Satu lagi peristiwa besar yang menandai hari kiamat adalah turunnya Nabi Isa q ke muka bumi. Dari kacamata Islam, peristiwa ini merupakan salah satu bukti yang membongkar pandangan yang menyatakan bahwa Nabi Isa q telah wafat di tiang penyaliban sebagaimana terilusikan dalam keyakinan-keyakinan Nasrani. Demikian mengental keyakinan itu, sehingga hal itu terus terserukan dan didengungkan di atas mimbar-mimbar gereja mereka sampai sekarang. Jejak penyimpangan ini lantas tersimbolkan oleh patung salib yang dipasang di altar atau dinding rumah, ataupun menjadi liontin kalung mereka.
Sementara menurut akidah Islam, Isa bin Maryam e belumlah meninggal. Apa yang diyakini sebagai Isa, yang dalam terminologi Kristen disebut Yesus, adalah salah satu murid Isa yang wajahnya serupa Isa karena diserupakan Allah l. Isa, sejatinya diangkat ke langit untuk kemudian diturunkan ke muka bumi menjelang hari kiamat.
Namun demikian, Isa bin Maryam turun bukan dalam kapasitasnya sebagai nabi dengan membawa risalah sendiri serta menghapus syariat Muhammad n. Ia justru membenarkan kerasulan Muhammad n dan turun dengan mengemban sejumlah tugas, di antaranya menghancurkan salib, membunuh babi-babi, serta meletakkan hukum jizyah (upeti) bagi kafir dzimmi.
Setelah beliau turun di bumi, banyak dari para penyimpang ajaran tauhid yang dibawa beliau, yang kemudian beriman. Namun keimanan mereka tidaklah berarti apa-apa karena muncul secara terpaksa di saat tanda-tanda kiamat telah nampak dengan jelas. Selanjutnya, sebagaimana diwartakan dalam banyak hadits, Nabi Isa membunuh Dajjal di sebuah daerah di Palestina. Bagaimana detil kisahnya, pembaca dapat menelusurinya dalam Kajian Utama.
Pembaca, pembangkangan istri terhadap suami memang telah menjadi kisah ”klasik” di masa sekarang karena saking seringnya kita mendengar hal itu, baik dari tetangga sekitar, saudara, atau media massa. Biasanya hal ini terjadi karena suami kian tak berharga di mata istri. Banyak suami yang dicampakkan karena ketidakmampuannya memenuhi selera dan gaya hidup istri yang tinggi, ”karir” istri yang melejit meninggalkan suami, atau faktor-faktor lain yang semuanya dilambari minimnya kesa-daran beragama di tengah masyarakat kita.
Hal itu diperparah dengan perge-seran cara pandang (baca: semakin ditinggalkan ajaran agama) karena lebih mengedepankan falsafah kebebasan, kesetaraan jender atau emansipasi, nilai-nilai demokrasi, dan falsafah (rusak) Barat lainnya. Alhasil, keyakinan beragama kian larut karena demikian memuja serta silau dengan segala ”kemajuan” Barat.
Namun bagaimanapun Islam tetap menyuguhkan solusi manakala hal itu benar-benar terjadi. Solusi yang tak semata mengedepankan emosi karena dibimbing langsung oleh Rabb yang di atas langit melalui lisan Rasul-Nya. Apa saja yang mesti dilakukan oleh sang suami tatkala menjumpai keadaan istri yang demikian? Simak bahasannya dalam rubrik Mengayuh Biduk.
Simak pula rubrik-rubrik lain yang insya Allah juga sarat dengan muatan ilmu.