Khaulah Bintu Hakim

(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirahman bintu ‘Imran)

 

Khaulah bintu Hakim bin Umayyah bin Haritsah bin Al-Auqash bin Murrah bin Hilal bin Falij bin Tsa’labah bin Dzakwan bin Imri`il Qais bin Buhtsah bin Sulaim As-Sulamiyyah x, dikenal pula dengan kunyahnya, Ummu Syarik. Ibunya adalah Dha’ifah bintu Al-’Ash bin Umayyah bin ‘Abdi Syams.

Dialah yang turut mengantarkan Saudah bintu Zam’ah dan ‘Aisyah bintu Abi Bakr c ke dalam rumah tangga Rasulullah n, sebagai ummahatul mukminin. Ketika Khadijah bintu Khuwailid x meninggal, Khaulah menemui Rasulullah n yang sedang dirundung duka. “Wahai Rasulullah,” katanya, “Tidakkah engkau ingin menikah lagi?” “Dengan siapa?” “Kalau engkau menghendaki, ada yang gadis. Atau kalau engkau menghendaki, ada yang janda,” jawab Khaulah. “Siapa yang gadis dan siapa yang janda?” “Yang gadis, ‘Aisyah, putri seseorang yang paling engkau cintai. Sedangkan yang janda, Saudah bintu Zam’ah, seorang wanita yang beriman kepadamu dan mengikutimu,” jelas Khaulah. “Pinangkanlah mereka berdua untukku,” utus Rasulullah n.

Khaulah pun mendatangi Ummu Ruman, ibu ‘Aisyah. “Wahai Ummu Ruman, kebaikan dan berkah apa kiranya yang akan Allah k datangkan bagi kalian?” “Apa itu?” tanya Ummu Ruman. “Rasulullah n meminang ‘Aisyah,” jawab Khaulah.

“Tunggu sebentar! Sebentar lagi Abu Bakr datang,” kata Ummu Ruman.

Tak lama, Abu Bakr pun datang. Khaulah pun menyampaikan maksudnya kepada Abu Bakr. “Apakah ‘Aisyah pantas menikah dengan beliau, sementara ‘Aisyah adalah anak saudaranya?” tanya Abu Bakr. Ketika Khaulah menyampaikan pertanyaan ini kepada Rasulullah n, beliau pun menjawab, “Aku saudaranya dan dia saudaraku, dan putrinya boleh menikah denganku.”

“Sesungguhnya Al-Muth’im bin ‘Adi pernah meminang ‘Aisyah untuk anaknya. Sungguh, aku tidak bisa menyelisihi janji,” kata Ummu Ruman pada Khaulah. Abu Bakr pun segera menemui Al-Muth’im. “Bagaimana pandanganmu tentang urusan anak gadis ini?” tanya Abu Bakr. Al-Muth’im memandang istrinya sambil bertanya, “Apa yang akan kau katakan?” Istri Al-Muth’im memandang Abu Bakr. “Sepertinya kalau kami nikahkan anak kami dengan anak perempuanmu, engkau akan memasukkan anak kami dalam agamamu,” kata istri Al-Muth’im. Abu Bakr mengalihkan pandangan pada Al-Muth’im, “Kau sendiri, apa yang hendak kau katakan?” “Dia telah mengatakan apa yang sudah kau dengar tadi,” jawab Al-Muth’im.

Abu Bakr segera beranjak pergi. Sekarang, tak ada janji apa pun yang harus dia penuhi dengan Al-Muth’im. “Katakan pada Rasulullah, dia bisa datang,” kata Abu Bakr pada Khaulah. Rasulullah n pun datang dan menikah dengan ‘Aisyah.

Khaulah bintu Hakim, salah seorang di antara para shahabiyah yang pernah menghibahkan dirinya kepada Rasulullah n, namun kemudian dinikahi oleh seorang shahabat, ‘Utsman bin Mazh’un z.

Dalam perjalanan rumah tangganya dengan ‘Utsman bin Mazh’un z, ada satu peristiwa yang memberikan banyak faedah bagi kaum muslimin. Suatu hari, Khaulah x mendatangi ‘Aisyah x dengan penampilan yang kusut dan jelek. ‘Aisyah merasa heran melihatnya, “Mengapa keadaanmu seperti itu?” “Suamiku selalu menegakkan shalat sepanjang malam dan selalu berpuasa di siang hari,” jawab Khaulah menjelaskan keadaannya. Ketika Rasulullah n datang, ‘Aisyah menceritakan keadaan Khaulah kepada beliau. Rasulullah n pun menemui ‘Utsman seraya menasihati, “Wahai ‘Utsman, sesungguhnya rahbaniyyah1 itu tidak ditetapkan bagi kita. Pada diriku ini ada contoh yang baik untukmu. Demi Allah, aku ini orang yang paling takut dan paling menjaga batasan-batasan Allah k.”

Dia pernah meriwayatkan ilmu dari Rasulullah n. Banyak yang mengambil ilmu darinya. Di antaranya Sa’d bin Abi Waqqash z tentang hadits ta’awwudz (meminta perlindungan kepada Allah k) dengan kalimat-kalimat Allah l yang sempurna ketika singgah di suatu tempat dalam perjalanan. Juga Sa’id ibnul Musayyab, Busr bin Sa’id, dan ‘Urwah bin Az-Zubair bin Al-Awwam.

Khaulah bintu Hakim x, seorang wanita shalihah dan penuh keutamaan. Semoga Allah l meridhainya….

Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.

 

Sumber Bacaan:

• Al-Ishabah, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar (8/116-117)

• Al-Isti’ab, karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (2/514-515)

• Ath-Thabaqatul Kubra, karya Al-Imam Ibnu Sa’d (10/152)

• Siyar A’lamin Nubala’, karya Al-Imam Adz-Dzahabi (1/157-158, 2/149-150)


1 Rahbaniyyah adalah cara hidup kependetaan yang berasal dari Nasrani, dengan menjauhi kesibukan dunia, meninggalkan segala kesenangan dunia, merasa tidak butuh terhadap dunia, menjauhkan diri dari istri dan keluarganya. Sampai-sampai di antara mereka ada yang mengebiri dirinya, memasang rantai di lehernya, maupun bentuk-bentuk penyiksaan diri lainnya.