Menghadiahkan Bacaan Al-Fatihah

Pertanyaan:

Bolehkah menghadiahkan surah al-Fatihah untuk diri sendiri, suami, anak, orang tua yang sudah tiada, dan untuk saudara yang sudah tiada dan yang masih ada?

Jawab:

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah menjawab pertanyaan yang semisal dengan ini. Berikut ini jawaban beliau.

“Dalam kitab suci Al-Qur’an, Sunnah dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan dari para sahabat yang mulia, tidak ada dalil yang menunjukkan disyariatkannya menghadiahkan bacaan Al-Qur’anul Karim untuk orang tua dan lainnya.

Yang ada hanyalah Allah mensyaratkan agar seseorang membaca Al-Quran untuk mengambil manfaat dan faedah, serta merenungi makna dan mengamalkannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ مُبَٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Shad: 29)

قُلۡ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ هُدًى وَشِفَآءٌۚ

Katakanlah, “Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.” (Fushilat: 44)

Baca juga: Rambu-Rambu Penting dalam Mengkaji, Memahami, dan Menafsirkan al-Qur’an

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

“Bacalah Al-Qur’an karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pensyafaat (pembela) bagi pembacanya.” (HR. Muslim no. 804 dari sahabat Abu Umamah radhiallahu anhu)

Beliau bersabda pula,

يُؤْتَى بِالْقُرْآنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَهْلِهِ الَّذِينَ كَانُوا يَعْمَلُونَ بِهِ تَقْدُمُهُ سُورَةُ الْبَقَرَةِ، وَآلُ عِمْرَانَ—وَضَرَبَ لَهُمَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةَ أَمْثَالٍ مَا نَسِيتُهُنَّ بَعْدُ، قَالَ: —كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ، أَوْ ظُلَّتَانِ سَوْدَاوَانِ بَيْنَهُمَا شَرْقٌ، أَوْ كَأَنَّهُمَا حِزْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ، تُحَاجَّانِ عَنْ صَاحِبِهِمَا

“Sesungguhnya Al-Qur’an didatangkan pada hari kiamat bersama para ahlinya (pemiliknya), yaitu mereka yang mengamalkannya, yang didahului oleh surah al-Baqarah dan surah Ali Imran.

Sahabat an-Nawwas mengatakan, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membuat tiga permisalan yang tidak aku lupa sampai sekarang. Beliau mengatakan, ‘Seakan-akan keduanya bagaikan dua gumpalan awan putih atau awan (saja) atau bagaikan dua kumpulan burung shawaf yang ingin membela para pemiliknya (yang mengamalkannya)’.” (HR. Muslim no. 805 dari sahabat an-Nawwas bin Sam’an radhiallahu anhu)

Baca juga: Meraih Kemuliaan dengan Al-Qur’an

Artinya, Al-Qur’an diturunkan untuk diamalkan, direnungi, dan untuk dibaca sebagai bentuk ibadah serta memperbanyak bacaannya. Al-Qur’an tidak diturunkan untuk dihadiahkan kepada orang-orang yang sudah mati atau yang lainnya. Saya tidak mengetahui, apa dasar menghadiahkan bacaan Al-Qur’an untuk kedua orang tua dan yang lainnya.

Sungguh, Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa melakukan amalan yang tidak ada tuntunan kami atasnya, maka ia tertolak.” (HR. Muslim dari Aisyah radhiallahu anha)

Baca juga: Agama Ini Telah Sempurna

Memang, sebagian ulama berpendapat bolehnya hal tersebut. Mereka mengatakan bahwa tidak mengapa menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur’an dan pahala amalan-amalan saleh lainnya. Hal ini dikiaskan dengan sedekah dan doa untuk orang-orang yang sudah mati dan yang lainnya.

Namun, yang benar adalah pendapat pertama, berdasarkan hadits-hadits di atas dan yang semakna dengannya. Sekiranya menghadiahkan bacaan Al-Qur’an itu disyariatkan, pasti sudah dinukilkan oleh para ulama salafus shalih. Urusan ibadah tidak bisa dikias-kiaskan karena sifatnya adalah tauqifi (mengikuti ada atau tidaknya dalil). Ibadah tidak bisa ditetapkan kecuali ada nas (pernyataan) dari kalam Allah atau dari Sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, berdasarkan hadis (Aisyah) di atas dan yang semakna dengannya.

(Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah 2/244—245, terbitan Darul Bashirah, Mesir)

Ditulis oleh Ustadz Abu Ishaq Abdullah