Tahdzir, Syariat yang Dicibir

السلام عليكم ورحمة الله و بركاته

Islam menyuguhkan keseimbangan. Agama ini mengajarkan kebaikan sekaligus memperingatkan dari keburukan. Islam mengajak kepada tauhid, juga menyeru untuk meninggalkan segala bentuk kesyirikan. Islam mendekatkan umatnya ke jalan yang lurus, di sisi lain juga menjauhkan umatnya dari jalan kesesatan.

Jauh-jauh hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan akan adanya “dai-dai” yang berada di jalan-jalan yang menyimpang, yang senantiasa menyeru umat untuk menjauh dari jalan yang lurus. Banyaknya kesesatan yang dipasarkan sekaligus dai penyesatnya, jelas membutuhkan penyeimbang.

Islam pun mensyariatkan tahdzir, yakni memperingatkan umat dari kesesatan secara umum atau memperingatkan umat dari “dai” tertentu secara khusus. Umat yang mayoritasnya dalam kondisi awam, jelas butuh pencerahan. Betapa banyak umat yang menganggap kesesatan sebagai sebuah kebenaran, dan sebaliknya menganggap kebenaran sebagai sebuah kesesatan. Demikian juga, betapa banyak dai al-haq yang dicaci habis-habisan sementara dai-dai penyesat justru dipuja-puja dan dielu-elukan.

Bayangkan jika tidak ada tahdzir. Dalam keadaan dai yang menyimpang lebih banyak daripada dai yang mengajak kepada jalan yang lurus; manusia juga lebih banyak yang menyemai kebatilan daripada yang berada di jalur al-haq, dan dalam keadaan manusia lebih banyak yang menyukai kesesatan daripada yang mencari kebenaran.

Buat apa merasa tabu, karena tahdzir bukanlah barang baru. Tahdzir telah diamalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Di zaman dahulu saat kesesatan belum gegap gempita seperti sekarang, tahdzir sudah dilakukan oleh para sahabat radhiallahu ‘anhum. Apa jadinya jika kesesatan sudah semeriah ini, didukung dengan peranti teknologi, tahdzir justru dicibir?

Apa jadinya jika kesesatan justru terus mendominasi dan dai-dai penyesat dibiarkan mengumbar kesesatannya di mana-mana tanpa upaya counter?

Bayangkan jika kesesatan yang awalnya kecil kemudian terus membesar, bahkan mengakar, lantas mewujud menjadi kebenaran yang diamini banyak orang!

Na’udzubillah, jika kita masih sibuk mencibir tahdzir, lantas berkata nyinyir tentang tahdzir. Hanya demi membela mati-matian ustadz atau syaikhnya, dengan tutup mata atas kesalahan fatal ustadz atau syaikhnya, ada orang-orang yang menjatuhkan kehormatan ulama yang men-tahdzir ustadz atau syaikhnya.

“Janganlah kita disibukkan dengan tahdzir,” “Tahdzir memecah belah umat,” adalah di antara ungkapan-ungkapan halus untuk mengebiri atau mengerdilkan syariat tahdzir. Padahal tahdzir sejatinya adalah senjata perlindungan diri, yang terus kita sandang kapan dan di mana pun, dan hanya digunakan saat diperlukan. Amat naif jika ada yang mengatakan bahwa Ahlus Sunnah yang dibahas sedikit-sedikit adalah tahdzir.

Memang, menyuarakan kebenaran atau berdakwah tidak ada yang tanpa risiko. Kebenaran seakan-akan terlihat dengan wajah buruknya—menurut anggapan mereka yang tidak setuju tentunya. Mereka seolah tak pernah menyadari kemaslahatan tahdzir bagi umat dan kemurnian Islam.

Maka dari itu, mari kita berkaca, jangan sampai kita menyembunyikan fanatisme buta untuk menolak tahdzir. Na’udzubillah.

والسلام عليكم ورحمة الله و بركاته