Dokter Laki-Laki Membuka Aurat Pasien Wanita

Pertanyaan:

Apa hukum dokter laki-laki membuka aurat pasien wanita dalam rangka pengobatan? Apa pula hukum dokter berduaan saja dengan pasien wanita?

Syaikh Muhammad bin Ibrahim alusy Syaikh rahimahullah menjawab:

Perlu diketahui bahwa:

  1. Perempuan adalah aurat.

Ia menjadi sasaran keinginan syahwat para lelaki dalam segala keadaan. Karena itu, tidak sepantasnya perempuan membiarkan lelaki menyingkap auratnya atau mengobatinya.

Baca juga: Wanita Adalah Aurat
  1. Jika tidak ada dokter perempuan yang bisa mengobati sakit yang diderita, tidak apa-apa berobat kepada dokter laki-laki.

Ini serupa dengan keadaan darurat, tetapi dibatasi dengan batasan yang sudah diketahui. Karena itu, para fuqaha mengatakan,

الضَّرُورَةُ تُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا

“Darurat itu ditetapkan sesuai dengan kebutuhannya.”

Baca juga: Untuk Wanita yang Keluar Rumah Tanpa Berhijab

Dokter lelaki tidak halal melihat pasien perempuan atau menyentuh bagian tubuh yang tidak perlu dilihat atau disentuh saat pengobatan (yang dibuka hanya bagian yang akan diobati dan segera ditutup setelahnya). Si perempuan wajib menutup seluruh tubuhnya yang tidak perlu dibuka saat pengobatan.

  1. Meski perempuan adalah aurat, tetapi aurat itu berbeda-beda.

Ada aurat mughallazhah (aurat yang berat sehingga sama sekali tidak boleh terlihat orang lain kecuali benar-benar darurat). Adapula yang lebih ringan darinya.

Baca juga: Batasan Aurat Wanita Muslimah

Demikian pula keadaan penyakit pasien perempuan yang diobati. Terkadang, ia merupakan penyakit berbahaya yang tidak sepantasnya ditunda pengobatannya. Terkadang pula, penyakit itu tidak bermudarat apabila ditunda pengobatannya sampai mahram si perempuan bisa turut hadir saat pengobatan (sehingga tidak ada alasan berdua-duaan dengan dokter lelaki).

Demikian pula para perempuan yang berobat, keadaan mereka berbeda-beda. Ada yang sudah tua (menopause), ada yang masih remaja putri yang bagus fisiknya, dan ada yang di antara itu (tidak tua, tetapi tidak lagi muda).

Di antara mereka, ada yang datang berobat dalam keadaan sakit yang diderita telah melemahkannya. Ada pula yang datang ke rumah sakit dalam keadaan tidak tampak pengaruh sakitnya. Di antara mereka ada yang harus dibius bagian tertentu tubuhnya (agar tidak terasa sakit) atau dibius total. Adapula yang cukup diberi obat-obat dan semisalnya. Setiap keadaan mereka ada hukumnya tersendiri.

Bagaimana pun keadaannya, berdua-duaan dengan perempuan yang bukan mahram hukumnya haram menurut syariat, walaupun dengan dokter yang mengobatinya. Hal ini berdasarkan hadits,

مَا خَلَا رَجُلٌ بِامْرَاةٍ إِلاَّ كَانَ الشَّيْطَانُ ثَالِثُهُمَا

 “Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan seorang perempuan kecuali yang ketiganya adalah setan.”

Baca juga: Batasan Khalwat

Saat pengobatan, harus ada orang ketiga yang hadir bersama si perempuan, bisa suami atau salah seorang lelaki dari kalangan mahramnya. Jika semuanya tidak ada, ia bisa ditemani oleh kerabatnya yang perempuan. Jika tidak ada seorang pun yang bisa menemani di antara yang telah disebutkan di atas, sementara penyakitnya berbahaya, tidak mungkin ditunda pengobatannya, minimalnya ada perawat perempuan dan semisalnya di ruangan tersebut sehingga terhindar dari khalwat yang dilarang.”

(Fatawa wa Rasail Samahatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 1/12—13, tanggal 21/9/1385 H)