• Majalah Islam AsySyariah
Kamis, Januari 21, 2021
Majalah Asy Syariah
  • Beranda
  • Majalah
    • Tebar Asy-Syariah
    • Daftar Agen
    • Majalah Asy Syariah – Digital
  • Tanya Jawab
  • Artikel
    • All
    • Akhlak
    • Akidah
    • Doa
    • Hadits
    • Kajian Utama
    • Khutbah Jumat
    • Manhaji
    • Pengantar Redaksi
    • Permata Salaf
    • Surat Pembaca
    • Tafsir
    Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

    Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

    Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

    Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

    Adab Ketika Sakit

    Adab Ketika Sakit

    Rukun dan Syarat Akad Nikah

    Rukun dan Syarat Akad Nikah

    Negeri Islam Target Operasi Syiah

    Negeri Islam Target Operasi Syiah

    Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

    Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

    Trending Tags

    • Audio
      • Audio Tanya Jawab
      • Audio Kajian
      • Audio Khutbah Jumat
      • Audio Kutipan
    • Ebook
    No Result
    View All Result
    Majalah Asy Syariah
    • Beranda
    • Majalah
      • Tebar Asy-Syariah
      • Daftar Agen
      • Majalah Asy Syariah – Digital
    • Tanya Jawab
    • Artikel
      • All
      • Akhlak
      • Akidah
      • Doa
      • Hadits
      • Kajian Utama
      • Khutbah Jumat
      • Manhaji
      • Pengantar Redaksi
      • Permata Salaf
      • Surat Pembaca
      • Tafsir
      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

      Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

      Adab Ketika Sakit

      Adab Ketika Sakit

      Rukun dan Syarat Akad Nikah

      Rukun dan Syarat Akad Nikah

      Negeri Islam Target Operasi Syiah

      Negeri Islam Target Operasi Syiah

      Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

      Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

      Trending Tags

      • Audio
        • Audio Tanya Jawab
        • Audio Kajian
        • Audio Khutbah Jumat
        • Audio Kutipan
      • Ebook
      No Result
      View All Result
      Majalah Asy Syariah
      No Result
      View All Result
      Home Majalah Edisi 061 s.d. 070 Asy Syariah Edisi 063

      Istihadhah (1)

      Oleh admin
      24/04/2012
      di Asy Syariah Edisi 063, Niswah
      0
      Istihadhah (1)

      (Bagian ke-1)

      Tak seperti haid, tidak semua wanita mengalami istihadhah karena haid merupakan kebiasaan rutin yang dialami wanita yang normal/sehat, sedangkan istihadhah adalah darah yang tidak biasa. Ia keluar karena ada gangguan pada urat yang diistilahkan ‘adzil (al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 3/242).

      Singkatnya, ada ketidaknormalan/penyakit pada wanita yang mengalaminya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Fathimah bintu Abi Hubaisy radhiallahu ‘anha tentang darah istihadhah ini:

      إِنَّمّا ذَلِكَ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِالْحَيْضَةِ

      “Apa yang kamu alami itu hanyalah darah dari urat bukan haid.” (HR. al- Bukhari no. 228 dan Muslim no. 751)

      Istihadhah ini telah dialami oleh wanita sejak dahulu. Kalangan sahabiyah pun mengalaminya. Dalam hitungan ulama mencapai sepuluh orang, kata al-Imam ash-Shan’ani rahimahullah. Tiga orang putri Jahsyin: Zainab Ummul Mukminin, Ummu Habibah istri Abdurrahman ibn Auf, dan Hamnah istri Thalhah bin Ubaidillah, radhiallahu ‘anhum, semuanya mengalami istihadhah. (Subulus Salam, 1/377)

      Bahkan, Ummu Habibah radhiallahu ‘anha mengalaminya sampai tujuh tahun sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut.

      عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ : أَنَّ أُمَّ حَبِيْبَةَ بِنْتَ جَحْشٍ – خَنَتَةَ رَسُوْلِ اللهِ وَتَحْتَ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ عَوْفٍ – اسْتُحِيْضَتْ سَبْعَ سِنِيْنَ

      Dari Aisyah radhiallahu ‘anha istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mengabarkan bahwasanya Ummu Habibah bintu Jahsyin—ipar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan istri Abdurrahman ibn Auf— mengalami istihadhah selama tujuh tahun…. (HR. al-Bukhari no. 327 dan Muslim no. 754)

      Ada pula di antara sahabiyah yang keluar darah istihadhah dengan deras dan sangat banyak seperti Hamnah bintu Jahsyin radhiallahu ‘anha. Ia pernah datang mengadukan keadaannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

      كُنْتُ أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَثِيْرَةً شَدِيْدَةً ….

      “Aku ditimpa istihadhah yang sangat banyak dan deras…” (HR. Ahmad, Abu Dawud no. 287, dan at-Tirmidzi no. 128, dihasankan al-Imam al-Albani rahimahullah dalam Irwa’ul Ghalil no. 188)

      Adapun istihadhah yang dialami istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ditunjukkan dalam hadits berikut ini:

      عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: اعْتَكَفَتْ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ امْرَأَةٌ مُسْتَحَاضَةٌ مِنْ أَزْوَاجِهِ، فَكَانَتْ تَرَى الْحُمْرَةَ وَالصُّفْرَةَ، فَرُبَّماَ وَضَعْنَا الطَّسْتَ تَحْتَهَا وَهِيَ تُصَلِّي

      Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata, “Salah seorang istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengalami istihadhah beri’tikaf bersama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia melihat darahnya yang keluar berwarna kemerahan dan kekuningan. Terkadang kami meletakkan bejana di bawahnya saat ia shalat.” (HR. al-Bukhari no. 2037)

      Demikian gambaran istihadhah yang dialami wanita sahabiyah. Berikut ini kita akan melihat beberapa tinjauan hukum berkenaan dengan wanita yang mengalami istihadhah[1].

       payung-merah-di-tengah-salju

      Darah Haid Tidak Sama dengan Darah Istihadhah

              Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, keberadaan darah istihadhah bersama darah haid merupakan suatu masalah yang rumit, sering membuat rancu sehingga keduanya harus dibedakan.

      Cara membedakan keduanya bisa dengan ‘adat (kebiasaan haid), dengan tamyiz (membedakan sifat darah), atau dengan melihat kebiasaan umumnya wanita[2]. Demikian yang ditunjukkan dalam As-Sunnah. (Majmu’atul Fatawa, 21/630—631)

      Tentang ‘adat (kebiasaan) haid ditunjukkan dalam hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata, “Fathimah bintu Abi Hubaisy radhiallahu ‘anha datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu menyampaikan masalahnya. ‘Wahai Rasulullah, saya seorang wanita yang mengalami istihadhah sehingga saya tak pernah suci. Apakah saya harus meninggalkan shalat saat mengalaminya?’.”

      Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

      لاَ إِنَّمَّا ذَلِكَ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِالْحَيْضَةِ، فَإِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلاَةَ، فَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي

      “Kamu tidak boleh meninggalkan shalat, (karena) apa yang kamu alami itu hanyalah darah dari urat bukan haid. Apabila datang haidmu, tinggalkanlah shalat. Jika haidmu telah berlalu, cucilah darah darimu (mandilah) dan shalatlah.” (HR. al-Bukhari no. 228 dan Muslim no. 751)

      Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada Ummu Habibah bintu Jahsyin radhiallahu ‘anha yang mengeluhkan istihadhah yang menimpanya:

      اُمْكُثِيْ قَدْرَ مَا كَانَتْ تَحْبِسُكِ حَيْضَتُكِ ثُمَّ اغْتَسِلِيْ

      “Tinggalkanlah shalat sekadar hari-hari haidmu, kemudian (setelah berlalu hari-hari tersebut) mandilah.” (HR. Muslim no. 758)

      Jumhur ulama mengambil hadits ini untuk wanita yang tertimpa istihadhah yang memiliki kebiasaan haid yang tertentu setiap bulannya sebelum ditimpa istihadhah. Ketika keluar darah dari kemaluannya, untuk mengetahui apakah ia haid atau istihadhah, ia kembali kepada kebiasaan haidnya[3]. Demikian mazhab Abu Hanifah, asy-Syafi’i, dan Ahmad. (Majmu’atul Fatawa, 21/628)

      Adapun tamyiz ditunjukkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Fathimah bintu Abi Hubaisy radhiallahu ‘anha:

      إِنَّ دَمَ الْحَيْضِ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ، فَإِذَا كَانَتْ ذَلِكِ فَامْسِكِي عَنِ الصَّلاَةِ. فَإِذَا كَانَ الْآخَرُ فَتَوَضَّئِيْ وَصَلِّيْ

      “Apabila darah itu darah haid, dia berwarna hitam yang dikenal. Apabila demikian darah yang keluar darimu, tinggalkanlah shalat. Namun apabila bukan, berwudhulah dan shalatlah.” (HR. Abu Dawud no. 286, an-Nasa’i no. 363, dan selain keduanya. Disahihkan dalam Irwa’ul Ghalil no. 204)

      Tamyiz dilakukan oleh wanita yang tidak memiliki kebiasaan haid yang tetap ataupun ia lupa ‘adatnya, sebelum ditimpa istihadhah, dan ia bisa membedakan darah[4].

      Perbedaan darah haid dan darah istihadhah bisa disimpulkan sebagai berikut.

      1. Darah haid umumnya berwarna hitam, sedangkan darah istihadhah umumnya berwarna merah.
      2. Darah haid sifatnya kental, sedangkan darah istihadhah encer.
      3. Aroma darah haid tidak sedap/berbau busuk, sedangkan darah istihadhah tidak berbau busuk.
      4. Darah haid tidak bisa membeku karena telah membeku di dalam rahim kemudian terpancar dan mengalir, sedangkan darah istihadhah bisa membeku karena merupakan darah urat. (asy-Syarhul Mumti’, 1/487—488)

      Apabila si wanita mustahadhah (yang tertimpa istihadhah) mempunyai ‘adat dan bisa melakukan tamyiz, ulama berbeda pendapat, mana yang didahulukan, ‘adat ataukah tamyiz? Yang lebih kuat dalam masalah ini, kata Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, si wanita kembali kepada ‘adatnya, dengan alasan:

      1. Hadits yang menyebutkan tamyiz diperselisihkan kesahihannya[5].
      2. Kembali kepada ‘adat lebih mudah dan lebih meyakinkan bagi si wanita, karena sifat darah itu bisa berubah-ubah atau keluarnya bergeser ke akhir bulan atau ke awal bulan, atau keluarnya terputus-putus sehari berwarna hitam, di hari lainnya berwarna merah. (asy-Syarhul Mumti’, 1/492)

      Adapun wanita yang tidak memiliki ‘adat dan tidak bisa melakukan tamyiz, ia mengamalkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hamnah bintu Jahsyin radhiallahu ‘anha:

      إِنَّمَا هَذِهِ رَكْضَةٌ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَتَحَيَّضِيْ سِتَّةَ أَيَّامٍ أَوْ سَبْعَةَ أَيَّامٍ فيِ عِلْمِ اللهِ تَعَالَى ذِكْرُهُ، ثُمَّ اغْتَسِلِيْ. حَتَّى إِذَا رَأَيْتِ أَنَّكِ قَدْ طَهُرْتِ وَاسْتَنْقَأْتِ، فَصَلِّيْ ثَلاَثًا وَعِشْرِيْنَ لَيْلَةً أَوْ أَرْبَعًا وَعِشْرِيْنَ لَيْلَةً وَأَيَّامَهَا وَصُوْمِيْ، فَإِنَّ ذَلِكَ يُجْزِئُكِ، وَكَذَلِكِ فَافْعَلِي كُلَّ شَهْرٍ كَمَا تَحِيْضُ النِّسَاءُ وَكَمَا يَطْهُرْنَ

      “Hal itu hanyalah sebuah gangguan dari setan. Anggaplah dirimu haid selama enam atau tujuh hari dalam ilmu Allah yang Mahatinggi sebutan-Nya. Setelah lewat dari itu mandilah. Ketika engkau melihat dirimu telah bersih dan suci, shalatlah selama 23 atau 24 malam berikut siangnya dan berpuasalah. Hal ini mencukupimu. Demikianlah yang engkau lakukan setiap bulannya sebagaimana para wanita biasa berhaid dan biasa suci.” (HR. Ahmad, Abu Dawud no. 287, at-Tirmidzi no. 128, dihasankan al-Imam al-Albani rahimahullah dalam Irwa’ul Ghalil no. 188)

      Caranya, melihat kebiasaan haid dan suci para wanita yang dekat kekerabatannya dengannya, lalu kebiasaan itu ia terapkan pada dirinya (ia samakan dirinya dengan mereka).

       

      Hukum Wanita Mustahadhah Sama Dengan Wanita yang Suci

      Mayoritas ahlul ilmi berpendapat bahwa wanita mustahadhah dalam kebanyakan hukumnya sama dengan wanita yang suci. (al-Minhaj, 3/242)

      Berbeda halnya dengan wanita haid, wanita mustahadhah diperintah untuk tetap mengerjakan shalat dan puasa. Demikian ijma’/kesepakatan ulama. (al- Iqna’ fi Masa’il al-Ijma’, al-Imam Ibnul Qaththan, 1/106)

      Ia juga diperintah/dibolehkan mengerjakan ibadah-ibadah yang lain, seperti kata al-Imam an-Nawawi rahimahullah, “Adapun shalat, puasa, i’tikaf, membaca Al-Qur’an, menyentuh mushaf, membawanya, sujud tilawah, sujud syukur, dan ibadah-ibadah yang wajib, hukumnya sama dengan orang yang suci. Ini merupakan masalah yang disepakati.” (al-Minhaj, 3/242)

       

      Cara Bersuci Wanita Mustahadhah untuk Shalat

      Apabila wanita mustahadhah hendak bersuci untuk mengerjakan shalat, ia harus membersihkan tempat keluarnya darah kemudian menyumpal/menutupnya dengan pembalut atau semisalnya untuk menahan darah agar tidak tembus keluar. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hamnah bintu Jahsyin radhiallahu ‘anha yang telah disinggung di atas ketika ia mengeluhkan banyaknya darah yang keluar:

      أَنْعَتُ لَكِ الْكُرْسُفَ فَإِنَّهُ يُذْهِبُ الدَّمَ

      “Aku terangkan kepadamu, pakailah kapas[6], karena kapas bisa menghilangkan darah.”

      Dalam hadits Ummu Salamah radhiallahu ‘anha disebutkan:

      لِتَسْتَثْفِرَ بِثَوْبٍ

      “Hendaklah ia istitsfar[7] dengan kain.” (HR. Abu Dawud no. 274, disahihkan dalam Shahih Abi Dawud)

      Ahlul ilmi menyatakan, jika ia sudah melakukan hal tersebut, namun darah tetap keluar/tembus hingga keluar dari pembalut/kain/handuk yang dipakai sebagai penutup darah, karena longgarnya ikatan penyumpal darah tersebut maka dikuatkan lagi dan ia kembali bersuci dengan membersihkan darah[8]. Apabila darah tembus keluar dari sumpalan karena derasnya dan sudah diupayakan menyumpalnya dengan kuat, namun tetap tidak dapat mencegah darah, si wanita tetap melanjutkan shalat walaupun darahnya menetes keluar, karena tidak memungkinkan lagi baginya menghindari hal tersebut. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu ‘anha yang telah dibawakan di atas tentang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shalat dalam keadaan di bawahnya ada bejana guna menampung darah yang menetes keluar. (al-Mughni, “Kitab ath-Tharahah, Mas’alah: al-Mubtala bi Salasil Baul wa Katsratil Madzi….”, al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab 2/551—552)

      ditulis oleh Al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyyah


      [1] Masalah istihadhah ini sebenarnya sudah pernah kami bahas dalam majalah ini, dalam edisi no. 04 tahun perdana Juli 2003/1424 H, pada rubrik “Wanita dalam Sorotan”.

      [2] Dalam hal ini, ia melihat kerabatnya dari kalangan wanita seperti ibunya atau saudara perempuannya. Kesamaan seorang wanita dengan kerabat-kerabatnya lebih dekat daripada kesamaannya dengan keumuman wanita yang bukan kerabatnya. (asy-Syarhul Mumti’, 1/489)

      [3] Kapan ia biasa mengalami haid dan berapa hari lamanya. Misalnya, ia biasa haid di awal bulan selama tujuh hari, berarti itulah ‘adatnya.

      [4] Misalnya, ia keluar darah selama sebulan. Pada sepuluh hari yang awal, darah yang keluar berwarna hitam dan beraroma khas darah haid, sedangkan selebihnya darahnya berwarna merah. Berdasarkan hal ini, sepuluh hari yang awal itu dihitung sebagai hari haidnya, selebihnya dianggap istihadhah.

      [5] Sementara hadits yang menyebutkan ‘adat lebih kuat karena diriwayatkan dalam Shahihain.

      [6] Disumbat dengan kapas.

      [7] Makna istitsfar adalah menutup/menyumpal tempat keluarnya darah dengan kain yang dapat menahan keluarnya darah tersebut.

      [8] Ini merupakan pendapat mazhab Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah yang memandang keluarnya darah merupakan hadats bagi wanita mustahadhah. Sementara al-Imam Malik, Rabi’ah dan jama’ahnya dari kalangan ahlul ilmi berpendapat wanita mustahadhah tidak wajib wudhu dengan keluarnya darah, maka tidak wajib baginya berwudhu setiap kali hendak shalat selama tidak menimpanya perkara yang membatalkan wudhu.

      Tags: fikih istihadhahistihadhah
      Previous Post

      Sifat Shalat Nabi (bagian 12)

      Next Post

      Kesalahan yang Harus Diperbaiki

      Related Posts

      Keluar Flek di Luar Waktu Haid

      Keluar Flek di Luar Waktu Haid

      Oleh Redaksi
      09/12/2020
      0

      Pertanyaan: Seorang perempuan mengalami flek coklat hanya setitik selama tiga hari. Pernah pula ada darah setitik, tetapi sampai sekarang belum...

      Wanita Membaca Al-Qur’an Tanpa Penutup Kepala

      Wanita Membaca Al-Qur’an Tanpa Penutup Kepala

      Oleh Redaksi
      25/11/2020
      0

      Pertanyaan: Apakah boleh wanita membaca Al-Qur’an tanpa memakai tutup kepala di dalam rumah, atau sambil tiduran karena sambil menidurkan anak?...

      Next Post

      Kesalahan yang Harus Diperbaiki

      Faktor Pendukung Pendidikan Anak (bagian ke 3)

      Aktual

      Tayamum untuk Mengangkat Hadats Besar

      Oleh Redaksi
      21/01/2021
      0
      Tayamum untuk Mengangkat Hadats Besar
      Aktual

      Pertanyaan: Saya sedang sakit dan merasa khawatir jika mandi. Akan tetapi, saya mampu dan bisa untuk berwudhu. Ketika saya junub,...

      Selengkapnya

      Imam Memakai Celana Pantalon

      Oleh Redaksi
      20/01/2021
      0
      Aktual

      Pertanyaan: Bagaimana hukumnya tentang seseorang yang shalat bermakmum kepada imam yang memakai celana pantalon? Jawaban: Alhamdulillah, pertanyaannya seperti ini sudah...

      Selengkapnya

      Artikel Terbaru

      Kafarat Tebusan Sumpah
      Asy Syariah Edisi 035

      Kafarat Tebusan Sumpah

      Oleh Redaksi
      30/12/2020
      0

      Pertanyaan: Apa kafaratnya bila seseorang melanggar sumpahnya? Apakah dibolehkan mengganti kafarat tersebut dengan uang? Jawab: Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-‘Ilmiyah...

      Selengkapnya
      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      28/12/2020
      Nabi Adam Dikeluarkan dari Surga

      Nabi Adam Dikeluarkan dari Surga

      25/12/2020

      Audio Terbaru

      Cadar & Celana Cingkrang, Simbol Radikalisme?

      Cadar & Celana Cingkrang, Simbol Radikalisme?

      Oleh Redaksi
      31/10/2020
      0

      Pertanyaan: Apakah cadar dan celana panjang di atas mata kaki (cingkrang) adalah simbol radikalisme, atau simbol anti-merah putih NKRI? Pertanyaan...

      takaran 1 sho' zakat fitrah

      Ukuran Zakat Fitrah Sesuai Ukuran Sha’ di Zaman Nabi

      Oleh Redaksi
      22/05/2020
      0

      Tanya: Bismillah Telah beredar luas sebuah potongan video yang berisi penjelasan ukuran zakat fitrah sesuai ukuran sha’ di zaman Nabi,...

      Tolak Bencana musibah dengan Takwa

      Tolak Musibah dengan Takwa

      Oleh Redaksi
      13/05/2020
      0

      Link Download Audio Untuk menolak bala tersebut... Untuk menolak musibah tersebut, solusi yang Allah dan Rasul sebutkan...

      nasihat untuk tenaga medis terkait wabah covid19

      Nasihat dan Dukungan untuk Tenaga Medis Terkait Covid-19

      Oleh Redaksi
      27/03/2020
      0

      Link Download Audio Kepada para tenaga medis yang berkecimpung dalam penanganan pasien virus Corona (Covid-19), saya menasihatkan...

      Majalah Asy Syariah (versi digital)

      Selain versi cetak, tersedia pula Majalah Asy Syariah dalam versi digital, Untuk membaca versi digital, Anda bisa mengunduhnya di Smartphone Android anda dengan menggunakan Aplikasi Google Play Book

      KUNJUNGI MAJALAH ASY SYARIAH DI GOOGLE PLAY BOOK

      AsySyariah edisi khusus 02 Mengapa Teroris Tidak Pernah Habis?

      Kontak

      Redaksi: 0813-2807-8414
      Sirkulasi: 0858-7852-5401
      Layanan: 0823-2741-2095
      Email: asysyariah@gmail.com

      Tentang Majalah AsySyariah

      Majalah AsySyariah adalah Majalah ahlussunnah wal jamaah di Indonesia. Membahas dan menampilkan pembahasan artikel berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah dengan apa yang di pahami oleh generasi awal umat ini.

      Alamat

      Jl. Titi Bumi - Potrojoyo 2 No. 082 (gg. Kenanga 26B) RT 01 Patran, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55599

      • Majalah Islam AsySyariah
      • Pengiriman
      • Daftar Agen

      © 1442 H Majalah Asy Syariah
      Web Desain oleh DakwahStudio.

      No Result
      View All Result
      • Beranda
      • Majalah
        • Tebar Asy-Syariah
        • Daftar Agen
        • Majalah Asy Syariah – Digital
      • Tanya Jawab
      • Artikel
      • Audio
        • Audio Tanya Jawab
        • Audio Kajian
        • Audio Khutbah Jumat
        • Audio Kutipan
      • Ebook

      © 1442 H Majalah Asy Syariah
      Web Desain oleh DakwahStudio.