Ketika seorang muslim mendoakan kebaikan untuk pemerintahnya, sesungguhnya dia sedang merealisasikan penghambaan dan peribadahan kepada Allah. Sebab, sikap mendengar dan taatnya seorang muslim kepada pemerintahnya (dalam perkara selain maksiat), berlandaskan perintah dari Allah dan Rasul-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian.” (an-Nisa: 59)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
“Setiap muslim wajib mendengar dan taat (kepada pemerintah), baik dalam hal yang dia suka maupun dia benci; kecuali jika dia diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, dia tidak boleh mendengar dan taat.” (HR. al-Bukhari no. 7144 dan Muslim no. 1839. Lafaz hadits di atas adalah riwayat Imam Muslim dari sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma)