Anak adalah amanah. Membesarkan anak bukan semata dengan memenuhi berbagai keinginannya. Lebih dari itu, yang paling penting adalah bagaimana menanamkan pemahaman agama sejak dini, sehingga anak bisa mengenal Allah subhanahu wa ta’ala, Nabi-Nya, serta memiliki akhlak mulia.
Anak adalah karunia dan nikmat dari Allah subhanahu wa ta’ala. Terasa bahagia hati tatkala melihat mereka, terasa sejuk mata saat memandang mereka. Begitu pun jiwa terasa bahagia dengan keceriaan mereka.
Bahkan nikmat Allah subhanahu wa ta’ala yang satu ini termasuk dalam doa Nabi Zakaria ‘alaihis salam. Beliau mengatakan,
رَبِّ لَا تَذَرۡنِي فَرۡدٗا وَأَنتَ خَيۡرُ ٱلۡوَٰرِثِينَ ٨٩
“Rabb-ku, janganlah Kau membiarkanku seorang diri, sesungguhnya Engkau sebaik-baik yang mewarisi.” (al-Anbiya: 89)
Anak adalah perhiasan hidup di dunia. Orang yang tidak dikaruniai anak akan mengetahui betapa besar nikmat ini.
Adapun dirimu, sungguh engkau adalah seorang ibu yang akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah yang telah Allah subhanahu wa ta’ala bebankan kepadamu pada hari kiamat nanti, apakah engkau menjaganya ataukah menyia-nyiakannya?
Ketahuilah olehmu, kesempurnaan perhiasan seorang anak tidaklah akan diraih kecuali dengan agama dan kebaikan akhlaknya. Bila tidak demikian, anak hanya akan menjadi musibah bagi kedua orang tuanya di dunia dan akhirat.
Banyak masalah yang berkaitan dengan pendidikan mereka secara umum, akan tetapi kita tidak akan membahas panjang lebar, namun sekadar menyinggung beberapa perkara yang paling penting:
- Bersemangatlah untuk menyelamatkan akidah mereka dari perkara-perkara yang bisa mengotorinya. Hindarkanlah mereka dari memakai jimat-jimat, meramal nasib dengan melihat garis tangan, atau bentuk-bentuk ramalan yang lainnya. Jadikanlah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sesuatu yang agung dalam hati mereka.
- Bersemangatlah dalam menanam-kan keimanan, kebaikan, dan perasaan selalu diawasi oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam hati mereka. Renungkanlah wasiat Luqman kepada anak-anaknya,
يَٰبُنَيَّ إِنَّهَآ إِن تَكُ مِثۡقَالَ حَبَّةٖ مِّنۡ خَرۡدَلٖ فَتَكُن فِي صَخۡرَةٍ أَوۡ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ أَوۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ يَأۡتِ بِهَا ٱللَّهُۚ
“Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah tetap mendatangkannya (membalasnya).” (Luqman: 16)
Mereka harus senantiasa diingatkan bahwa Allah Maha Mengawasi dan Maha Melihat amalan hamba-hamba-Nya.
Diriwayatkan dari Tsabit bin Qais dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia mengisahkan, “Rasulullah mendatangiku ketika aku sedang bermain dengan teman-temanku. Beliau memberi salam kepada kami, kemudian mengutusku untuk suatu keperluan, sehingga aku terlambat datang kepada ibuku. Ketika aku datang, ibuku bertanya, ‘Apa yang membuatmu terlambat?’
Aku menjawab, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk suatu keperluan.’
Ibuku bertanya lagi, ‘Apa keperluan beliau?’
Aku katakan, ‘Ini rahasia.’
Ibuku pun mengatakan, ‘Kalau begitu, jangan sekali-kali kau ceritakan rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang pun.’
Anas berkata, ‘Demi Allah, seandainya aku memberitahukan rahasia itu kepada seseorang, sungguh aku juga akan memberitahukan kepadamu, wahai Tsabit!’.” (Sahih, HR. Muslim)
Perhatikanlah. Sang ibu tidaklah menghukum anaknya ketika merahasiakan urusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadapnya.
Berbeda halnya dengan yang dilakukan oleh sebagian ibu yang lain. Bahkan, ada ibu yang terlalu banyak bertanya kepada anak mereka tentang hal-hal yang tidak layak diketahui banyak orang dari suatu rumah yang dikunjungi si anak. Demikian pula tentang segala yang terjadi di antara penghuni rumah tersebut. Dengan semua itu, tanpa disadari sang ibu telah menanamkan dalam diri anaknya sifat fudhul (terlalu ingin tahu urusan orang lain) dan suka menyebarkan rahasia.
- Ingatkanlah mereka, bahwa Allah Mahaperkasa, menghukum hamba-hamba-Nya yang bermaksiat kepada-Nya, Maha Pengampun dan Maha Penyayang terhadap orang-orang yang bertobat dan kembali kepada-Nya.
Ingatkanlah mereka tentang maut dan beratnya kematian, tentang alam kubur dan kegelapannya, serta tentang kiamat dan kengerian pada saat itu.
Perintahlah mereka untuk selalu taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, terlebih lagi dalam perkara shalat. Dampingilah mereka dalam melaksanakannya dan bangunkan mereka dari tidurnya untuk shalat.
Tanamkanlah dalam diri-diri mereka agungnya kedudukan shalat. Waspadalah dari perasaan kasih sayang terhadap mereka yang justru membuatmu tidak membangunkan mereka, yang dapat menyebabkan dirimu dan dirinya masuk ke dalam neraka. Wal ‘iyadzu billah.
Biasakanlah mereka berpuasa sejak kanak-kanak agar mudah melaksanakannya ketika usia mereka telah baligh dan sadarkanlah mereka terhadap pengawasan Allah subhanahu wa ta’ala. Sesungguhnya puasa adalah pendidik paling besar bagi mereka agar mereka menyadari bahwa Allah Maha Mengawasi.
- Awasilah anak-anakmu dan jangan biarkan mereka bermudah-mudah melakukan perkara-perkara yang mungkar, sementara engkau mengetahuinya.
Janganlah berdiam diri sementara engkau mengetahui bahwa putrimu mendengarkan nyanyian (musik), mengenakan cat kuku (kuteks) lalu berwudhu tanpa menghilangkannya, mengerik alisnya, melepaskan hijab yang syar’i, keluar dengan memakai wewangian, bepergian sendiri baik ke pasar maupun ke tempat-tempat umum lainnya, mengendarai mobil berdua saja dengan sopir, atau ia suka membaca majalah-majalah yang dapat merusaknya!
Janganlah engkau meletakkan telepon di kamar pribadinya dan awasilah ia dari jauh. Janganlah bersikap terlalu percaya yang berlebihan atau merasa waswas yang keterlaluan yang dapat memengaruhi diri putrimu hingga ia kehilangan rasa percaya dirinya.
Wahai ibu yang mulia, hindarilah memberikan protes tanpa mampu berbuat sesuatu kepadanya atau engkau semata-mata membenci kemungkaran yang dilakukannya tanpa tindakan apapun.
Akan tetapi, jadilah orang yang kuat memegang al-haq yang tidak akan ridha pada sesuatu yang batil, namun lemah lembut dan penyayang dalam perkara-perkara selain itu. Didiklah dengan baik putrimu karena kelak di hari akhir dia bisa menjadi tabir/penghalang api neraka darimu.
Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Berbuat baik terhadap anak-anak perempuan diwujudkan dengan mendidik mereka dengan pendidikan Islami, mengajarkan ilmu kepada mereka, membesarkan mereka di atas al-haq dan semangat untuk menjaga kehormatan diri, serta menjauhkan mereka dari perkara-perkara yang diharamkan Allah subhanahu wa ta’ala berupa tabarruj[1] dan selainnya.
Demikianlah metode mendidik anak-anak perempuan ataupun anak laki-laki, juga dengan hal-hal selain itu yang termasuk sisi-sisi kebaikan. Jadi, mereka semua terdidik untuk taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya, serta menjauhkan diri dari perkara-perkara yang diharamkan Allah subhanahu wa ta’ala dan menegakkan hak-hak-Nya.
Dengan demikian, kita ketahui bahwasanya maksud berbuat baik di sini bukanlah semata-mata memberi mereka makan, minum, dan pakaian saja. Bahkan maksudnya lebih besar daripada itu semua, yaitu berbuat kebaikan kepada mereka, baik dalam masalah agama maupun dunia.”
Beliau juga berkata, ”Hadits ini ditujukan kepada ayah atau ibu secara umum.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 4/377)
- Peringatkan putra-putrimu dari teman-teman yang jelek dan jelaskan bahayanya bergaul dengan mereka.
Jagalah mereka dari bermain di jalanan serta bahayanya. Buatlah mereka sibuk dengan perkara-perkara yang memberi manfaat pada diri mereka, seperti menghafal Al-Qur’an di masjid.
Janganlah engkau memasukkan alat-alat yang diharamkan ke dalam rumah, terlebih lagi video (sekarang VCD, DVD, dsb), walaupun engkau memberikannya dengan maksud sekadar untuk menghibur mereka.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya, “Barang siapa meninggalkan sesuatu yang disukai oleh hawa nafsunya karena Allah subhanahu wa ta’ala, maka Allah subhanahu wa ta’ala akan memberi ganti yang lebih baik darinya di dunia dan akhirat.
Demikianlah. Barang siapa meninggalkan maksiat karena Allah subhanahu wa ta’ala, padahal hawa nafsunya ingin melakukannya, Allah subhanahu wa ta’ala akan menggantikannya dengan keimanan dalam hatinya, berikut keluasan, kelapangan, dan berkah dalam rezekinya serta kesehatan badannya, disamping pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala yang ia tidak akan mampu menggambarkannya.” (Taisir al-Karimir Rahman)
Waspadalah, wahai saudariku muslimah, dari mendoakan kejelekan atas anak-anakmu, walaupun dirimu dalam keadaan marah. Bisa jadi doamu bertepatan dengan waktu terkabulnya doa, hingga doa jelekmu itu terkabul. Sebaliknya, perbanyaklah mendoakan kebaikan bagi mereka.
Kita memohon kepada Allah ‘azza wa jalla untuk memperbaiki anak-anak kita serta menjadikan mereka penghibur hati bagi kita di dunia maupun di akhirat. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menolong kita dalam mengemban amanah ini.
(Diterjemahkan dengan ringkas oleh Ummu ‘Affan bintu Abi Salim dari tulisan aslinya yang bertajuk Tarbiyatul Abna’ ‘Ala Manhaj as-Salaf, sebuah artikel yang diambil dari Ruknul Mar’ah as-Salafiyah, www.sahab.net)
[1] Tabarruj adalah bersolek dan berhias di hadapan selain mahram.