Mengikuti Sunnah Rasulullah dan Menjauhi Bid’ah

mengikuti sunnah nabi

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu dengan mempelajari dan mengamalkan serta berpegang teguh di atas syariat-Nya. Sebab, di dalamnya ada cahaya dan petunjuk yang mencukupi untuk membimbing dan mengatur seluruh sisi kehidupan kita, mulai dari urusan rumah tangga hingga ketatanegaraan. Jadi, selama seseorang itu mengikuti petunjuk dan aturan-Nya, pasti dia akan selamat di dunia dan akhirat.

Allah subhanahu wa ta’ala telah berjanji bagi orang yang mengikuti petunjuk-Nya di dalam firman-Nya,

فَإِمَّا يَأۡتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ ٱتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشۡقَىٰ

“Barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, niscaya ia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka.” (Thaha: 123)

Barang siapa tidak merasa cukup dengan petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala sehingga menyelisihinya, pasti dia akan rugi dan celaka. Meskipun dia terlihat hidup penuh kemewahan dan serba ada, tetapi sesungguhnya dia tidak merasakan kelapangan dan ketenangan di dalam jiwanya. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala telah mengancam orang-orang yang menyelisihi petunjuk-Nya di dalam firman-Nya,

وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِي فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحۡشُرُهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ أَعۡمَىٰ

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Thaha: 124)

Hadirin rahimakumullah,

Seorang muslim yang hakiki tidak akan ridha untuk meninggalkan petunjuk Allah subhanahu wa ta’ala, meskipun ditawari dunia seisinya. Dia akan tetap berpegang teguh di atas syariat-Nya meskipun cobaan dan ujian menimpa dirinya. Sebab, dia mengetahui bahwa kehidupan yang sesungguhnya bukanlah di dunia dan kenikmatan dunia yang dimilikinya. Harta, kedudukan, dan yang semisalnya, pasti akan sirna.

Yang senantiasa diinginkan oleh dirinya adalah meraih kecintaan Allah subhanahu wa ta’ala dan diampuni seluruh dosanya serta mendapatkan hidayah dan curahan rahmat-Nya. Oleh karena itu, dia berusaha untuk mengikuti jalan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yaitu dengan menaatinya dan tidak menyelisihinya. Sebab, itulah satu-satunya jalan yang harus ditempuh agar dirinya dicintai dan dirahmati serta diberi hidayah oleh Yang Mahakuasa.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ٣١ قُلۡ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَۖ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ
ٱلۡكَٰفِرِينَ ٣٢

“Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah, ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir’.” (Ali Imran: 31—32)

Di dalam ayat tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa menaati Rasul-Nya adalah konsekuensi dan bukti cinta seseorang kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Sementara itu, menyelisihinya adalah tanda kekufuran dirinya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Allah subhanahu wa ta’ala juga memberitakan di dalam Al-Qur’an bahwa barang siapa menaati Rasul-Nya akan memperoleh hidayah-Nya. Allah berfirman-Nya,

وَإِن تُطِيعُوهُ تَهۡتَدُواْ

“Dan jika kalian menaatinya, niscaya kalian akan mendapat hidayah/petunjuk.” (an-Nur: 54)

Begitu pula Allah azza wa jalla memberitakan bahwa taat kepada Rasul adalah sebab yang akan mengantarkan kita untuk mendapatkan rahmat-Nya. Firman-Nya,

وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ

“Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kalian diberi rahmat.” (Ali ‘Imran: 132)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Oleh karena itu, seorang muslim akan mengikuti jalan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan akan meninggalkan seluruh ajaran yang menyimpang dari ajarannya shallallahu alaihi wa sallam. Dia tidak akan terburu-buru dalam meyakini dan mengamalkan suatu ajaran dalam beribadah kepada Allah azza wa jalla, baik ucapan maupun amalan anggota badan.

Akan tetapi, dia akan menimbang terlebih dahulu seluruh ucapan dan amalan ibadahnya dengan amalan dan ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Apabila sesuai, dia terima. Jika bertentangan, dia akan menolak, dari mana pun datangnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa mengamalkan amalan yang tidak ada syariatnya dari kami, amalan tersebut ditolak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Imam asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan,

لَقَدْ أَجْمَعَ النَّاسُ عَلَى أَنَّ مَنْ تَبَيَّنَ لَهُ سُنَّةُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَجُوْزُ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ

“Para ulama telah sepakat bahwasanya barang siapa yang telah jelas baginya jalan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tidak boleh baginya untuk meninggalkannya karena ucapan siapa pun.”

Hadirin rahimakumullah,

Ketahuilah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengingatkan umatnya agar jangan sampai terjatuh pada perbuatan bid’ah, yaitu mengada-adakan amalan ibadah baru yang tidak ada syariatnya. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Hati-hatilah kalian dari amalan-amalan ibadah baru yang diada-adakan, karena setiap amalan tersebut adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad dan yang lainnya, dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah)

Bahkan, beliau shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan bahwa perbuatan mengada-adakan amalan ibadah baru yang tidak ada syariatnya adalah sejelek-jelek amalan. Sabda beliau,

وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا

“Dan sejelek-jelek amalan adalah amalan ibadah yang diada-adakan (yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah dan al-Khulafa ar-Rasyidin).” (HR. Muslim)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Para ulama telah menjelaskan di dalam kitab-kitab mereka tentang pengertian amalan bid’ah. Di antaranya disebutkan bahwa bid’ah adalah aturan yang diada-adakan dalam beragama yang menandingi syariat dan dimaksudkan dengan mengikuti aturan tersebut untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Bid’ah itu bermacam-macam jenisnya. Ada yang berupa amalan ibadah baru yang sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan al-Khulafa ar-Rasyidin. Contohnya, mengadakan acara perayaaan dan peringatan hari kelahiran atau hari kematian seseorang. Bid’ah juga bisa dalam bentuk mengubah tata cara ibadah yang telah disyariatkan. Misalnya, berzikir secara berjamaah dipimpin oleh seorang imam setelah selesai shalat berjamaah.

Hadirin rahimakumullah,

Seluruh jenis bid’ah dengan berbagai macamnya adalah sesat. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad dan yang lainnya, dinilai sahih oleh al-Albani rahimahullah)

Begitu pula dikatakan oleh Abdullah ibnu Umar radhiallahu anhuma,

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

“Setiap bid’ah adalah sesat meskipun orang-orang menganggapnya baik.”

Jadi, tidak benar kalau dikatakan ada bid’ah yang baik atau hasanah. Yang ada adalah sunnah yang hasanah, bukan bid’ah hasanah, yaitu melakukan amal ibadah yang disyariatkan dan kemudian dicontoh serta diikuti oleh yang lainnya.

Adapun mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan amal ibadah yang dibuat sendiri atau dibuat oleh gurunya, hal tersebut adalah amalan bid’ah dan tidak ada baiknya sama sekali. Sebab,  seluruh amalan bid’ah adalah keluar dari petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, meskipun kadar kesesatan dan kejelekannya berbeda-beda.

Sebagai penutup, marilah kita senantiasa mengikuti wasiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk berpegang teguh di atas jalannya. Begitu pula wasiat beliau shallallahu alaihi wa sallam untuk berhati-hati terhadap kerusakan yang sangat berbahaya, yaitu bid’ah serta orang-orang yang mengajaknya. Sebab, hal itu akan menjauhkan kita dari agama yang mulia.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْـمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَـمِيْنَ أَمَرَنَا بِاتِّبَاعِ صِرَاطِهِ الْـمُسْتَقِيْمِ وَنَهَانَا عَنِ اتِّبَاعِ سُبُلِ أَصْحَابِ الْـجَحِيْمِ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الْـمَلِكُ الْبَرُّ الرَّحِيْمُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَلَّغَ اْلبَلاَغَ الْـمُبِيْنَ، وَقَالَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ تَلَقَّوْا عَنْهُ الدِّيْنَ وَبَلَّغُوْهُ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Marilah kita berusaha untuk selalu menjaga diri-diri kita dari azab Allah subhanahu wa ta’ala dengan bertakwa kepada-Nya. Caranya ialah dengan senantiasa mengikuti ajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam dan tidak menyelisihinya. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala telah mengancam orang-orang yang menyelisihi jalan Rasul-Nya dengan ancaman yang keras dalam firman-Nya,

فَلۡيَحۡذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنۡ أَمۡرِهِۦٓ أَن تُصِيبَهُمۡ فِتۡنَةٌ أَوۡ يُصِيبَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.” (an-Nur: 63)

Hadirin rahimakumullah,

Ketahuilah bahwa bid’ah adalah bentuk penyelisihan paling besar dari jalan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam setelah perbuatan syirik. Hal ini karena perbuatan bid’ah akan memecah-belah kaum muslimin serta menyeret pelakunya pada kerusakan agama dan hatinya. Perbuatan bid’ah akan menjadikan hati pelakunya menjadi benci kepada As-Sunnah. Sebab, hati tidak akan menerima Sunnah Rasul jika sudah ditempati oleh bid’ah.

Oleh karena itu, kita dapati orang yang melakukan atau bergelut dengan bid’ah serta menghidupkannya adalah orang yang jauh dari Sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Setan akan menghiasi amalan bid’ah sehingga akan menjadi sangat mudah bagi orang yang tertipu untuk mengamalkannya meskipun harus mengeluarkan banyak biaya dan menyita sebagian besar waktunya.

Bid’ah juga akan menyeret pelakunya menjadi orang yang sombong untuk menerima kebenaran. Hal itu karena setiap pelaku bid’ah akan membanggakan dirinya dan menganggap cara serta amalannya adalah yang paling baik.

Hadirin rahimakumullah,

Ketahuilah, termasuk dari amalan bid’ah yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin adalah mengkhususkan pertengahan bulan Sya’ban atau yang dikenal dengan istilah Nishfu Sya’ban dengan shalat malam secara berjamaah.

An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitabnya, al-Majmu’,

“Shalat yang dikenal dengan istilah shalat Raghaib yaitu shalat dua belas rakaat yang dilakukan antara Magrib dan Isya pada malam Jumat pertama di bulan Rajab dan shalat pada malam Nishfu Sya’ban sebanyak seratus rakaat; keduanya adalah amalan bid’ah dan mungkar. Janganlah tertipu karena disebutkannya dua jenis shalat ini dalam kitab Qutul Qulub dan Ihya Ulumuddin. Jangan pula tertipu dengan hadits-hadits yang tersebut di dalam dua kitab tersebut karena sesungguhnya semua itu batil.”

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah berkata,

“Hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan malam Nishfu Sya’ban adalah dhaif, tidak boleh dijadikan sebagai pegangan. Sementara itu, hadits-hadits yang menyebutkan tentang keutamaan shalat pada malam Nishfu Sya’ban, semuanya adalah hadits palsu, sebagaimana telah diingatkan oleh banyak ulama.”

Maka dari itu, kaum muslimin tidak boleh mengkhususkan dan mengistimewakan pertengahan bulan ini daripada hari-hari lainnya pada bulan tersebut. Sebab, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan al-Khulafa ar-Rasyidin tidak pernah melakukannya. Begitu pula kaum muslimin tidak boleh mendukung dan membantu pelaksanaannya karena hal itu sama saja dengan menghancurkan agama saudaranya.

Larangan ini tidak berarti tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk shalat malam pada hari tersebut. Akan tetapi, mengistimewakan hari dan malam tersebut daripada hari-hari lainnya di bulan Sya’ban untuk shalat atau ibadah lainnya bukanlah ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Marilah kita senantiasa berhati-hati dari jalan-jalan yang menyimpang dari jalan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan orang-orang yang terbaik di umat ini baik dari kalangan sahabat, tabi’in, dan yang mengikuti mereka adalah satu-satunya jalan yang benar.

 

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.

اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْـمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْـمُشْرِكِيْنَ. وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْـمُوَحِّدِينَ.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْـمُسْلِمينَ في كُلِ مَكَانٍ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ والْـمُسْلِمَاتِ، وَالْـمُؤْمِنِيْنَ وَالْـمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى الْـمُرْسَلِينَ

وَالْـحَمْدُ لِلهِ ربِّ الْعَالَـمِينَ.