Perkara yang Bermanfaat Bagi Orang yang Telah Mati

Kematian adalah sebuah kepastian yang tak seorang pun dapat mengelak darinya. Di mana pun ia berada, kematian pasti akan datang menjemput. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

كُلُّ نَفۡسٍ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوۡنَ أُجُورَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۖ  فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ  

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan pada Hari Kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran: 185)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

أَيۡنَمَا تَكُونُواْ يُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ وَلَوۡ كُنتُمۡ فِي بُرُوجٖ مُّشَيَّدَةٍۗ وَإِن تُصِبۡهُمۡ حَسَنَةٌ يَقُولُواْ هَٰذِهِۦ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةٌ يَقُولُواْ هَٰذِهِۦ مِنۡ عِندِكَۚ قُلۡ كُلٌّ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ فَمَالِ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلۡقَوۡمِ لَا يَكَادُونَ يَفۡقَهُونَ حَدِيثًا

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatimu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, ‘Ini dari sisi Allah,’ dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka mengatakan, ‘Ini dari engkau (Muhammad).’ Katakanlah, ‘Semuanya (datang) dari sisi Allah.’ Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak dapat memahami pembicaraan (sedikit pun)?” (an-Nisa: 78)

Baca juga: Kematian adalah Kepastian, Apa Yang Sudah Engkau Siapkan?

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَجَآءَتۡ سَكۡرَةُ ٱلۡمَوۡتِ بِٱلۡحَقِّۖ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنۡهُ تَحِيدُ ١٩ وَنُفِخَ فِي ٱلصُّورِۚ ذَٰلِكَ يَوۡمُ ٱلۡوَعِيدِ ٢٠

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu hindari. Dan ditiuplah sangkakala, itulah hari yang diancamkan.” (Qaf: 19—20)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلَن يُؤَخِّرَ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَاۚ وَٱللَّهُ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ

“Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Munafiqun: 11)

Anjuran untuk Selalu Mengingat Kematian

Karena kematian adalah suatu perkara yang pasti terjadi, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan kita untuk senantiasa mengingatnya. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ -يَعْنِي الْمَوْتَ

“Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan dunia—yakni kematian. (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasai; dinyatakan sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil, no. 682)

Imam ash-Shan’ani rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa tidak sepatutnya seseorang itu lalai dari mengingat nasihat terbesar, yakni kematian.” (Subulus Salam, hlm. 455)

Baca juga: Mengingat Mati

Hikmah dari mengingat mati adalah agar seseorang mempersiapkan dirinya dengan amal saleh, demi mendapatkan kebahagiaan di kehidupan berikutnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٌ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٍۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hasyr: 18)

Tidak Ada yang Dibawa Selain Amalan

Ingatlah, wahai saudaraku; ketika seseorang telah meninggal, harta, anak-anak, dan keluarganya tidak akan bermanfaat baginya. Satu-satunya hal yang bermanfaat untuknya hanyalah amalannya.

Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ؛ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ؛ فَرَجَعَ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ، رَجَعَ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ

Ada tiga perkara yang akan menyertai mayit (menuju kuburnya): keluarga, harta, dan amalannya. Dua perkara akan kembali, dan satu perkara akan tetap tinggal bersamanya. Yang akan kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tetap tinggal bersamanya adalah amalannya.” (Muttafaqun alaih)

Oleh karena itu, ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ditanya oleh salah seorang sahabatnya, “Siapakah orang yang terbaik?”

Beliau menjawab,

مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ

“Orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.” (HR. At-Tirmidzi, dari Abdullah bin Busr radhiallahu anhu; dinyatakan sahih oleh Syaikh al-Albani)

Baca juga: Umur, Anugerah yang Banyak Diabaikan

Maka dari itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam selalu mengajarkan agar setiap muslim, dalam kehidupan dunia ini menganggap dirinya layaknya orang asing atau orang yang sedang singgah. Beliau shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada Ibnu Umar radhiallahu anhuma,

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

“Jadilah engkau, di dunia ini, seperti orang asing atau orang yang sedang singgah.”

Ibnu Umar radhiallahu anhuma berkata,

إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

“Jika engkau masih berada di sore hari, janganlah menunggu pagi (untuk beramal saleh). Jika engkau masih berada di pagi hari, janganlah menunggu sore. Manfaatkanlah masa sehatmu untuk masa sakitmu, manfaatkanlah masa hidupmu (dengan beramal saleh) untuk kematianmu.” (HR. al-Bukhari)

Kematian Akan Menghentikan Amalan Seseorang

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyatakan dalam sabdanya,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal, seluruh amalannya akan terputus, kecuali tiga: sedekah yang terus mengalir pahalanya, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Setiap hari yang dilalui oleh seorang mukmin adalah ghanimah (kesempatan untuk menambah amal saleh).” (Lihat Jami’ul Ulum wal Hikam, hlm. 666)

Baca juga: Makna Menyambung Silaturahim akan Memanjangkan Umur

Seorang hamba yang tidak bisa memanfaatkan masa hidupnya dengan amalan kebaikan, maka ia akan menyesal setelah matinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلۡمَوۡتُ قَالَ رَبِّ ٱرۡجِعُونِ ٩٩ لَعَلِّيٓ أَعۡمَلُ صَٰلِحًا فِيمَا تَرَكۡتُۚ كَلَّآۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَاۖ وَمِن وَرَآئِهِم بَرۡزَخٌ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, ‘Wahai Rabb, kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan.” (al-Mu’minun: 99—100)

Amalan Orang Hidup yang Bermanfaat Bagi Si Mayit

Karena kemurahan dan karunia dari Allah subhanahu wa ta’ala, seseorang yang sudah mati masih bisa menikmati manfaat dari sebagian amalan yang dahulu pernah diamalkannya ketika di dunia. Dia juga bisa mendapatkan manfaat dari sebagian amalan orang-orang yang masih hidup.

Beberapa perkara yang akan terus bermanfaat bagi orang yang telah mati adalah:

  1. Sedekah jariyah, seperti wakaf dan sejenisnya

Seorang hamba akan terus mendapatkan pahala sedekah jariyah yang pernah ia lakukan ketika di dunia, seperti membangun masjid, pesantren, atau jenis wakaf kebaikan lainnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُهُ

“Jika seseorang meninggal, seluruh amalannya akan terputus, kecuali tiga: sedekah yang terus mengalir pahalanya, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)

  1. Ilmu yang bermanfaat

Ilmu yang bermanfaat yang telah ia ajarkan kepada orang lain, akan terus mengalirkan pahala untuknya walaupun ia telah meninggal, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas. Selain hadits di atas, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga menjelaskan dalam sabdanya,

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

“Barang siapa mengajak kepada petunjuk (kebaikan), dia akan mendapatkan pahala sebesar pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Baca juga: Jangan Meremehkan Satu Kebaikan Pun

Beliau shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barang siapa mengajarkan suatu kebaikan, dia akan mendapatkan (pahala) sebesar pahala orang yang telah melakukannya.” (HR. Muslim, dari Jarir bin Abdillah radhiallahu anhu)

  1. Sedekah atas nama orang tua

Para ulama menjelaskan bahwa semua amalan kebaikan yang dikerjakan oleh seorang anak akan memberikan manfaat untuk kedua orang tuanya. Orang tua akan mendapatkan pahala sebesar pahala yang diperoleh anaknya. Sebab, anak adalah hasil usaha kedua orang tua.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (an-Najm: 39)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ، وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ

“Makanan terbaik bagi seseorang adalah yang berasal dari hasil usahanya; dan anaknya juga termasuk hasil usahanya.” (HR. Abu Dawud, an-Nasai, dan at-Tirmidzi; dinilai kuat oleh Syaikh al-Albani rahimahullah, sebagaimana dalam Ahkamul Jana’iz)

Baca juga: Kabar Gembira bagi Orang Tua

Ada beberapa hadits lain yang mendukung makna hadits ini, di antaranya

  • Dari Aisyah radhiallahu anha,

أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ: إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ

Ada seorang laki-laki berkata, “Ibuku meninggal tiba-tiba (dan belum sempat berwasiat). Aku mengira, jika ia masih sempat berbicara, tentu dia akan bersedekah. Apakah dia akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas namanya?”

Rasulullah menjawab, “Ya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

  • Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma,

أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهُوَ غَائِبٌ عَنْهَا فَأَتَى رَسُولَ اللهِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا فَهَلْ يَنْفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِي الْمَخْرَفَ صَدَقَةٌ عَنْهَا

Ibu Sa’d bin Ubadahsaudara Bani Sa’idahmeninggal ketika Sa’d sedang tidak berada di rumah. Dia pun mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal ketika aku sedang tidak berada di sisinya. Apakah akan bermanfaat baginya jika aku bersedekah atas namanya?”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Ya.”

Sa’d pun menimpali, “Persaksikanlah bahwa kebunku yang sedang berbuah adalah sedekah atas namanya.” (HR. Muslim)

Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Hadits-hadits dalam bab ini menjelaskan bahwa sedekah seorang anak akan bermanfaat bagi kedua orang tuanya yang telah meninggal meskipun tidak ada wasiat dari keduanya.” (Lihat Nailul Authar)

  1. Doa kaum mukminin

Salah satu yang menunjukkan hal ini adalah ayat Allah subhanahu wa ta’ala,

وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَٰنِ وَلَا تَجۡعَلۡ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ ١٠

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, ‘Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.’” (al-Hasyr: 10)

Di antara dalil dalam permasalahan ini adalah disyariatkannya shalat jenazah dan ziarah kubur. Sebab, shalat jenazah itu disyariatkan agar kaum mukminin mendoakan si mayit. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى الْمَيِّتِ فَأَخْلِصُوا لَهُ الدُّعَاءَ

“Jika kalian menyalati mayit, ikhlaskanlah doa untuknya.” (HR. Abu Dawud, dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Baca juga: Mempersiapkan Jenazah Menuju Alam Barzakh

Beliau shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلًا لَا يُشْرِكُونَ بِاللهِ شَيْئًا إِلَّا شُفِّعُوا فِيهِ

“Tidaklah seorang muslim meninggal kemudian jenazahnya dishalati oleh empat puluh orang yang tidak berbuat syirik, kecuali mereka akan diizinkan untuk memberikan syafaat kepadanya.” (HR. Muslim)

Demikian juga dengan ziarah kubur, ia disyariatkan agar kaum mukminin mendoakan si mayit.

  1. Pembayaran utangnya meskipun bukan ahli warisnya yang melakukannya

Seseorang diperbolehkan membayarkan utang orang lain yang telah meninggal walaupun ia bukan termasuk kerabatnya; dan si mayit akan teranggap bebas dari beban utang tersebut. (Lihat Ahkamul Jana’iz, hlm. 212—226)

Syaikh Shalih al-Fauzan berkata,

“Orang yang telah meninggal masih bisa mendapatkan manfaat dari amalan yang dilakukan oleh orang yang masih hidup, pada perkara-perkara yang ditunjukkan oleh dalil. Misalnya, doa orang yang masih hidup, permintaan ampun yang ditujukan kepadanya, sedekah atas namanya, haji dan umrah atas namanya, pembayaran utang-utangnya, dan penunaian wasiat-wasiatnya. Semua perkara tersebut adalah disyariatkan, sebagaimana telah ditunjukkan oleh dalil.

Baca juga: Adab Utang Piutang

Sebagian ulama memasukkan semua bentuk taqarrub (ibadah) yang dilakukan oleh seorang muslim dan yang diperuntukkan pahalanya bagi muslim lain yang masih hidup ataupun telah mati, ke dalam perkara ini—yakni yang pahalanya akan terus mengalir.

Namun, pendapat yang sahih (benar) adalah pendapat yang mencukupkan (amalan) yang ada dalam dalil saja. Perkara yang terdapat dalilnya telah mengkhususkan keumuman firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (an-Najm: 39) (Lihat Fatawa ‘Aqidah, hlm. 48—49)

Kesimpulan

Jika kita telah meyakini bahwa seseorang yang meninggal hanya akan membawa amalannya, tentu kita harus memanfaatkan waktu yang tersisa untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan memperbanyak amal saleh. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَأَنفِقُواْ مِن مَّا رَزَقۡنَٰكُم مِّن قَبۡلِ أَن يَأۡتِيَ أَحَدَكُمُ ٱلۡمَوۡتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوۡلَآ أَخَّرۡتَنِيٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata (menyesali), ‘Wahai Rabbku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh.’” (al-Munafiqun: 10)

Baca juga: Bersedekahlah

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara: (1) masa mudamu sebelum datang masa tuamu, (2) masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, (3) masa kayamu sebelum masa fakirmu, (4) waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan (5) masa hidupmu sebelum kematianmu.” (HR. al-Hakim dan selainnya; dinyatakan sahih oleh Syaikh al-Albani, sebagaimana dalam tahqiq Iqtidha’ul Ilmi al-Amal)

Kita juga harus terus berusaha mengamalkan amalan yang pahalanya akan terus mengalir hingga kita mati, seperti menuntut ilmu agama untuk diamalkan dan diajarkan, sedekah jariyah, serta mendidik anak-anak kita agar menjadi anak-anak yang saleh.

Mudah-mudahan tulisan ini bisa memberikan dorongan semangat bagi kita semua untuk beramal saleh. Walhamdulillah.

 

Ditulis oleh Ustadz Abdurrahman Mubarak