• Majalah Islam AsySyariah
Selasa, Januari 26, 2021
Majalah Asy Syariah
  • Beranda
  • Majalah
    • Tebar Asy-Syariah
    • Daftar Agen
    • Majalah Asy Syariah – Digital
  • Tanya Jawab
  • Artikel
    • All
    • Akhlak
    • Akidah
    • Doa
    • Hadits
    • Kajian Utama
    • Khutbah Jumat
    • Manhaji
    • Pengantar Redaksi
    • Permata Salaf
    • Surat Pembaca
    • Tafsir
    Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

    Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

    Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

    Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

    Adab Ketika Sakit

    Adab Ketika Sakit

    Rukun dan Syarat Akad Nikah

    Rukun dan Syarat Akad Nikah

    Negeri Islam Target Operasi Syiah

    Negeri Islam Target Operasi Syiah

    Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

    Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

    Trending Tags

    • Audio
      • Audio Tanya Jawab
      • Audio Kajian
      • Audio Khutbah Jumat
      • Audio Kutipan
    • Ebook
    No Result
    View All Result
    Majalah Asy Syariah
    • Beranda
    • Majalah
      • Tebar Asy-Syariah
      • Daftar Agen
      • Majalah Asy Syariah – Digital
    • Tanya Jawab
    • Artikel
      • All
      • Akhlak
      • Akidah
      • Doa
      • Hadits
      • Kajian Utama
      • Khutbah Jumat
      • Manhaji
      • Pengantar Redaksi
      • Permata Salaf
      • Surat Pembaca
      • Tafsir
      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

      Jenis-Jenis Harta yang Terkena Zakat

      Adab Ketika Sakit

      Adab Ketika Sakit

      Rukun dan Syarat Akad Nikah

      Rukun dan Syarat Akad Nikah

      Negeri Islam Target Operasi Syiah

      Negeri Islam Target Operasi Syiah

      Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

      Melakukan Kekafiran dalam Keadaan Mabuk

      Trending Tags

      • Audio
        • Audio Tanya Jawab
        • Audio Kajian
        • Audio Khutbah Jumat
        • Audio Kutipan
      • Ebook
      No Result
      View All Result
      Majalah Asy Syariah
      No Result
      View All Result
      Home Majalah Edisi 001 s.d. 010 Asy Syariah Edisi 003

      Hukum Ringkas Puasa Ramadhan

      Oleh Redaksi
      11/11/2011
      di Asy Syariah Edisi 003, Kajian Khusus
      1
      Hukum Ringkas Puasa Ramadhan

      Saat Ramadhan tiba, kaum muslimin menyambutnya dengan gembira. Di antara mereka, ada yang menggelar berbagai acara. Tak jarang, acara-acara itu justru melanggar syariat. Persiapan paling baik yang dilakukan saat memasuki Ramadhan adalah mempelajari berbagai hal berkaitan dengan ibadah di dalamnya. Tentu agar ibadah yang akan dilakukan bisa lebih bermakna.

      Menyambut Ramadhan, banyak acara digelar kaum muslimin. Di antara acara tersebut ada yang telah menjadi tradisi yang “wajib” dilakukan, meski syariat tidak pernah memerintahkan untuk membuat berbagai acara tertentu menyambut datangnya bulan mulia tersebut.

      Puasa Ramadhan merupakan salah satu dari kewajiban puasa yang ditetapkan syariat yang ditujukan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hukum puasa sendiri terbagi menjadi dua, yaitu puasa wajib dan puasa sunnah. Adapun puasa wajib terbagi menjadi tiga: puasa Ramadhan, puasa kaffarah (puasa tebusan), dan puasa nadzar.

      Keutamaan Bulan Ramadhan

      Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

      شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ

      “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil).” (al-Baqarah: 185)

      Pada bulan ini, para setan dibelenggu, pintu neraka ditutup, dan pintu surga dibuka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

      إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النِّيرَانِ وَصُفِدَتِ الشَّيَاطِيْنُ

      “Bila datang bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka, dan dibelenggulah para setan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

      chain link

      Pada bulan Ramadhan pula terdapat malam Lailatul Qadar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

      إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ ١ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ ٢ لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرٖ ٣ تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذۡنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمۡرٖ ٤ سَلَٰمٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطۡلَعِ ٱلۡفَجۡرِ ٥

      “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar.” (al-Qadar: 1—5)

      Penghapus Dosa

      Ramadhan adalah bulan untuk menghapus dosa. Hal ini berdasar hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

      الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ

      “Shalat lima waktu, dari Jum’at (yang satu) menuju Jum’at berikutnya, (dari) Ramadhan hingga Ramadhan (berikutnya) adalah penghapus dosa di antaranya, apabila ditinggalkan dosa-dosa besar.” (HR. Muslim)

      مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِه

      “Barang siapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap ridha Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

      ilustrasi-puasa

      Rukun Berpuasa

      1. Berniat sebelum munculnya fajar shadiq.

      Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

      إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّات

      “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya.” (Muttafaqun ‘alaih dari hadits ‘Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu)

      Juga hadits Hafshah radhiallahu ‘anha, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

      مَنْ لَمْ يَجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

      “Barang siapa yang tidak berniat berpuasa sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya.” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan)

      Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini mudhtharib (goncang) walaupun sebagian ulama menghasankannya. Namun mereka mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu ‘Umar, Hafshah, dan ‘Aisyah, serta tidak ada yang menyelisihinya dari kalangan para sahabat radhiallahu ‘anhum.

      Persyaratan berniat puasa sebelum fajar dikhususkan pada puasa yang hukumnya wajib, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha pada selain bulan Ramadhan lalu bertanya, “Apakah kalian mempunyai makan siang? Jika tidak maka saya berpuasa.” (HR. Muslim)

      Masalah ini dikuatkan pula dengan perbuatan Abu ad-Darda’, Abu Thalhah, Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas, dan Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu ‘anhum. Ini adalah pendapat jumhur.

      Para ulama juga berpendapat bahwa persyaratan niat tersebut dilakukan pada setiap hari puasa, karena malam Ramadhan memutuskan amalan puasa sehingga untuk mengamalkan kembali membutuhkan niat yang baru. Wallahu a’lam.

      Berniat ini boleh dilakukan kapan saja baik di awal malam, pertengahannya, maupun akhir. Ini pula yang dikuatkan oleh jumhur ulama1.

      2. Menahan diri dari setiap perkara yang membatalkan puasa dimulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.

      Telah diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim rahimahumallah hadits dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

      إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَهُنَا وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَهُنَا وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ

      “Jika muncul malam dari arah sini (timur) dan hilangnya siang dari arah sini (barat) serta matahari telah terbenam, maka telah berbukalah orang yang berpuasa.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

      Puasa dimulai dengan munculnya fajar. Namun kita harus hati-hati karena terdapat dua jenis fajar: fajar kadzib dan fajar shadiq. Fajar kadzib ditandai dengan cahaya putih yang menjulang ke atas seperti ekor serigala. Bila fajar ini muncul, masih diperbolehkan makan dan minum namun diharamkan shalat Subuh karena belum masuk waktu.

      Fajar yang kedua adalah fajar shadiq yang ditandai dengan cahaya merah yang menyebar di atas lembah dan bukit, menyebar hingga ke lorong-lorong rumah. Fajar inilah yang menjadi tanda dimulainya seseorang menahan makan, minum, dan yang semisalnya, serta diperbolehkan shalat Subuh.
      Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

      الْفَجْرُ فَجْرَانِ، فَأَمَّا الْأَوَّلُ فَإِنَّهُ لاَ يُحْرِمُ الطَّعَامَ وَلاَ يُحِلُّ الصَّلَاةَ، وَأَمَّا الثَّانِي فَإِنَّهُ يُحْرِمُ الطَّعَامَ وَيُحِلُّ الصَّلَاةَ

      “Fajar itu ada dua, yang pertama tidak diharamkan makan dan tidak dihalalkan shalat (Subuh). Adapun yang kedua (fajar) adalah yang diharamkan makan (pada waktu tersebut) dan dihalalkan shalat.” (HR. Ibnu Khuzaimah, 1/304, al-Hakim, 1/304, dan al-Baihaqi, 1/377)

      Namun para ulama menghukumi riwayat ini mauquf (hanya perkataan Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu dan bukan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Di antara mereka adalah al-Baihaqi, ad-Daruquthni dalam Sunan-nya (2/165), Abu Dawud dalam Marasil-nya (1/123), dan al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikh-nya (3/58). Juga diriwayatkan dari Tsauban radhiallahu ‘anhu dengan sanad yang mursal. Sementara diriwayatkan juga dari hadits Jabir radhiallahu ‘anhu dengan sanad yang lemah. Wallahu a’lam.

      Siapa yang Diwajibkan Berpuasa?

      Orang yang wajib menjalankan puasa Ramadhan memiliki syarat-syarat tertentu. Telah sepakat para ulama bahwa puasa diwajibkan atas seorang muslim yang berakal, baligh, sehat, mukim (bukan musafir), dan bila ia seorang wanita maka harus bersih dari haid dan nifas.

      Sementara itu tidak ada kewajiban puasa atas orang kafir, orang gila, anak kecil, orang sakit, musafir, wanita haid dan nifas, orang tua yang lemah, serta wanita hamil dan wanita menyusui.

      Bila ada orang kafir yang berpuasa, karena puasa adalah ibadah di dalam Islam maka tidak diterima amalan seseorang kecuali bila dia menjadi seorang muslim. Ini disepakati oleh para ulama.

      Adapun orang gila, ia tidak wajib berpuasa karena tidak terkena beban beramal. Hal ini berdasarkan hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

      رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَفِيقَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيِقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ

      “Diangkat pena (tidak dicatat) dari tiga golongan: orang gila sampai dia sadarkan diri, orang yang tidur hingga dia bangun, dan anak kecil hingga dia baligh.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)

      Meski anak kecil tidak memiliki kewajiban berpuasa sebagaimana dijelaskan hadits di atas, namun sepantasnya bagi orang tua atau wali yang mengasuh anak tersebut agar menganjurkan dia berpuasa, supaya terbiasa sejak kecil sesuai kesanggupannya.

      Sebuah hadits diriwayatkan ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz radhiallahu ‘anha:

      “Utusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumumkan di pagi hari ‘Asyura agar siapa di antara kalian yang berpuasa, hendaklah dia menyempurnakannya dan siapa yang telah makan maka jangan lagi dia makan pada sisa harinya. Dan kami berpuasa setelah itu dan kami mempuasakan anak-anak kecil kami. Dan kami ke masjid lalu kami buatkan mereka mainan dari wol. Maka jika salah seorang mereka menangis karena (ingin) makan, kami pun memberikan (mainan tersebut) kepada mereka hingga mendekati buka puasa.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

      Sementara itu, bagi orang-orang lanjut usia yang sudah lemah (jompo), orang sakit yang tidak diharapkan sembuh, dan orang yang memiliki pekerjaan berat yang menyebabkan tidak mampu berpuasa serta tidak mendapatkan cara lain untuk memperoleh rezeki kecuali pekerjaan yang dia lakukan tersebut, mereka diberi keringanan untuk tidak berpuasa, namun wajib membayar fidyah yaitu memberi makan setiap hari satu orang miskin.

      Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Diberikan keringanan bagi orang yang sudah tua untuk tidak berpuasa dan memberi makan setiap hari kepada seorang miskin dan tidak ada qadha atasnya.” (Riwayat ad-Daruquthni dan al-Hakim, disahihkan oleh keduanya)

      Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu tatkala sudah tidak sanggup berpuasa maka beliau memanggil 30 orang miskin lalu (memberikan kepada mereka makan) sampai mereka kenyang. (Riwayat ad-Daruquthni 2/207 dan Abu Ya’la dalam Musnad-nya 7/204, dengan sanad yang sahih. Lihat Shifat Shaum an-Nabi, hlm. 60)

      Orang-orang yang diberi keringanan untuk tidak berpuasa namun wajib atas mereka menggantinya di hari yang lain adalah musafir dan orang sakit yang masih diharap kesembuhannya yang apabila dia berpuasa menyebabkan kekhawatiran sakitnya bertambah parah atau lama sembuhnya.
      Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

      فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۚ

      “Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain.” (al-Baqarah: 184)

      Demikian pula bagi wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan janin atau anaknya bila dia berpuasa, wajib baginya mengqadha puasanya dan bukan membayar fidyah, menurut pendapat yang paling kuat dari pendapat para ulama.

      Hal ini berdasar hadits Anas bin Malik al-Ka’bi radhiallahu ‘anhu, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

      إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّومَ وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ

      “Sesungguhnya Allah telah meletakkan setengah shalat dan puasa bagi orang musafir dan (demikian pula) bagi wanita menyusui dan yang hamil.” (HR. an-Nasa’i, 4/180—181, Ibnu Khuzaimah, 3/268, al-Baihaqi, 3/154, dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah)

      Yang tidak wajib berpuasa namun wajib mengqadha (menggantinya) di hari lain adalah wanita haid dan nifas.

      Telah terjadi kesepakatan di antara fuqaha bahwa wajib atas keduanya untuk berbuka dan diharamkan berpuasa. Jika mereka berpuasa berarti dia telah melakukan amalan yang batil dan wajib mengqadha. Di antara dalil atas hal ini adalah hadits Aisyah radhiallahu ‘anha:

      كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصِّيَامِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ

      “Adalah kami mengalami haid lalu kami pun diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

      Wallahu a’lam.

      Tags: cara puasahukum puasapuasa ramadanpuasa ramadhantuntunan puasa
      Previous Post

      Penentuan Awal Bulan Hijriah

      Next Post

      Jima' Saat Puasa Ramadhan

      Related Posts

      fatwa ulama terkait karikatur nabi

      Fatwa Ulama tentang Karikatur Nabi

      Oleh Redaksi
      01/07/2020
      0

      HUKUM MEMBOIKOT PRODUK DENMARK   Pertanyaan: Apabila kita mengetahui bahwa pemerintah tidak memerintahkan kita untuk memboikot produk Denmark dan tidak...

      malam lailatul qodar

      Keutamaan Malam Seribu Bulan

      Oleh Redaksi
      29/04/2020
      0

      Malam Lailatul Qadar adalah malam yang dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala. Sebab Penamaan Lailatul Qadar Allah menamainya dengan Lailatul Qadar,...

      Next Post
      Siapakah yang Berhak Diambil Ilmunya?

      Jima' Saat Puasa Ramadhan

      Tata Cara I’tikaf

      Shalat Tarawih

      Please login to join discussion

      Aktual

      Shalat Jenazah untuk Beberapa Jenazah yang Tercampur Muslim dan Nonmuslim

      Oleh Redaksi
      26/01/2021
      0
      Shalat Jenazah untuk Beberapa Jenazah yang Tercampur Muslim dan Nonmuslim
      Aktual

      Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Jika tercampur antara jenazah dari umat Islam dan jenazah dari kaum musyrikin, tanpa bisa dibedakan,...

      Selengkapnya

      Seserahan Manten untuk Acara Pernikahan di Gereja

      Oleh Redaksi
      25/01/2021
      0
      Memakai Minyak Wangi untuk Shalat
      Aktual

      Pertanyaan: Saya punya usaha seserahan manten (pernikahan). Ada yang mau sewa, tetapi mereka Nasrani dan untuk acara pernikahan mereka di...

      Selengkapnya

      Artikel Terbaru

      Kafarat Tebusan Sumpah
      Asy Syariah Edisi 035

      Kafarat Tebusan Sumpah

      Oleh Redaksi
      30/12/2020
      0

      Pertanyaan: Apa kafaratnya bila seseorang melanggar sumpahnya? Apakah dibolehkan mengganti kafarat tersebut dengan uang? Jawab: Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-‘Ilmiyah...

      Selengkapnya
      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      Biografi Syaikh Abdul Aziz bin Baz

      28/12/2020
      Nabi Adam Dikeluarkan dari Surga

      Nabi Adam Dikeluarkan dari Surga

      25/12/2020

      Audio Terbaru

      Cadar & Celana Cingkrang, Simbol Radikalisme?

      Cadar & Celana Cingkrang, Simbol Radikalisme?

      Oleh Redaksi
      31/10/2020
      0

      Pertanyaan: Apakah cadar dan celana panjang di atas mata kaki (cingkrang) adalah simbol radikalisme, atau simbol anti-merah putih NKRI? Pertanyaan...

      takaran 1 sho' zakat fitrah

      Ukuran Zakat Fitrah Sesuai Ukuran Sha’ di Zaman Nabi

      Oleh Redaksi
      22/05/2020
      0

      Tanya: Bismillah Telah beredar luas sebuah potongan video yang berisi penjelasan ukuran zakat fitrah sesuai ukuran sha’ di zaman Nabi,...

      Tolak Bencana musibah dengan Takwa

      Tolak Musibah dengan Takwa

      Oleh Redaksi
      13/05/2020
      0

      Link Download Audio Untuk menolak bala tersebut... Untuk menolak musibah tersebut, solusi yang Allah dan Rasul sebutkan...

      nasihat untuk tenaga medis terkait wabah covid19

      Nasihat dan Dukungan untuk Tenaga Medis Terkait Covid-19

      Oleh Redaksi
      27/03/2020
      0

      Link Download Audio Kepada para tenaga medis yang berkecimpung dalam penanganan pasien virus Corona (Covid-19), saya menasihatkan...

      Majalah Asy Syariah (versi digital)

      Selain versi cetak, tersedia pula Majalah Asy Syariah dalam versi digital, Untuk membaca versi digital, Anda bisa mengunduhnya di Smartphone Android anda dengan menggunakan Aplikasi Google Play Book

      KUNJUNGI MAJALAH ASY SYARIAH DI GOOGLE PLAY BOOK

      AsySyariah edisi khusus 02 Mengapa Teroris Tidak Pernah Habis?

      Kontak

      Redaksi: 0813-2807-8414
      Sirkulasi: 0858-7852-5401
      Layanan: 0823-2741-2095
      Email: asysyariah@gmail.com

      Tentang Majalah AsySyariah

      Majalah AsySyariah adalah Majalah ahlussunnah wal jamaah di Indonesia. Membahas dan menampilkan pembahasan artikel berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah dengan apa yang di pahami oleh generasi awal umat ini.

      Alamat

      Jl. Titi Bumi - Potrojoyo 2 No. 082 (gg. Kenanga 26B) RT 01 Patran, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55599

      • Majalah Islam AsySyariah
      • Pengiriman
      • Daftar Agen

      © 1442 H Majalah Asy Syariah
      Web Desain oleh DakwahStudio.

      No Result
      View All Result
      • Beranda
      • Majalah
        • Tebar Asy-Syariah
        • Daftar Agen
        • Majalah Asy Syariah – Digital
      • Tanya Jawab
      • Artikel
      • Audio
        • Audio Tanya Jawab
        • Audio Kajian
        • Audio Khutbah Jumat
        • Audio Kutipan
      • Ebook

      © 1442 H Majalah Asy Syariah
      Web Desain oleh DakwahStudio.