Donor Darah Untuk Nonmuslim

Pertanyaan:

Apakah boleh saya melakukan donor darah untuk orang yang sakit atau orang nonmuslim yang sedang sekarat?

Jawaban:

Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah menjawab,

“Aku tidak mengetahui adanya larangan dalam hal ini. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman dalam kitab-Nya yang agung,

 لَّا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَٰتِلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡهِمۡۚ

“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (kafir) yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak mengusir kalian dari negeri-negeri kalian.” (al-Mumtahanah: 8)

Baca juga: Berbuat Baik Berbeda dengan Berkasih Sayang

Dalam ayat di atas, Allah azza wa jalla mengabarkan bahwa Dia tidak melarang kita untuk berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak memerangi kita dan tidak mengusir kita dari negeri-negeri kita. Sementara itu, orang yang sedang sekarat sangat membutuhkan pertolongan.

Ibu Asma bintu Abi Bakar ash-Shiddiq radhiallahu anha pernah datang menemui putrinya (yakni Asma) di Madinah saat terjadi perjanjian damai antara Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan penduduk Makkah (kafir Quraisy), padahal ketika itu si ibu dalam keadaan kafir. Si ibu ini datang meminta agar putrinya menyambung hubungan dengannya.

Asma pun minta fatwa kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Beliau memerintah Asma agar menyambung hubungan dengan ibunya. “Sambunglah hubungan silaturahim dengan ibumu,” sabda beliau. Padahal ibunya kafir.

Baca juga: Menolong Orang Kafir

Dengan demikian, apabila seorang kafir mu’ahad (yang ada perjanjian damai dengan kaum muslimin) atau kafir musta`man (kafir yang meminta jaminan keamanan kepada kaum muslimin) yang tidak terjadi peperangan antara kita dan mereka, sedang sekarat dan butuh pertolongan, tidak apa-apa engkau memberikan donor darah padanya. Engkau akan mendapatkan pahala karenanya.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.”

(Fatawa Nurun ‘alad Darb, hlm. 375—376)