• Majalah Islam AsySyariah
Selasa, Januari 26, 2021
Majalah Asy Syariah
  • Beranda
  • Majalah
    • Tebar Asy-Syariah
    • Daftar Agen
    • Majalah Asy Syariah – Digital
  • Tanya Jawab
  • Artikel
    • All
    • Akhlak
    • Akidah
    • Doa
    • Hadits
    • Kajian Utama
    • Khutbah Jumat
    • Manhaji
    • Pengantar Redaksi
    • Permata Salaf
    • Surat Pembaca
    • Tafsir
    Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

    Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

    Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

    Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

    Adab Ketika Sakit

    Adab Ketika Sakit

    Rukun dan Syarat Akad Nikah

    Rukun dan Syarat Akad Nikah

    Negeri Islam Target Operasi Syiah

    Negeri Islam Target Operasi Syiah

    Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

    Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

    Trending Tags

    • Audio
      • Audio Tanya Jawab
      • Audio Kajian
      • Audio Khutbah Jumat
      • Audio Kutipan
    • Ebook
    No Result
    View All Result
    Majalah Asy Syariah
    • Beranda
    • Majalah
      • Tebar Asy-Syariah
      • Daftar Agen
      • Majalah Asy Syariah – Digital
    • Tanya Jawab
    • Artikel
      • All
      • Akhlak
      • Akidah
      • Doa
      • Hadits
      • Kajian Utama
      • Khutbah Jumat
      • Manhaji
      • Pengantar Redaksi
      • Permata Salaf
      • Surat Pembaca
      • Tafsir
      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

      Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

      Adab Ketika Sakit

      Adab Ketika Sakit

      Rukun dan Syarat Akad Nikah

      Rukun dan Syarat Akad Nikah

      Negeri Islam Target Operasi Syiah

      Negeri Islam Target Operasi Syiah

      Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

      Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

      Trending Tags

      • Audio
        • Audio Tanya Jawab
        • Audio Kajian
        • Audio Khutbah Jumat
        • Audio Kutipan
      • Ebook
      No Result
      View All Result
      Majalah Asy Syariah
      No Result
      View All Result
      Home Rubrik Tetap Akhlak

      Etika Terhadap Penguasa

      Oleh Redaksi
      11/10/2013
      di Akhlak, Asy Syariah Edisi 095
      1
      Etika Terhadap Penguasa

      Suatu hal yang telah diketahui bersama bahwa urusan manusia di muka bumi ini tidak akan beres tanpa adanya penguasa yang mengatur dan mengurusi mereka. Namun pemerintah juga tidak mungkin menjalankan program-programnya yang baik tanpa ada dukungan dari rakyatnya. Oleh karena itu, Islam telah mengatur hubungan antara rakyat dengan penguasanya. Setiap pihak memiliki hak dan kewajiban yang harus ditunaikan kepada yang lain. Dengan demikian, akan terjalin komunikasi yang baik sehingga terwujud kemaslahatan bersama yaitu tegaknya agama dan lurusnya perkara dunia.

      Sungguh, betapa indah kehidupanketika penguasa mencintai rakyatnya dan mengerti tanggung jawab yang dipikul di atas pundaknya lalu dijalankan dengan sepenuh ketulusan. Dengan ini rakyat akan menaruh rasa hormat dan mencintai penguasanya. Keadilan ditegakkan, Kebaikan dijunjung tinggi dan kejelekan ditumbangkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

      خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تُحِبُّوْنَهُمْ وَيُحِبُّوْنَكُمْ وَتُصَلُّوْنَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّوْنَ عَلَيْكُمْ وَشِرَارُأَئِمَّتِكُمْ الَّذِ يْنَ تُبْغِضُوْنَهُمْ وَيُبْغِضُوْنَكُمْ وَتَلْعَنُوْ نَهُمْ وَيَلْعَنُوْنَكُمْ

      “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka yang kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian. Sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka membenci kalian; serta kalian melaknat mereka dan dari Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu)

      Adab Rakyat Terhadap Penguasa

      Karena penguasa memikul tanggung jawab yang berat dalam mengurusi perkara rakyatnya maka sudah semestinya rakyat memberikan dukungan kepada mereka dalam mewujudkan program-program yang baik. Dukungan rakyat sangat berarti sehingga penguasa semakin tulus dalam menjalankan roda kepemerintahannya. Di antara yang harus diberikan oleh rakyat kepada penguasanya adalah taat dan mendengar terhadap perintah penguasa sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala,

      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ

      “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (an-Nisa: 59)

      Ketaatan kepada penguasa selalu dijalankan, baik dalam kondisi sempit atau lapang dan seperti apa pun kondisi penguasa meskipun dia berasal dari budak sahaya atau bahkan seorang muslim yang fasik. Ketaatan seorang muslim kepada penguasa semata-mata karena melaksanakan perintah Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya, serta menjaga kekondusifan suasana, bukan karena ingin cari muka, berharap materi, ataupun ambisi jabatan/ takhta. Akan tetapi, ketaatan terhadap perintah mereka pada perkara yang bukan maksiat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda,

      لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ

      “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wata’ala.” (HR . Ahmad dan al-Hakim dari Imran radhiyallahu ‘anhu. Shahih al-Jami’, 7520)

      Rakyat juga semestinya mendudukkan penguasa pada kedudukannya dan menghormatinya. Sebab, orang yang menghormati penguasa akan dihormati oleh Allah Subhanahu wata’ala , sedangkan yang menghinakan penguasa akan dihinakan oleh Allah l. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam Ibnu Abi ‘Ashim dan dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam Zhilalul Jannah (no. 1024).

      Rakyat juga tidak boleh menggunjing penguasa.

      Asy- Syaikh Shalih al-Fauzan menjelaskan,  “Membicarakan (keburukan) penguasa termasuk bentuk menggunjing dan mengadu domba. Keduanya adalah perbuatan yang sangat diharamkan setelah syirik, lebih-lebih bila yang digunjing adalah para ulama dan penguasa, tentu lebih diharamkan, karena akan timbul darinya sejumlah kerusakan yaitu: tercerai-berainya persatuan dan munculnya sikap buruk sangka dan pesimis pada jiwa-jiwa manusia.” (al- Ajwibah al-Mufidah hlm. 66—67)

      Mendekati Pintu-Pintu Penguasa

      Kekuasaan adalah ladang yang sangat menggoda seseorang yang berkuasa untuk memenuhi hasrat nafsunya sehingga tidak sedikit penguasa yang lemah imannya menjadikan kekuasaan sebagai jembatan untuk menzalimi manusia. Dalam benaknya tersirat kalimat “mumpung menjabat.”

      Oleh karena itu, tidak pantas bagi seorang muslim untuk mendekati pintupintu penguasa kecuali ketika terpaksa dan keperluan yang mendesak. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

      وَمَنْ أَتَى أَبْوَابَ السُّلْطَانِ افْتُتِنَ

      “Barang siapa mendatangi pintupintu penguasa, dia akan terfitnah (tergoda agamanya).” (HR . ath-Thabarani dalam al-Kabir dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dan Shahih al-Jami’ no. 6124)

      Ibnu Muflih al-Hanbali rahimahumallah menerangkan, “Hadits ini dibawa (penafsirannya) kepada orang yang mendatangi penguasa untuk mencari dunia, lebih-lebih bila penguasa itu zalim. Dimaknakan pula orang yang terbiasa mendatangi pintu penguasa, karena dikhawatirkan ia akan tergoda (agamanya) dan dihinggapi sikap bangga diri.” (al-Adab asy-Syar’iyah 3/458)

      Al-Munawi rahimahumallah berkata (yang maknanya) bahwa orang yang masuk kepada penguasa bisa jadi akan melihat bergelimangnya penguasa dalam beragam nikmat sehingga akan menyebabkan dirinya meremehkan nikmat yang Allah Subhanahu wata’ala berikan kepadanya. Bisa jadi pula ia melihat kemungkaran pada penguasa lalu tidak mengingkarinya, padahal itu wajib dia lakukan. Adakalanya orang yang masuk kepada mereka karena menginginkan harta benda penguasa sehingga ia mengambil sesuatu yang haram.” (Faidhul Qadir 6/122)

      Karena kehati-hatian para ulama, kebanyakan mereka tidak mau masuk kepada penguasa karena agama dan ilmu adalah segala-galanya. Di antara mereka adalah al-Imam Ahmad, Sufyan ats-Tsauri, Ibnul Mubarak, al-Fudhail, dan yang lain rahimahumullah. Bahkan, Said bin Musayyib rahimahumallah berkata, “Apabila kamu melihat seorang alim masuk kepada penguasa, waspadailah dia, karena ia adalah pencuri.”

      Akan tetapi, sebagian ulama memandang bolehnya masuk kepada penguasa untuk memberi nasihat dan mengingatkan mereka. Lebih-lebih jika penguasa itu adil dan baik sehingga mendukung kebaikan penguasa. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah ‘Urwah bin az-Zubair dan Ibnu Syihab ketika menyertai khalifah Umar bin Abdul Aziz rahimahumallah.” (al-Adab asy-Syar’iyyah karya Ibnu Muflih al- Hanbali 3/457—467)

      Menasihati Penguasa

      Mengajak kepada kebaikan, mencegah kemungkaran, dan mengingatkan orang yang lalai, adalah tugas yang mulia karena termasuk bagian dari dakwah. Hukum dalam berdakwah adalah mendahulukan sikap hikmah, kemudian mau’izhah hasanah. Sikap bijak dalam menasihati manusia berlaku terhadap siapa pun, lebih-lebih dalam manasihati penguasa. Berikut beberapa etika manasihati penguasa:

      1. Sembunyi-sembunyi dan tidak terang-terangan

      Hal ini berlandaskan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

      مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِذِي سُلْطَانٍ فَلَا يُبْدِهِ عَلَانِيَةً وَلَكِنْ يَأْخُذُ بِيَدِهِ فَيَخْلُوْابِهِ فَإِنْ قُبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِ قَدْ أَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ

      “Barang siapa ingin menasihati penguasa hendaknya tidak menampakkannya terang-terangan, tetapi ia memegang tangannya lalu menyepi dengannya. Apabila penguasa itu menerimanya, itulah (yang diharapkan). Jika tidak, dia telah menjalankan apa yang menjadi kewajibannya.” ( HR . Ibnu Abi ‘Ashim dari sahabat ‘Iyadh bin Ghunmin radhiyallahu ‘anhu, dan dinyatakan sahih sanadnya oleh asy-Syaikh al-Albani)

      Cara yang seperti ini, di samping merupakan petunjuk agama, juga akan menjadikan nasihat lebih mudah diterima karena penguasa tidak merasa dicemarkan namanya. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh sebagian orang yang menasihati penguasa terang-terangan dan membeberkan kesalahan mereka di mimbar-mimbar, melalui surat terbuka yang bisa dibaca oleh semua orang, atau disiarkan melalui media, tentu sangat bertentangan dengan bimbingan Nabi n yang mulia.

      Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahumallah berkata, “Bukan cara salaf (generasi awal umat Islam yang terbaik) menyebarkan kekurangan-kekurangan penguasa dan membeberkannya di mimbar-mimbar. Sebab, hal itu bisa menyulut kudeta, tidak didengar dan tidak ditaatinya pemerintah dalam hal yang baik, serta mengarah kepada pemberontakan yang membawa madarat, bahkan tidak ada manfaatnya. Akan tetapi, cara yang tepat menurut salaf adalah memberikan nasihat (secara tertutup) antara mereka dan penguasa, mengirim surat kepadanya, atau menghubungi ulama yang bisa menyampaikan kepada penguasa sehingga penguasa tersebut akan dibimbing kepada kebaikan.” (Mu’malatul Hukkam karya, Abdus Salam Barjas hlm. 43)

      2. Bersikap santun

      Ketika mengingatkan penguasa dan menyampaikan aspirasi hendaknyammemiliki sikap santun. Jika ada yang mengatakan bahwa menyampaikanmaspirasi kepada penguasa dengan berorasi di depan publik dan berdemonstrasi adalah perkara yang sah-sah saja selama tidak mengganggu ketertiban umum, jawabannya bahwa aksi demonstrasi, baik itu aksi damai—katanya—maupun anarkis telah menimbulkan sekian banyak kemudaratan.

      Misalnya, banyak layanan publik terganggu, para pengguna jalan terjebak aksi demo sehingga mereka harus mengalihkan rute, mengorbankan waktu dan biaya yang tidak sedikit secara siasia. Belum lagi seringkali ujungnya ialah aksi anarkis yang membawa dampak yang sangat serius. Ini hanya beberapa kebobrokan berdemonstrasi. Lebih-lebih bila dilihat dengan kacamata Islam, sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama dan adab kesopanan.

      3. Tidak menggunakan katakata kasar

      Cukup bagi orang yang ingin amar ma’ruf nahi mungkar terhadap penguasa untuk mengingatkan dan menasihatinya. Adapun kalimat, ‘Wahai orang zalim,’ yang seperti ini akan menimbulkan kekacauan dan kemungkaran yang lebih besar. Cara yang seperti ini tidak diperbolehkan karena akan menimbulkan mudarat yang lebih besar. (Mukhtashar Minhajul Qashidin hlm. 169)

      Coba perhatikan perintah Allah Subhanahu wata’ala kepada Nabi Musa dan Harun ‘Alaihissalam untuk mengatakan kepada Fir’aun ucapan yang lembut padahal Fir’aun tergolong orang terjahat dan terkafir. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

      فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

      “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. Mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (Thaha: 44)

      4. Tulus dalam memberikan nasihat dan menjaga keikhlasan hati dari niat duniawi.

      Ketulusan saat memberikan nasihat akan membuahkan hasil dengan izin Allah Subhanahu wata’ala, baik cepat maupun lambat. Dahulu ‘Atha bin Abi Rabah masuk kepada Amiril Mukminin (Khalifah) Hisyam. Ia mengingatkan Khalifah tentang orang-orang yang berhak disantuni dari kaum muslimin. Ia juga mengingatkan Khalifah agar tidak membebani orang kafir dzimmi (orang kafir yang tinggal di negeri muslimin) lebih dari kemampuannya. Sang Khalifah pun mengikuti nasihatnya. Lalu Khalifah mengatakan kepadanya, “Adakah keperluan yang lain?”

      ‘Atha menjawab, “Ya. Wahai Amirul Mukminin, bertakwalah kepada Allah Subhanahu wata’ala karena engkau dicipta sendirian, meninggal sendirian, dibangkitkan sendirian, dan dihisab sendirian. Sungguh, demi Allah, tidak ada seorang pun yang engkau lihat sekarang ikut menyertaimu nanti!”

      Hisyam pun menangis, lalu Atha berdiri (untuk pergi). Ketika Atha sudah berada di pintu tiba-tiba ada seorang yang mengikutinya dengan membawa kantung. Tidak diketahui persis, apakah isinya perak atau emas.

      Orang itu berkata, “Sesungguhnya Amiril Mukminin memberimu ini.” Atha lantas membacakan ayat,

      وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ ۖ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَىٰ رَبِّ الْعَالَمِينَ

      “Dan sekali-kali aku tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu. Upahku tidak lain hanyalah dari Rabb semesta alam.” (asy-Syu’ara: 127)

      Kemudian ‘Atha keluar. Sungguh, demi Allah, ‘Atha tidaklah minum seteguk pun dari air yang ada di sisi mereka (majelis Khalifah), bahkan tidak pula yang kurang dari itu. (Mukhtashar Minhaj al-Qashidin hlm. 174—175)

      Al-Ustadz Abdul Mu’thi Sutarman, Lc

      Tags: Taat pemerintah
      Previous Post

      Thalut VS Jalut

      Next Post

      Mewaspadai Makar Setan

      Related Posts

      Adab Ketika Sakit

      Adab Ketika Sakit

      Oleh Redaksi
      21/12/2020
      0

      Allah subhanahu wa ta’ala dengan sifat hikmah dan keadilan-Nya menimpakan berbagai ujian dan cobaan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman pada khususnya,...

      Kebenaran Tercampakkan karena Kedengkian dan Kesombongan

      Kebenaran Tercampakkan karena Kedengkian dan Kesombongan

      Oleh Redaksi
      17/11/2020
      0

      Nikmat-nikmat yang Allah subhanahu wa ta’ala limpahkan kepada umat manusia tidaklah bisa dihitung jumlah dan jenisnya. Salah satu nikmat paling...

      Next Post
      Mewaspadai Makar Setan

      Mewaspadai Makar Setan

      Sosok Yang Suci  Bukan Syarat Penguasa Negeri

      Sosok Yang Suci Bukan Syarat Penguasa Negeri

      Please login to join discussion

      Aktual

      Shalat Jenazah untuk Beberapa Jenazah yang Tercampur Muslim dan Nonmuslim

      Oleh Redaksi
      26/01/2021
      0
      Shalat Jenazah untuk Beberapa Jenazah yang Tercampur Muslim dan Nonmuslim
      Aktual

      Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Jika tercampur antara jenazah dari umat Islam dan jenazah dari kaum musyrikin, tanpa bisa dibedakan,...

      Selengkapnya

      Seserahan Manten untuk Acara Pernikahan di Gereja

      Oleh Redaksi
      25/01/2021
      0
      Memakai Minyak Wangi untuk Shalat
      Aktual

      Pertanyaan: Saya punya usaha seserahan manten (pernikahan). Ada yang mau sewa, tetapi mereka Nasrani dan untuk acara pernikahan mereka di...

      Selengkapnya

      Artikel Terbaru

      Kafarat Tebusan Sumpah
      Asy Syariah Edisi 035

      Kafarat Tebusan Sumpah

      Oleh Redaksi
      30/12/2020
      0

      Pertanyaan: Apa kafaratnya bila seseorang melanggar sumpahnya? Apakah dibolehkan mengganti kafarat tersebut dengan uang? Jawab: Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-‘Ilmiyah...

      Selengkapnya
      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      28/12/2020
      Nabi Adam Dikeluarkan dari Surga

      Nabi Adam Dikeluarkan dari Surga

      25/12/2020

      Audio Terbaru

      Cadar & Celana Cingkrang, Simbol Radikalisme?

      Cadar & Celana Cingkrang, Simbol Radikalisme?

      Oleh Redaksi
      31/10/2020
      0

      Pertanyaan: Apakah cadar dan celana panjang di atas mata kaki (cingkrang) adalah simbol radikalisme, atau simbol anti-merah putih NKRI? Pertanyaan...

      takaran 1 sho' zakat fitrah

      Ukuran Zakat Fitrah Sesuai Ukuran Sha’ di Zaman Nabi

      Oleh Redaksi
      22/05/2020
      0

      Tanya: Bismillah Telah beredar luas sebuah potongan video yang berisi penjelasan ukuran zakat fitrah sesuai ukuran sha’ di zaman Nabi,...

      Tolak Bencana musibah dengan Takwa

      Tolak Musibah dengan Takwa

      Oleh Redaksi
      13/05/2020
      0

      Link Download Audio Untuk menolak bala tersebut... Untuk menolak musibah tersebut, solusi yang Allah dan Rasul sebutkan...

      nasihat untuk tenaga medis terkait wabah covid19

      Nasihat dan Dukungan untuk Tenaga Medis Terkait Covid-19

      Oleh Redaksi
      27/03/2020
      0

      Link Download Audio Kepada para tenaga medis yang berkecimpung dalam penanganan pasien virus Corona (Covid-19), saya menasihatkan...

      Majalah Asy Syariah (versi digital)

      Selain versi cetak, tersedia pula Majalah Asy Syariah dalam versi digital, Untuk membaca versi digital, Anda bisa mengunduhnya di Smartphone Android anda dengan menggunakan Aplikasi Google Play Book

      KUNJUNGI MAJALAH ASY SYARIAH DI GOOGLE PLAY BOOK

      AsySyariah edisi khusus 02 Mengapa Teroris Tidak Pernah Habis?

      Kontak

      Redaksi: 0813-2807-8414
      Sirkulasi: 0858-7852-5401
      Layanan: 0823-2741-2095
      Email: asysyariah@gmail.com

      Tentang Majalah AsySyariah

      Majalah AsySyariah adalah Majalah ahlussunnah wal jamaah di Indonesia. Membahas dan menampilkan pembahasan artikel berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah dengan apa yang di pahami oleh generasi awal umat ini.

      Alamat

      Jl. Titi Bumi - Potrojoyo 2 No. 082 (gg. Kenanga 26B) RT 01 Patran, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55599

      • Majalah Islam AsySyariah
      • Pengiriman
      • Daftar Agen

      © 1442 H Majalah Asy Syariah
      Web Desain oleh DakwahStudio.

      No Result
      View All Result
      • Beranda
      • Majalah
        • Tebar Asy-Syariah
        • Daftar Agen
        • Majalah Asy Syariah – Digital
      • Tanya Jawab
      • Artikel
      • Audio
        • Audio Tanya Jawab
        • Audio Kajian
        • Audio Khutbah Jumat
        • Audio Kutipan
      • Ebook

      © 1442 H Majalah Asy Syariah
      Web Desain oleh DakwahStudio.