Kewajiban Pemerintah

Fakta sejarah menunjukkan, manusia tidak dapat melangsungkan kehidupannya di dunia dengan baik tanpa adanya kepemimpinan yang menjadi rujukannya. Komunitas manusia itu sangat membutuhkan aturan yang menjadi pedomannya dalam mewujudkan kemaslahatan bersama.

Adalah pemerintah yang memikul tugas dan tanggung jawab. Ini seperti yang ditetapkan oleh syariat dan harus ditunaikannya dengan baik serta sungguh-sungguh, sehingga terwujudlah kemaslahatan dan kemanfaatan secara menyeluruh. Setidaknya, ada dua kewajiban utama/pokok yang harus ditunaikan oleh pemerintah.

>Pertama, menjaga keutuhan agama dan memeliharanya. Inilah yang paling penting untuk diperhatikan dan dijaga.

>Kedua, mengatur urusan dunia, sebab segala urusan tidak akan berjalan dengan lurus dan segala yang menjadi tujuan umum pun tidak akan tercapai kecuali dengan tertibnya urusan dunia. Hal ini meliputi kemaslahatan dunia secara umum, yaitu dengan mengambil langkah-langkah konkret dan kerja nyata, tidak sekadar imbauan saja tetapi ada bukti nyata di lapangan.

>Dari dua kewajiban ini kemudian berkembang menjadi beberapa kewajiban. Al-Imam al-Mawardi rahimahullah telah mengulasnya dalam kitab Ahkamus Sulthaniyah. Beliau berkata, “Yang menjadi kewajiban atas pemerintah terkait dengan urusan-urusan umum, ada sepuluh kewajiban :

1. Menjaga agama (Islam) dengan dasar-dasarnya yang telah ditetapkan dan yang telah disepakati generasi umat terdahulu yang saleh. Maka, jika bermunculan para pelaku bid’ah, orang-orang yang menyimpang, atau pembawa syubhat, hendaknya dijelaskan dan diterangkan kepadanya tentang kebenaran lalu menuntunnya kepada sesuatu yang harus dijalaninya berupa tugas dan hukuman. Semua itu dilakukan agar agama tetap terjaga dari kesalahan dan umat juga terjaga dari penyimpangan.

2. Memutuskan hukum atas dua belah pihak yang berselisih dan melerai dua belah pihak yang bertikai, sehingga yang zalim tidak lagi bertindak semena-mena dan yang terzalimi tidak lagi merasa lemah.

3. Menjaga regenerasi Islam dan memberikan perlindungan kepada kaum hawa, sehingga semua pihak dapat menjalankan aktivitasnya dan dapat melakukan perjalanan (safar) dengan rasa aman tanpa ada kekhawatiran terhadap keselamatan jiwa ataupun hartanya.

4. Menerapkan/menegakkan hukum, agar larangan-larangan Allah Subhanahu wata’ala tidak dilanggar serta hak-hak hamba-Nya pun tidak sirna dan rusak.

5. Menjaga perbatasan wilayah dengan persiapan yang baik dan kekuatan yang mumpuni, sehingga musuh tidak lagi leluasa untuk melakukan hal-hal yang diharamkan atau bahkan melakukan penganiayaan terhadap seorang muslim di wilayah tersebut.

6. Mengumumkan/mengangkat bendera jihad kepada pihak yang menentang Islam setelah didakwahi untuk masuk Islam atau -kalau tidak- untuk masuk dalam kategori kafir dzimmi (kafir yang hidup di negara muslim). Semua itu agar hak-hak Allah Subhanahu wata’ala dapat ditunaikan setelah Allah Subhanahu wata’ala memenangkan agama-Nya di atas agama-agama yang lain.

7. Mengumpulkan fai’dan shadaqah sesuai dengan apa yang telah diwajibkan oleh syariat, baik secara nash maupun melalui ijtihad tanpa menimbulkan rasa takut dan tidak pula menggunakan kekerasan.

8. Mengatur pemberian dan mengambil dari Baitul Mal tanpa berlebihan, lalu menyerahkannya di waktu yang tidak terlalu cepat dan tidak pula terlalu lambat.

9. Memenuhi kebutuhan orang-orang yang dipercaya untuk menjaga harta benda dan menjalankan tugas, agar segala tugas dapat dijalankan dengan baik dan harta benda dapat terjaga dengan baik.

10. Menangani langsung urusan-urusan penting dan selalu memerhatikan situasi dan kondisi, agar tetap bersemangat mengatur umat dan menjaga agama, tidak membiasakan untuk mewakilkan tugas dan kewajiban karena alasan sibuk ataupun alasan ibadah sekalipun. Jika memang ada alasan yang mengharuskan untuk mewakilkan tugasnya, hendaknya hal itu tetap dalam pengawasannya, karena yang dipercaya kadang khianat dan yang baik kadang berbuat curang.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُم بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ ۚ

“Wahai Dawud, sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.” (Shad: 26) (Ahkaamas-Sulthaaniyyah)

Kewajiban-kewajiban yang disebutkan di atas jika dikelompokkan akan menyangkut beberapa hal, di antaranya,

  • Keagamaan, seperti menjaga agama dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang berkaitan dengan hal itu; memerhatikan dan memakmurkan masjid-masjid; mempermudah pelaksanaan ibadah haji; mengurusi zakat dan mendistribusikannya kepada pihak yang berhak sesuai aturan syariat; juga membantu para da’i dalam penyebaran dakwah.
  • Keamanan, baik yang bersifat internal seperti memutuskan hokum kepada dua belah pihak yang berselisih dan melerai dua belah pihak yang bertikai, atau keamanan yang bersifat eksternal, seperti menjaga wilayah perbatasan, menyiapkan pasukan yang kuat dan terlatih, dan hal-hal yang terkait.
  • Perekonomian, yaitu dengan menjaga kekayaan kaum muslimin dan mengembangkannya dengan membangun pertanian dan perindustrian atau disesuaikan dengan lingkungan setempatnya, menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai yang menjadi pendukungnya, kemudian menyerahkannya kepada kaum muslimin secara adil sehingga tidak ada pihak yang merasa lebih diuntungkan dan dirugikan. Di samping itu, juga mencegah adanya transaksi-transaksi yang diharamkan serta jual beli yang dilarang.
  • Administrasi, seperti memenuhi kebutuhan orang-orang yang dipercaya menjaga harta kekayaan dan menjalankan sebuah tugas.
  • Politik, yaitu mengatur urusan umat dengan sesuatu yang bermaslahat untuk mereka dan hal-hal yang bersangkutan dengan masalah itu.
  • Sosial Kemasyarakatan, seperti menjaga perilaku/akhlak manusia, menebar kebaikan, dan mencegah kemungkaran.

Demikianlah kewajiban yang ada di pundak pemerintah dan harus diperhatikan dengan saksama. Hendaknya pemerintah memahami dengan baik kedudukannya karena sesungguhnya pemerintahan adalah bagian kenikmatan yang datang dari Allah Subhanahu wata’ala. Siapa yang menunaikan dan menjalankannya dengan baik, maka akan memperoleh kebahagiaan yang tak terhingga. Sebaliknya, siapa yang tidak menjalankannya dengan baik, akan memperoleh kesengsaraan dan kecelakaan.

Siapa yang tidak mengetahui kadar nikmat ini dan justru menyibukkan diri dengan melakukan tindakan zalim serta memperturutkan hawa nafsunya, maka sangat rentan untuk masuk dalam kategori musuh Allah Subhanahu wata’ala.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan dalam sabdanya,

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللهُ رَعِيَّةً، يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٍّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

“Tidak ada satu hamba pun yang Allah Subhanahu wata’ala (beri kesempatan) memimpin rakyat, lalu meninggal dunia dalam keadaan berbuat curang terhadap rakyatnya, melainkan Allah Subhanahu wata’ala haramkan surga baginya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Pemerintah hendaknya bersungguh-sungguh untuk dapat mengambil hati seluruh rakyatnya, membuat rakyatnya rela dan mencintainya dengan menjaga agar selalu sesuai dengan syariat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ، وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ، وَشِرَارُ أ ئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ، وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونُكُمْ

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka yang kalian mencintainya dan mereka pun mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Adapun sejelek-jelek pemimpin kalian adalah yang kalian membencinya dan mereka pun membenci kalian, kalian mencela mereka dan mereka pun mencela kalian.” (HR. Muslim)

Oleh : Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf