Mengenal Usia Baligh

Muhammad, apakah kau pernah bermimpi?”

Pertanyaan itu memecah keheningan. Anak-anak pun tertawa renyah mendengar pertanyaan yang tiada terduga. Malam itu, beberapa anak yang baru menapak belasan tahun berkumpul. Mereka saling pandang. Ada yang tersipu. Ada pula yang masih menyisakan sedikit tawanya. Pertanyaan itu cukup mengusik mereka. Pertanyaan itu mengingatkan betapa mereka telah beranjak baligh.

Anak-anak usia baligh sangat perlu mendapat perhatian. Masa baligh adalah masa seseorang melepas masa kanak-kanak namun belum menjangkau dewasa. Pada masa baligh seseorang telah taklif, yaitu memiliki kewajiban untuk menunaikan perintah agama. Setiap perbuatannya telah dicatat. Karena itu, sangat penting membimbing mereka.

Memasuki usia baligh, fisik banyak mengalami perubahan. Tentunya, diiringi pula perubahan secara psikis. Pada laki-laki perubahan fisik bisa dilihat dari tumbuhnya rambut di beberapa bagian tubuh. Suara yang membesar. Tubuh meninggi dan berat badan bertambah. Keadaan otot lebih kuat dan kencang. Kulit muka yang dahulu halus, bisa berubah ditumbuhi jerawat. Pada wanita, ditandai suara yang lembut serta pertumbuhan tubuh yang feminin. Perubahan ini diikuti dengan mulai matangnya organ seksual. Selain usia mencapai lima belas tahun, pada umumnya usia baligh ditandai dengan ihtilam (mimpi basah) pada laki-laki dan haid pada wanita.

Adapun secara psikis, anak usia baligh merasa diri telah dewasa. Namun, secara kepribadian dia belum matang. Begitu pula pola pikir, belum terbilang mapan. Kadang letupan emosi lebih mengedepan. Karena itu, pada masa usia baligh ini, sering dijumpai anak remaja yang mudah tersinggung, rentan rasa frustrasi (putus asa), suka menentang atau melakukan perlawanan.

Secara sosial, pada masa ini seseorang mulai menyukai relasi dengan lawan jenis. Di samping itu, mulai menguat jiwa solidaritas kepada teman seusianya.

Saat mengupas hadits tentang tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah subhanahu wa ta’ala di akhirat, saat tak ada naungan selain naungan-Nya, asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata,

شَابٌّ نَشَأَ فِي طَاعَةِ اللهِ

“Anak muda yang tumbuh kembang dalam ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala,”

lantaran galibnya anak muda sarat dengan kecenderungan untuk melakukan penyimpangan. (HR. al-Bukhari no. 1423 dan Muslim no. 91 dalam Syarhu Riyadhi ash-Shalihin, 1/951)

Ucapan asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah tersebut menyiratkan sinyal yang sedemikian kuat, betapa masa usia baligh adalah masa transisi (peralihan masa kanak-kanak ke masa dewasa) dan ketidakpastian sikap. Masa yang penuh topan dan badai. Sangat rentan untuk tergelincir kepada perilaku yang tidak baik.

Segaris dengan ini, asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menyebutkan bahwa di antara sebab terbanyak yang menjatuhkan anak muda pada penyimpangan dan enggan dengan sesuatu yang terkait agama adalah lantaran sedikitnya ilmu dan ketidaktahuan mereka (jahil) akan hakikat Islam dan keindahannya. Selain itu, tak adanya perhatian terhadap al-Qur’an dan minimnya para pembimbing yang memiliki kemampuan menyampaikan hakikat Islam kepada mereka. Ditambah lagi, munculnya penyebab lain, yaitu: lingkungan masyarakat (yang buruk), media televisi, bepergian ke luar negeri (negeri kafir), ikhtilath, serta adanya sosok figur yang memiliki keyakinan yang batil dan buruk akhlak. (Min Qadhaya asy-Syabab, hlm. 57)

Ketika perubahan fisik disertai oleh perubahan perilaku dan sikap, saat seperti inilah anak perlu mendapat perhatian orang-orang di sekitarnya, terkhusus orang tua, guru, pengasuh, untuk lebih menyelami keadaan mereka.

Sebagaimana disebutkan asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah, minimnya pembimbing yang bisa menjelaskan hakikat Islam menjadi salah satu sebab ketergelinciran anak muda kepada sesuatu yang negatif. Banyak perilaku mereka yang sulit diduga, tidak terukur, yang ujungnya pelanggaran norma yang ada. Nas’alullaha as-salamah.

Keluarga yang harmonis menjadi modal sangat penting bagi tumbuh kembang anak pada usia baligh. Keluarga yang harmonis sangat mendukung pembentukan kepribadian yang sehat bagi anak yang menapak baligh. Fungsi dasar keluarga ialah memberi rasa aman, kasih sayang, perhatian, dan membangun hubungan emosional yang baik antaranggota keluarga. Dari sini, akan terbentuk anggota keluarga yang berkepribadian tangguh dan baik. Bi idznillah.

Kehangatan hubungan orang tua dengan anak (khususnya anak usia baligh) sangat membantu mengatasi masalah yang timbul pada usia baligh. Hubungan yang hangat akan membuka komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Ini penting.

Ketika seorang ayah bertanya kepada anak laki-lakinya yang memasuki usia baligh, “Nak, kau pernah bermimpi?” Tentu bukan sekadar bertanya tanpa maksud. Bagi orang tua yang mengerti Islam, pertanyaan itu terkait dengan seberapa jauh sang anak memahami liku-liku usia baligh.

Orang tua tentu layak untuk tahu karena hal itu terkait dengan pelaksanaan syariat Islam saat memasuki usia baligh. Pelaksanaan syariat itu, seperti sudahkah anaknya mengetahui tata cara mandi janabah, mengetahui perbedaan madzi dengan mani, dan lainnya.

Hal-hal di atas, terkadang seorang anak merasa malu apabila ia yang memulai bertanya kepada orang tuanya. Ia cenderung untuk mencari informasi di luar dengan caranya sendiri. Keadaan semacam ini tentu bisa membahayakan dirinya karena tidak terbimbing. Oleh karena itu, orang tua atau pendidik kiranya bisa lebih proaktif menghadapi anak usia baligh. Wallahu a’lam.

Ditulis oleh Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin