Kisah Nabi Isa dan Ibunya

Dengan kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala, lahirlah Isa dari rahim Maryam yang tidak pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun.

Tatkala mereka melihat hal ini (Maryam mempunyai bayi), padahal mereka tahu bahwa Maryam belum menikah, mereka pun memastikan bahwa anak itu tentunya lahir dari hubungan yang tidak benar. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan,

قَالُواْ يَٰمَرۡيَمُ لَقَدۡ جِئۡتِ شَيۡ‍ًٔا فَرِيًّا ٢٧ يَٰٓأُخۡتَ هَٰرُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ ٱمۡرَأَ سَوۡءٍ وَمَا كَانَتۡ أُمُّكِ بَغِيًّا ٢٨ فَأَشَارَتۡ إِلَيۡهِۖ

Kaumnya berkata, “Hai Maryam, sungguh kamu benar-benar telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sama sekali bukanlah pezina.” Kemudian Maryam menunjuk kepada anaknya.” (Maryam: 27—29)

Sebagaimana dia diperintahkan. Lalu berkatalah orang-orang yang mengingkari Maryam (sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala),

كَيۡفَ نُكَلِّمُ مَن كَانَ فِي ٱلۡمَهۡدِ صَبِيًّا ٢٩

“Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (Maryam: 29)

Baca juga: Berita-Berita Mukjizat Nabi dan Rasul

Ketika itu Nabi Isa alaihis salam baru berusia beberapa hari sejak dilahirkan ibunya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala menerangkan bagaimana Nabi Isa menjawab pertanyaan mereka,

قَالَ إِنِّي عَبۡدُ ٱللَّهِ ءَاتَىٰنِيَ ٱلۡكِتَٰبَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا ٣٠ وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيۡنَ مَا كُنتُ وَأَوۡصَٰنِي بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّكَوٰةِ مَا دُمۡتُ حَيًّا ٣١ وَبَرَّۢا بِوَٰلِدَتِي وَلَمۡ يَجۡعَلۡنِي جَبَّارًا شَقِيًّا ٣٢ وَٱلسَّلَٰمُ عَلَيَّ يَوۡمَ وُلِدتُّ وَيَوۡمَ أَمُوتُ وَيَوۡمَ أُبۡعَثُ حَيًّا ٣٣

“Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada. Dia memerintahkan kepadaku untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup. Dan (memerintahkan pula agar) aku berbakti kepada ibuku dan Dia tidak menjadikan aku orang yang sombong lagi celaka. Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (Maryam: 30—33)

Perkataan yang diucapkan saat beliau masih sebagai bayi yang baru lahir ini, merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala, sekaligus bukti kerasulan beliau. Beliau hanyalah seorang hamba Allah subhanahu wa ta’ala. Tidak seperti yang dipahami oleh orang-orang Nasrani (Kristen).

Akhirnya, terlepaslah ibunya dari tuduhan buruk ini. Sebab, seandainya Maryam mendatangkan seribu saksi atas kesuciannya dalam keadaan seperti ini, belum tentu manusia akan menerima pembelaannya. Akan tetapi, ucapan ini keluar dari Nabi Isa alaihis salam yang masih dalam buaian. Karena itu, hilanglah semua keraguan yang ada di dalam hati siapa pun.

Baca juga: Mengenal Beberapa Faedah Mukjizat

Setelah kejadian ini, manusia pun terbagi menjadi tiga golongan.

Golongan pertama, yang beriman dan membenarkan ucapan beliau serta tunduk kepadanya setelah dia menjadi nabi. Mereka inilah yang beriman dengan sebenarnya.

Golongan kedua, yang melampaui batas, yaitu orang-orang Nasrani. Mereka mengemukakan suatu pernyataan yang sudah dikenal, yaitu memosisikan Nabi Isa alaihis salam sebagai Rabb. Mahasuci Allah subhanahu wa ta’ala dari ucapan dusta mereka.

Golongan ketiga, yang mengingkari dan menentangnya, yaitu orang-orang Yahudi. Mereka melemparkan tuduhan kepada ibunya. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah membersihkannya dari tuduhan itu dengan sebersih-bersihnya.

Oleh karena itulah, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَٱخۡتَلَفَ ٱلۡأَحۡزَابُ مِنۢ بَيۡنِهِمۡۖ فَوَيۡلٞ لِّلَّذِينَ كَفَرُواْ مِن مَّشۡهَدِ يَوۡمٍ عَظِيمٍ ٣٧

“Berselisihlah golongan-golongan yang ada di antara mereka. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar (kiamat).” (Maryam: 37)

Ketika Allah subhanahu wa ta’ala mengutusnya kepada Bani Israil, sebagian ada yang beriman kepadanya, tetapi banyak pula yang mengingkarinya. Beliau memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala dan berbagai keajaiban. Beliau membuat bentuk (burung) dari tanah lalu meniupnya, maka jadilah seekor burung yang hidup dengan seizin Allah subhanahu wa ta’ala. Dia menyembuhkan orang yang buta sejak lahirnya, orang yang berpenyakit sopak (belang), serta menghidupkan orang mati dengan seizin Allah subhanahu wa ta’ala. Beliau juga mengabarkan kepada Bani Israil apa yang mereka makan dan mereka simpan di rumah-rumah mereka.

Baca juga: Faedah Kisah-Kisah Qurani

Namun, musuh-musuh beliau justru ingin membunuhnya. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kemiripan (fisik) pada salah seorang Hawariyyun[1] (sahabatnya, yakni yang berkhianat) atau orang lain. Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat beliau kepada-Nya serta menyucikannya dari upaya pembunuhan.

Akhirnya, mereka menangkap orang yang diserupakan Allah subhanahu wa ta’ala sebagai Nabi Isa, lalu membunuh dan meletakkannya di tiang salib. Mereka telah melakukan dosa dan kejahatan yang sangat besar.

Orang-orang Nasrani (Kristen) membenarkan dan mempercayai hal ini, bahkan meyakini bahwa mereka telah membunuh dan menyalibnya. Namun, Allah subhanahu wa ta’ala menyucikan beliau dari semua keadaan ini. Firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِن شُبِّهَ لَهُمۡۚ

“Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh) adalah orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (an-Nisa: 157)

Baca juga: Turunnya Nabi Isa di Akhir Zaman

Nabi Isa alaihis salam berdakwah di tengah-tengah Bani Israil, mengabarkan berita gembira akan risalah dan kedatangan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Namun, setelah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam datang kepada mereka padahal mereka telah mengenalnya (melalui Taurat dan Injil) sebagaimana mengenal anak-anak mereka sendiri, mereka berkata, “Ini adalah sihir yang nyata).”

Ucapan ini pula yang mereka katakan tentang Nabi Isa alaihis salam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

فَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡهُمۡ إِنۡ هَٰذَآ إِلَّا سِحۡرٌ مُّبِينٌ 

“Berkatalah orang-orang kafir di antara mereka, ‘Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata’.” (al-Maidah: 110)

Beberapa Pelajaran dari Kisah Nabi Isa dan Ibunya

  1. Nazar telah disyariatkan sejak umat sebelum kita.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda mengenai masalah ini,

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ

“Barang siapa bernazar untuk taat kepada Allah, hendaklah dia menaati-Nya. Barang siapa bernazar untuk durhaka kepada Allah, janganlah dia mendurhakai-Nya.” (HR. al-Bukhari dari Aisyah radhiallahu anha)

  1. Termasuk kenikmatan yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada seseorang adalah dia berada di bawah pengawasan atau pemeliharaan orang yang saleh.

Sebab, seorang pembimbing dan pengawas mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan orang yang dibimbing dan yang berada di bawah pengawasannya, baik akhlak maupun adab sopan santunnya. Karena itulah, diperintahkan bagi para pendidik atau pembimbing untuk memperhatikan pendidikan yang baik. Mereka hendaknya selalu memberikan dorongan untuk berakhlak yang baik dan memperingatkan orang yang dibimbingnya agar menjauhi akhlak yang buruk.

  1. Adanya karamah para wali Allah subhanahu wa ta’ala.

Dalam kisah ini, Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kemuliaan (karamah) kepada Maryam dengan beberapa perkara:

  • Allah subhanahu wa ta’ala memberinya jalan untuk berada di bawah bimbingan dan pengawasan Nabi Zakariya alaihis salam setelah terjadi perselisihan mengenai urusannya.
  • Dia subhanahu wa ta’ala memuliakannya dengan rezeki yang selalu datang dari-Nya untuk dirinya tanpa suatu sebab yang wajar.
  • Allah subhanahu wa ta’ala memuliakannya dengan adanya Isa alaihis salam yang dilahirkannya dan ucapan malaikat kepadanya, juga perkataan Nabi Isa alaihis salam yang masih dalam buaian, yang kesemua itu menenteramkan hatinya. Jadi, dalam hal ini terkumpul antara karamah seorang wali dan mukjizat seorang nabi.
Baca juga: Perbedaan Mukjizat, Karamah, dan Sihir
  1. Dikisahkan beberapa ayat (tanda kekuasaan) Allah subhanahu wa ta’ala yang demikian besar yang Dia berikan kepada Nabi Isa alaihis salam.

Di antaranya, menghidupkan orang mati, menyembuhkan penyakit buta serta sopak, dan sebagainya.

  1. Kemuliaan yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada Nabi Isa alaihis salam dengan menjadikan Hawariyyun dan para pembela, baik ketika beliau masih hidup maupun sesudah meninggalnya.

Hawariyyun menyebarluaskan dakwah dan membela agamanya. Oleh karena itu, bertambahlah pengikutnya. Di antara mereka ada yang tetap beragama dengan lurus, yaitu mereka yang beriman kepadanya secara hakiki, beriman pula kepada para rasul.

Di antara mereka ada pula yang menyimpang, yaitu orang-orang yang melampaui batas terhadapnya. Merekalah mayoritas manusia yang mengaku sebagai pengikut Nabi Isa, padahal sesungguhnya mereka adalah orang yang paling jauh darinya.

  1. Allah subhanahu wa ta’ala memuji Maryam sebagai seorang wanita yang sempurna sikap tashdiq-nya (beriman dan membenarkan).

Maksudnya, dia membenarkan dan beriman kepada semua firman (kalimat) Rabb-nya, Kitab-Kitab-Nya, dan termasuk orang yang taat. Sifat ini tentu saja menunjukkan pula bahwa dia adalah seorang wanita yang mempunyai ilmu yang kokoh (rasikh), ibadah yang tidak pernah berhenti, dan khusyuk (tunduk) kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala telah memilih dan melebihkannya di atas seluruh wanita di dunia ini.

  1. Diterangkannya kisah Nabi Isa atau berita lainnya kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam secara terperinci dan sesuai dengan kenyataannya, merupakan bukti-bukti risalah dan tanda-tanda kenabian beliau.

Firman Allah subhanahu wa ta’ala,

ذَٰلِكَ مِنۡ أَنۢبَآءِ ٱلۡغَيۡبِ نُوحِيهِ إِلَيۡكَۚ

“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita gaib yang Kami wahyukan kepada kamu, (hai Muhammad).” (Ali Imran: 44)

(Diambil dari Taisirul Lathifil Mannan karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah)


Catatan Kaki

[1] Hawariyyun adalah sahabat-sahabat Nabi Isa alaihis salam yang berjumlah dua belas orang. Wallahu a’lam. (-pen.)

Ditulis oleh Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib