Mari Berwakaf!

salahsatu amal jariyah adalah mewakafkan Al-Qur'an

Wakaf seolah tenggelam oleh “popularitas” sedekah. Padahal wakaf juga punya keistimewaan tersendiri. Memang, jika bicara nilai aset, umumnya nilai harta benda wakaf lebih besar daripada sedekah. Apalagi dalam pemahaman masyarakat umum, wakaf identik dengan benda tidak bergerak seperti tanah atau bangunan, sehingga kemampuan berwakaf tentu tak setinggi kemampuan bersedekah. Padahal, jika kita bisa memahami apa yang dimaksud wakaf, ada banyak cara untuk kita bisa berwakaf, baik dengan benda bergerak selain uang maupun benda bergerak berupa uang. Adapun nilainya, tergantung kemampuan kita, meskipun di sini bukan soal kecil atau besar, tapi nilai keikhlasan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Dengan kata lain, wakaf sesungguhnya meliputi benda-benda secara luas selama dalam kepemilikan wakif (yang mewakafkan) dan bukan benda habis pakai. Manfaatnya juga terus bisa dirasakan dari generasi ke generasi, seperti buku-buku agama, majalah-majalah Islami, mushaf al-Qur’an, dan sebagainya.

Dalam praktiknya, terkadang kita justru mengecilkan itu semua hanya karena “bukan uang” atau melihat “nilai rupiah”-nya yang sangat kecil. Padahal, bisa jadi tanpa kita sadari, hanya dari beberapa majalah Islami yang barangkali sudah kusam yang kita berikan kepada sebuah masjid, itu menjadi wasilah (sarana) jamaah masjid tersebut untuk mendapatkan hidayah untuk memahami agama ini dengan benar. Demikian juga dari sebuah al-Qur’an mungil yang kita wakafkan ke sebuah masjid, namun menjadi ladang pahala yang terus-menerus mengalir karena terus-menerus dibaca oleh jamaah yang berkunjung ke masjid tersebut. Subhanallah!

 

“Terkadang kita justru mengecilkan itu semua hanya karena “bukan uang” atau melihat “nilai rupiah”-nya yang sangat kecil. Padahal, bisa jadi tanpa kita sadari, hanya dari beberapa majalah Islami yang barangkali sudah kusam yang kita berikan kepada sebuah masjid, itu menjadi wasilah (sarana) jamaah masjid tersebut untuk mendapatkan hidayah untuk memahami agama ini dengan benar.”

 

Dahulu, ikrar wakaf cukup bermodalkan lisan. Namun, seiring dengan perkembangan zaman sekaligus pergeseran dalam cara pandang soal keduniaan, wakaf sering terseret dalam ranah hukum. Banyak kasus harta benda wakaf yang hilang setelah kalah dalam sengketa hukum melawan anak cucu wakif. Oleh karena itu, benda wakaf dipersyaratkan dikuasai secara sah oleh wakif, serta bebas dari segala sitaan, perkara, sengketa, dan tidak dijaminkan.

 

Baca juga

Sertifikasi Wakaf 

 

Kita tentu menyambut baik program pemerintah untuk sertifikasi wakaf, melalui kerjasama Kantor Kementerian Agama Kab/Kota dan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kab/Kota—untuk benda wakaf berupa tanah—dan instansi berwenang lainnya dalam hal benda wakaf berupa benda tidak bergerak selain tanah atau benda bergerak selain uang. Sertifikasi wakaf ini membuat benda wakaf punya kekuatan hukum. Aset umat bisa dipertahankan, untuk kemudian dikelola sesuai dengan amanat wakif serta dikembangkan sesuai dengan peruntukannya secara produktif dan profesional.

Karena wakaf sudah menyangkut lintas generasi, umat pun butuh nazhir-nazhir yang profesional. Yang tidak mengurusi wakaf sekadar pekerjaan paruh waktu, tetapi benar-benar menjalankan tugas secara profesional, tentunya dengan pemberian hak-hak yang pantas. Yang diharapkan, nazhir bisa benar-benar mengadministrasikan, mengelola, mengembangkan, mengawasi, dan melindungi harta benda wakaf untuk kesejahteraan umat.

Tinggal sekarang, sejauh mana kepedulian umat untuk berwakaf. Sekali lagi wakaf bukan cuma tanah, banyak hal yang bisa kita wakafkan. Oleh karena itu, mari berwakaf!

 

Baca juga:

Mewakafkan Masjid dengan Keikhlasan dan Bimbingan