Nasihat untuk Muslimah yang Suka Jalan-Jalan ke Pasar

Pertanyaan:

Adakah nasihat yang dapat ditujukan untuk perempuan muslimah yang hobi jalan-jalan ke pasar dan suka menyia-nyiakan kewajibannya?

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menjawab:

“Hendaknya dia bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala dalam urusan dirinya, suaminya, dan anak-anaknya. Hendaknya dia menunaikan pekerjaan-pekerjaan rumahnya, mendidik anak-anaknya, dan memenuhi hak-hak suaminya.

Baca juga: Hak Suami dalam Islam

Demikian pula hendaknya dia mempelajari urusan agamanya, menjaga penunaian hak-hak Allah subhanahu wa ta’ala, memperbanyak ibadah sunnah, dan bersedekah sesuai kemampuannya.

Janganlah dia keluar dari rumah kecuali karena kebutuhan mendesak disertai dengan menutup tubuhnya dengan sempurna, tidak memakai wewangian, tidak pula mengenakan perhiasan. Jangan dia berkendara sendirian hanya dengan sopir yang bukan mahramnya. Dia tidak boleh berdesak-desakan dengan lelaki dan bercampur baur dengan mereka.

Baca juga: Wanita Adalah Aurat

Dia juga tidak boleh masuk ke ruang dokter lelaki sendirian tanpa ditemani mahramnya. Dia tidak boleh safar tanpa mahram. Hendaknya dia berobat kepada dokter perempuan. Dia tidak boleh berobat ke dokter lelaki kecuali dengan dua syarat:

  1. Tidak ada dokter perempuan
  2. Dia benar-benar butuh (darurat) untuk berobat (tidak bisa ditunda).

Hendaknya perempuan muslimah menghindari tasyabbuh (menyerupai/meniru) dengan lelaki. Demikian pula dia menghindari tasyabbuh dengan perempuan kafir dalam hal rambut dan busananya.

Hendaknya dia bersegera menikah jika belum menikah. Jangan terus menjalani hidup tanpa didampingi oleh suami. Jika ada lelaki saleh datang melamarnya, hendaknya dia mengalahkan ambisi-ambisinya (dengan menerima lamaran lelaki tersebut).

Baca juga: Menikah, Memperbanyak Umat Rasul

Karena itulah, hendaknya perempuan muslimah tidak menoleh kepada propaganda-propaganda menipu yang ingin mencabut kemuliaan dan ‘iffah seorang muslimah. Propaganda yang menyerunya untuk keluar dari adab syariat dan menentang walinya yang justru mempertimbangkan apa yang bermaslahat baginya. Dia wajib berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali silaturahim, memuliakan tetangga, dan tidak mengganggu mereka.

Baca juga: Meraih Ridha Allah dan Cinta-Nya dalam Hidup Bertetangga

Allah subhanahu wa ta’ala-lah yang memberi taufik.”

(al-Muntaqa min Fatawa Fadhilatusy Syaikh, 3/177—178)