Ghuluw Nasrani Terhadap Isa bin Maryam

Akar penyimpangan, selain kebodohan, adalah sikap ghuluw (berlebihan) dalam beragama. Sikap ini pulalah yang mengantarkan Nasrani keluar dari wilayah keimanan.

Umat Islam telah diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya untuk menjauhi jalan dan amalan ahlul kitab, Yahudi dan Nasrani. Di antara amalan yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala di mana ahlul kitab telah terjatuh padanya adalah ghuluw dalam agama mereka. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala memperingatkan mereka tentang kesesatan mereka ini.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قُلۡ يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ لَا تَغۡلُواْ فِي دِينِكُمۡ غَيۡرَ ٱلۡحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوٓاْ أَهۡوَآءَ قَوۡمٍ قَدۡ ضَلُّواْ مِن قَبۡلُ وَأَضَلُّواْ كَثِيرًا وَضَلُّواْ عَن سَوَآءِ ٱلسَّبِيلِ

Katakanlah, “Hai ahli kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat sebelum (kalian) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), serta mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (al-Maidah: 77)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ لَا تَغۡلُواْ فِي دِينِكُمۡ وَلَا تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡحَقَّۚ

“Wahai ahli kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian, dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.” (an-Nisa: 171)

Syaikh Abdurrahman Alusy Syaikh rahimahullah berkata, “Firman Allah subhanahu wa ta’ala ini, walaupun ditujukan kepada ahlul kitab, kandungannya umum mencakup seluruh umat, sebagai peringatan kepada mereka agar tidak berbuat kepada nabi mereka seperti yang dilakukan oleh Nasrani kepada Isa dan Yahudi kepada Uzair.” (Fathul Majid, hlm. 195)

Baca juga: Jaring-Jaring Setan Itu Bernama Ghuluw

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata memperingatkan umatnya dari perbuatan ghuluw,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ، فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ

“Wahai manusia, hati-hati kalian dari perbuatan ghuluw dalam agama. Sesungguhnya, yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah ghuluw dalam beragama.” (HR. Ahmad dan an-Nasai)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “(Peringatan) ini umum mencakup segala jenis ghuluw, baik dalam masalah keyakinan maupun amalan.”

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata (al-Qaulul Mufid Syarh Kitabit Tauhid, hlm. 379),

“Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memperingatkan umatnya dari ghuluw. Beliau menjelaskan bahwa ghuluw adalah sebab kebinasaan. Sebab, ghuluw adalah perbuatan yang menyelisihi syariat dan telah membinasakan umat terdahulu.

Jadi, dari hadits ini diambil faedah tentang haramnya ghuluw dari dua sisi:

  1. Peringatan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
  2. Ghuluw adalah sebab kebinasaan umat sebelum kita.”

Pengertian Ghuluw

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Ghuluw adalah melampaui batas, yakni berlebihan dalam memuji atau mencerca dari yang sepantasnya.”

Syaikh Abdurahman Alusy Syaikh rahimahullah berkata, “Ghuluw adalah berlebihan dalam mengagungkan (seseorang), baik dengan ucapan maupun dengan keyakinan.”

Syaikh Muhamad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Ghuluw adalah melampaui batas dalam memuji dan mencela.”

Kerusakan yang Terkandung dalam Ghuluw

Syaikh Ibnu Utsaimin (al-Qaulul Mufid Syarh Kitabit Tauhid, 1/370) menyebutkan beberapa kerusakan dalam sikap ghuluw:

  1. Mendudukkan seorang manusia di atas kedudukan yang seharusnya, ketika ghuluw terjadi dalam pujian. Atau, merendahkannya lebih dari kedudukan yang semestinya apabila ghuluw terjadi dalam hal celaan.
  2. Menyeret kepada peribadatan manusia terhadap orang yang dighuluwi tersebut.
  3. Menghalangi manusia untuk mengagungkan Allah subhanahu wa ta’ala.
  4. Orang yang dighuluwi tersebut akan merasa besar dan ujub dengan dirinya.

Di Antara Kesesatan Nasrani: Ghuluw terhadap Nabi Isa

Di antara sekian kesesatan Nasrani adalah ghuluw dalam beragama, terkhusus ghuluw mereka terhadap Nabi Isa alaihis salam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ لَا تَغۡلُواْ فِي دِينِكُمۡ وَلَا تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡحَقَّۚ إِنَّمَا ٱلۡمَسِيحُ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَ رَسُولُ ٱللَّهِ وَكَلِمَتُهُۥٓ أَلۡقَىٰهَآ إِلَىٰ مَرۡيَمَ وَرُوحٌ مِّنۡهُۖ فَ‍َٔامِنُواْ بِٱللَّهِ وَرُسُلِهِۦۖ وَلَا تَقُولُواْ ثَلَٰثَةٌۚ ٱنتَهُواْ خَيۡرًا لَّكُمۡۚ إِنَّمَا ٱللَّهُ إِلَٰهُ وَٰحِدٌۖ سُبۡحَٰنَهُۥٓ أَن يَكُونَ لَهُۥ وَلَدٌۘ لَّهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۗ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ وَكِيلًا

“Wahai ahli kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian, dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya, al-Masih, Isa putra Maryam adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan merupakan salah satu roh yang diciptakan-Nya. Maka berimanlah kalian kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kalian mengatakan, ‘(Tuhan itu) tiga.’ Berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagi kalian. Sesungguhnya, Allah adalah Ilah Yang Maha Esa, Mahasuci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.” (an-Nisa: 171)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala melarang ahlul kitab berbuat ghuluw dan memuji secara berlebihan. Ini banyak dilakukan orang Nasrani. Kaum Nasrani melampaui batas terhadap Isa hingga mengangkatnya ke derajat yang lebih tinggi dari derajat yang Allah berikan kepadanya. Mereka mengangkat Isa lebih dari derajat kenabian hingga menjadikannya sembahan selain Allah. Mereka menyembahnya layaknya menyembah Allah subhanahu wa ta’ala ….” (Tafsir Ibnu Katsir)

Baca juga: Ghuluw Jembatan Menuju Kesesatan

Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata, “(Ayat ini merupakan) larangan bagi ahlul kitab dari perbuatan ifrath (melampaui batas) dan tafrith (meremehkan). Di antara perbuatan ifrath adalah ghuluw Nasrani terhadap Isa hingga menjadikannya sebagai tuhan….” (Fathul Qadir)

Syaikh Abdurahman as-Sa’di rahimahullah berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala melarang ahlul kitab berbuat ghuluw dalam agama, yaitu melampaui batasan syariat menuju yang tidak sesuai dengan syariat. Contohnya, perkataan Nasrani ketika berbuat ghuluw terhadap Isa, dengan mengangkatnya lebih dari kedudukan nabi dan rasul kepada kedudukan tuhan, yang tidak pantas kecuali bagi Allah.” (Tafsir as-Sa’di, hlm. 224)

Allah subhanahu wa ta’ala memvonis mereka dengan kekafiran ketika mereka menyatakan adanya trinitas. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

لَّقَدۡ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ ثَالِثُ ثَلَٰثَةٍۘ وَمَا مِنۡ إِلَٰهٍ إِلَّآ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌۚ وَإِن لَّمۡ يَنتَهُواْ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwasanya Allah adalah salah satu dari yang tiga. Padahal sekali-kali tidak ada sembahan yang haq kecuali Ilah yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (al-Maidah: 73)

Isa bin Maryam Menurut Akidah Islam

Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan dengan gamblang tentang kedudukan Isa yang sebenarnya. Dia adalah seorang manusia, hamba Allah yang dipilih menjadi rasul.

Islam adalah agama yang adil. Islam tidak mengultuskan Isa seperti yang dilakukan oleh Nasrani, tidak pula melecehkan beliau seperti yang dilakukan oleh Yahudi. Isa adalah manusia biasa yang Allah pilih menjadi salah seorang rasul yang diutus kepada manusia.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata,

مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْـجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللهُ الْـجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ

“Barang siapa bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang haq selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya; Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya; Isa adalah hamba dan utusan-Nya, kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam serta merupakan salah satu roh ciptaan-Nya; surga adalah haq; dan neraka adalah haq; Allah akan memasukkan dia ke dalam surga sesuai dengan amalannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Ghuluw Yahudi dan Nasrani terhadap Nabi Isa

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata,

“Ada dua kelompok yang berbuat ghuluw terhadap Isa alaihis salam:

  1. Yahudi mendustakannya.

Mereka menyatakan bahwa Isa adalah anak zina, ibunya adalah pelacur, dia bukanlah seorang nabi, membunuhnya adalah kewajiban dari Allah kepada mereka sesuai dengan syariat mereka.

Perbuatan mereka (berusaha membunuh Isa) dipandang dari kacamata syariat teranggap sebagai pembunuhan, walaupun dari sisi hukum takdir mereka telah berdusta. Mereka tidaklah membunuhnya dengan yakin. Sebetulnya, Nabi Isa diangkat oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada-Nya, lalu Allah tampakkan (kepada mereka) orang yang mirip dengan Isa. Akhirnya, mereka membunuh orang yang mirip dengannya tersebut dan menyalibnya.

  1. Nasrani

Mereka berkata bahwa Isa adalah anak Allah, tuhan trinitas mereka. Nasrani menjadikan Isa sebagai sembahan bersama Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka juga telah berdusta.

Adapun akidah kita (sebagai seorang muslim), kita bersaksi bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Ibunya adalah seorang shiddiqah (yang jujur) sebagaimana yang Allah subhanahu wa ta’ala kabarkan. Dia adalah seorang wanita yang menjaga kehormatannya, dia seorang gadis. Permisalan Isa di sisi Allah subhanahu wa ta’ala adalah seperti Adam alaihis salam. Allah menciptakannya dari tanah, kemudian berkata kepadanya كُنْ , maka jadilah (Adam).” (al-Qaulul Mufid Syarh Kitabit Tauhid, 1/68—69)

Syaikh Abdurrahman Alusy Syaikh rahimahullah berkata, “Seorang muslim harus bersaksi bahwa Isa alaihis salam adalah hamba Allah dan utusan-Nya, dengan ilmu dan keyakinan bahwa dia adalah (hamba) milik Allah, yang Allah azza wa jalla ciptakan dari seorang wanita tanpa laki-laki. Allah azza wa jalla berfirman,

إِنَّ مَثَلَ عِيسَىٰ عِندَ ٱللَّهِ كَمَثَلِ ءَادَمَۖ خَلَقَهُۥ مِن تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ

“Sesungguhnya, misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah. Kemudian, Allah berfirman kepadanya, ‘Jadilah (seorang manusia).’ Maka jadilah ia.” (Ali Imran: 59)

Baca juga: Kisah Nabi Isa dan Ibunya

(Isa adalah makhluk,) bukan Rabb dan bukan pula sembahan. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sekutukan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَأَشَارَتۡ إِلَيۡهِۖ قَالُواْ كَيۡفَ نُكَلِّمُ مَن كَانَ فِي ٱلۡمَهۡدِ صَبِيًّا ٢٩ قَالَ إِنِّي عَبۡدُ ٱللَّهِ ءَاتَىٰنِيَ ٱلۡكِتَٰبَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا ٣٠

Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?” Isa berkata, “Sesungguhnya, aku adalah hamba Allah. Dia memberiku al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku sebagai seorang nabi.” (Maryam: 29—30)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

لَّن يَسۡتَنكِفَ ٱلۡمَسِيحُ أَن يَكُونَ عَبۡدًا لِّلَّهِ وَلَا ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ ٱلۡمُقَرَّبُونَۚ وَمَن يَسۡتَنكِفۡ عَنۡ عِبَادَتِهِۦ وَيَسۡتَكۡبِرۡ فَسَيَحۡشُرُهُمۡ إِلَيۡهِ جَمِيعًا

Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barang siapa enggan menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya.” (an-Nisa: 172)

Seorang mukmin juga bersaksi tentang batilnya ucapan musuhnya dari kalangan Yahudi—laknat Allah atas mereka—yang menyatakan bahwa Isa adalah anak pelacur. Tidaklah benar keislaman seseorang sampai dia berlepas diri dari ucapan dua kelompok ini terhadap Isa. Keislaman seseorang tidak benar hingga dia meyakini apa yang Allah firmankan, yaitu bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya.” (Fathul Majid Syarh Kitabut Tauhid, hlm. 40)

Peringatan Nabi Muhammad

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mewanti-wanti umatnya agar jangan berbuat seperti Nasrani. Beliau shallallahu alaihi wa sallam berkata,

لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ

“Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku seperti perbuatan Nasrani terhadap Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba-Nya, maka ucapkanlah oleh kalian, ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya’.” (HR. al-Bukhari no. 3445)

Maknanya, janganlah kalian berlebihan dalam memujiku, sebagaimana halnya Nasrani telah berbuat ghuluw kepada Isa, kemudian menyematkan ilahiah (ketuhanan) kepadanya. Aku adalah hamba Allah, maka sifatilah aku sebagaimana disifatkan oleh Rabbku. Ucapkanlah oleh kalian, “Hamba Allah dan Rasul-Nya.” (Fathul Majid, hlm. 201)

Dari sini, kita mengetahui sesatnya akidah Sufi yang mengultuskan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam hingga mendudukkan beliau di atas kedudukan yang diberikan oleh Allah. Di antara bukti ghuluw kaum Sufi adalah ucapan al­Bushiri,

ليَا أَكْرَمَ الْخَلقِ مَا لِي مَنْ أَلُوذُ بِهِ

     سِوَاكَ عِنْدَ حُلُولِ الْحَادِثِ الْعَمَمِ

فَإِنَّ مِنْ جُودِكَ الدُّنْيَا وَضَرَّتَهَا

     وَمِنْ عُلُومِكَ عِلْمَ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ

Wahai makhluk yang paling mulia (maksudnya Nabi Muhammad), siapa tempat aku berlindung

         selain engkau ketika terjadi bencana merata yang menimpa

Dan sungguh dunia dan akhirat adalah sebagian kebaikanmu

       di antara ilmumu adalah ilmu tentang Lauhul Mahfuzh dan pena penulis takdir

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Dia tidak meninggalkan sesuatu sedikit pun bagi Allah subhanahu wa ta’ala, apabila menyatakan dunia dan akhirat adalah termasuk dari kedermawanan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”

Baca juga: Bertabarruk dengan Jejak dan Peninggalan Orang Saleh, Ghuluw dalam Agama

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Kami bersaksi bahwa orang yang menyatakan demikian berarti belum bersaksi bahwa Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah hamba Allah. Dia justru telah bersaksi bahwa Muhammad shallallahu alaihi wa sallam memiliki kedudukan di atas Allah. Bagaimana ghuluw sampai membawa mereka dalam batasan seperti ini? Ghuluw mereka ini melebihi ghuluw Nasrani yang menyatakan Isa adalah anak Allah. Mereka berkata, ‘Allah adalah satu dari yang tiga’.” (al-Qaulul Mufid Syarh Kitabit Tauhid)

Pembaca yang budiman, dari sini kita pun paham akan pentingnya mengetahui tauhid dan akidah yang benar, agar kita selamat dari sekian keyakinan yang menyimpang dari tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Di antaranya, terjatuhnya kaum Sufi dalam perbuatan ghuluw kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Mudah-mudahan kita senantiasa diberi taufik dan hidayah-Nya untuk menapaki ash-shirath al-mustaqim.

Walhamdulillah.

(Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman Mubarak)