadits tersebut bahwa seorang yang tidak ber-tafaqquh fiddin (tidak mau bersungguh-sungguh mempelajari agamanya) berarti tidak dikehendaki kebaikan oleh Allah?”
Beliau menjawab, “(Ya, orang yang demikian keadaannya) tidak dikehendaki kebaikan oleh Allah.” (Lihat Fatawa ad-Durus: Hal Man Lam Yatafaqqah Fiddin Lam Yuridillah Bihi Khairan)
Di antara bimbingan dalam agama Islam adalah bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit kecuali Dia turunkan obat untuk penyakit tersebut.” (HR. al-Bukhari no. 5678 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu mengenai penyakit, akan sembuh dengan izin Allah azza wa jalla.” (HR. Muslim no. 2204, dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا قَدْ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya. (Hanya saja) ada orang yang mengetahuinya dan ada yang tidak.” (HR. Ahmad no. 3578, dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu. Hadits ini dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah no. 451)
Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.
Al-Qur`anul Karim dan as-Sunnah yang sahih sarat dengan beragam penyembuhan dan obat yang bermanfaat dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala. Hanya saja, terkadang seorang muslim justru melupakan pengobatan Islami. Padahal, seharusnya kaum muslimin adalah orang yang pertama mengamalkannya.
Namun, berkaitan dengan kesembuhan suatu penyakit, tentunya seorang hamba tidak boleh bersandar semata dengan pengobatan tertentu. Seorang muslim tidak boleh meyakini bahwa obatlah yang menyembuhkan sakitnya. Akan tetapi, seorang mukmin bertawakal dan bergantung hanya kepada Allah, satu-satunya Dzat yang menurunkan penyakit, demikian pula obatnya. Seorang hamba hendaknya selalu bersandar hanya kepada-Nya dalam segala keadaannya. Hanya Allah-lah, satu-satunya Dzat yang mampu memberikan kesehatan dan kesembuhan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذَا مَرِضۡتُ فَهُوَ يَشۡفِينِ
“Dan apabila aku sakit, Dialah (satu-satu-Nya) Yang menyembuhkan aku.” (asy-Syu’ara: 80)
Baca juga:
Bagian 1: Hanya kepada Allah Kita Berserah Diri
Bagian 4: Pentingnya Doa dalam Menghadapi Wabah Penyakit
Bagian 5: Memperbanyak Doa Meminta Perlindungan dari Segala Penyakit
Bagian 6: Wirid Rutin Harian Sebagai Perlindungan dari Penyakit
Thibbun Nabawi Bukan Alternatif
Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.
Pada artikel kali ini, insya Allah kita akan membahas sedikit tentang beberapa hal yang akan bermanfaat bagi kesehatan kita. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjaga kesehatan kita, terkhusus pada masa wabah penyakit ini.
-
Madu
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang madu yang keluar dari perut lebah,
يَخۡرُجُ مِنۢ بُطُونِهَا شَرَابٞ مُّخۡتَلِفٌ أَلۡوَٰنُهُۥ فِيهِ شِفَآءٞ لِّلنَّاسِۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَةٗ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ
“Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya. Di dalamnya (madu) terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkan.” (an-Nahl: 69)
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Kemudian keluarlah madu dari perut lebah. Madu yang lezat dengan warna yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan lebah tersebut bersarang dan tempat mencari makannya (bunga dan nektar tumbuh-tumbuhan). Di dalam madu tersebut ada obat untuk berbagai penyakit manusia.” (Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan 1/444)
Dalam ayat dan tafsir di atas, diterangkan bahwa memang kondisi madu berbeda-beda warnanya. Hal ini menyesuaikan kondisi dan tempat lebah tersebut membuat sarang. Kondisi madu juga tergantung bunga dan nektar tumbuh-tumbuhan yang menjadi sumber makanannya. Namun, perbedaan warna tersebut tidaklah memudaratkan. Madu tersebut (selama asli) adalah obat.
Madu juga dapat digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit dengan izin Allah. Di antaranya untuk mengobati sakit perut, seperti ditunjukkan dalam hadits berikut ini,
أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: أَخِي يَشْتَكِي بَطْنَهُ. فَقَالَ: اسْقِهِ عَسَلًا. ثُمَّ أَتَى الثَّانِيَةَ، فَقَالَ: اسْقِهِ عَسَلًا. ثُمَّ أَتَاهُ، فَقَالَ: قَدْ فَعَلْتُ. فَقَالَ: صَدَقَ اللَّهُ وَكَذَبَ بَطْنُ أَخِيكَ، اسْقِهِ عَسَلًا. فَسَقَاهُ فَبَرَأَ.
Ada seseorang mendatangi Nabi seraya berkata, “Saudaraku mengeluhkan sakit pada perutnya (diare).”
Beliau bersabda, “Minumkan madu kepadanya!”
Kemudian, orang itu datang lagi untuk kedua kalinya, dan Nabi bersabda, “Minumkan madu kepadanya!”
Setelah itu, orang tersebut datang lagi dan menyatakan, “Aku telah melakukannya (tetapi belum sembuh dan bertambah diare[1]).”
Nabi bersabda, “Allah Mahabenar dan perut saudaramu itu berdusta[2]. Minumkan madu lagi!”
Orang itu meminumkannya lagi, akhirnya saudaranya pun sembuh.” (HR. al-Bukhari no. 5684, dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu anhu)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ شَرْبَةِ عَسَلٍ…
“Pengobatan itu ada pada tiga hal, (di antaranya) minum madu….” (HR. al-Bukhari no. 5680, dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma)
-
Habbatussauda’
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ هَذِهِ الْحَبَّةَ السَّوْدَاءَ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ إِلَّا مِنَ السَّامِ. قُلْتُ: وَمَا السَّامُ؟ قَالَ: الْمَوْتُ.
“Sesungguhnya habbatussauda’ ini adalah obat dari segala penyakit, kecuali penyakit as-saam.” Aku (Aisyah) bertanya, “Apakah as-saam itu?” Beliau menjawab, “Kematian.” (HR. al-Bukhari no. 5687)
Ibnu Baththal rahimahullah menjelaskan, “Sebagaimana sabda Nabi, keumuman makna hadits ini menunjukkan (anjuran) mengambil manfaat dari habbatussauda’ dalam mengobati setiap penyakit, kecuali kematian.” (Syarah Shahih al-Bukhari Libni Baththal 9/397)
-
Kurma Ajwah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ سَبْعَ تَمَرَاتٍ مِمَّا بَيْنَ لَابَتَيْهَا حِينَ يُصْبِحُ لَمْ يَضُرَّهُ سُمٌّ حَتَّى يُمْسِيَ
“Barang siapa memakan tujuh butir kurma yang tumbuh di antara bebatuan hitam (di Madinah) pada pagi hari, tidak akan memudaratkannya racun hingga petang.” (HR. Muslim no. 2047)
Dalam riwayat yang lain,
مَنْ تَصَبَّحَ بِسَبْعِ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً لَمْ يَضُرَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ سُمٌّ وَلَا سِحْرٌ
“Barang siapa pada waktu pagi memakan tujuh butir kurma ajwah (salah satu jenis kurma Madinah), tidak akan memudaratkannya racun atau sihir.”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ فِي عَجْوَةِ الْعَالِيَةِ شِفَاءً أَوْ إِنَّهَا تِرْيَاقٌ أَوَّلَ الْبُكْرَةِ.
“Sungguh, dalam kurma ‘ajwah aliyah’ (salah satu jenis kurma yang tumbuh di wilayah ‘Aliyah di Madinah) mengandung obat.” Atau beliau bersabda, “Dia adalah penawar racun pada pagi hari.” (HR. Muslim no. 2048)
-
Air Zamzam
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
زَمْزَمُ طَعَامُ طُعْمٍ، وَشِفَاءُ سُقْمٍ
“Zamzam adalah makanan yang mengenyangkan dan obat dari penyakit.” (HR. al-Bazzar no. 3929, dari sahabat Abu Dzar radhiyallahu anhu. Hadits ini dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 1162)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ مَاءٍ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ مَاءُ زَمْزَمَ، فِيهِ طَعَامٌ مِنَ الطُّعْمِ وَشِفَاءٌ مِنَ السُّقْمِ
“Air terbaik di muka bumi adalah air Zamzam. Di dalamnya ada makanan yang mengenyangkan dan obat bagi penyakit.” (HR. ath-Thabarani no. 11167, dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhu. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah no. 1056)
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz bin Baz rahimahullah mengatakan,
فَالشُّرْبُ مِنْهَا، وَالترَوُّشُ مِنْهَا، كُلُّ ذَلِكَ مِنْ أَسْبَابِ الشِّفَاءِ وَالْعَافِيَةِ
“Meminum air Zamzam dan memercikkannya; semua itu termasuk sebab kesembuhan dan kesehatan.” (Nur ‘ala ad-Darb: Ma Warada Fi Maa` Zamzam)
-
Bekam
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam besabda,
إنَّ أَمْثَلَ مَا تَداوَيْتُمْ بِهِ الْحِجَامَةُ
“Sungguh, (di antara) pengobatan terbaik yang kalian pergunakan adalah bekam.” (HR. al-Bukhari no. 5696, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu)
Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah menjelaskan,
وَقَدِ اشْتَمَلَ هَذَا الْحَدِيثُ عَلَى مَشْرُوعِيَّةِ الْحِجَامَةِ وَالتَّرْغِيبِ فِي الْمُدَاوَاةِ بِهَا وَلاَ سِيَّمَا لِمَنِ احْتَاجَ إِلَيْهَا
“Hadits ini mengandung (bimbingan) disyariatkannya bekam dan anjuran untuk berobat dengannya, terlebih lagi bagi yang membutuhkannya.” (Fathul Bari, 10/151)
Catatan Penting: Praktik dan pelaksanaannya harus dilakukan dengan hati-hati dan dibimbing oleh orang yang sudah ahli dan amanah dalam bidang bekam.
-
Minyak Zaitun
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
كُلُوا الزَّيْتَ وَادَّهِنُوا بِهِ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ
“Makanlah buah zaitun dan gunakanlah minyaknya. Sebab, sesungguhnya zaitun termasuk pohon yang diberkahi.” (HR. at-Tirmidzi no. 1852, dari sahabat Abu Usaid bin Tsabit al-Anshari. Hadits ini dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi no. 1852)
Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.
Demikianlah pembahasan ringkas tentang beberapa hal yang bermanfaat untuk kesehatan kita. Dalam penerapan dan praktiknya, tentu tetap memperhatikan maslahat dan mudarat. Sebagai contoh, seseorang yang berpotensi atau memiliki suatu penyakit tertentu, kemudian oleh sumber yang kredibel dan amanah (misalkan dokter ahli) disertai penjelasan ilmiah, disarankan bahwa orang tersebut tidak diperkenankan mengonsumsi madu (atau yang lainnya), tentu agama Islam juga membimbing kita untuk mempertimbangkan hal tersebut.
Dengan kita mengamalkannya, semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjaga kesehatan dan melindungi kita dari berbagai penyakit; termasuk dari virus Corona.
[1] Sebagaimana dalam riwayat Muslim, orang itu berkata, “Aku telah meminuminya madu, tetapi tidak menambah bagi dia kecuali diare.”
[2] Maknanya, perutnya tidak pantas untuk menerima obat, tetapi justru menolaknya. Di sini juga ada isyarat bahwa madu adalah obat yang bermanfaat. Adapun jika penyakit tetap ada dan tidak hilang setelah minum madu, hal itu bukan karena jeleknya madu. Namun, karena banyaknya unsur yang rusak dalam tubuh. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya untuk mengulang minum madu. (Fathul Bari, 10/209, 210)