Pengantar Redaksi Edisi 99

pengantar-redaksi-96

 السلام عليكم ورحمة الله و بركاته

Di antara rahmat Allah ‘azza wa jalla, Dia mengutus para nabi dan rasul agar memberi peringatan dan kabar gembira kepada manusia. Allah ‘azza wa jalla juga menurunkan kitab-kitab-Nya bersama mereka sebagai petunjuk jalan bagi manusia di tengah kegelapan. Ini tentu menjadi nikmat yang sangat besar. Namun, sadarkah kita akan nikmat ini? Sadarkah manusia bahwasanya sebelum diutusnya nabi dan diturunkannya kitab, mereka dalam kesesatan yang nyata?

Oleh karena itu, menjadi kewajiban kita untuk mengimani semua kitab yang Allah

‘azza wa jalla turunkan, baik yang Allah ‘azza wa jalla sebutkan namanya maupun tidak, sebagai kalam Allah ‘azza wa jalla yang wajib dipegang teguh oleh setiap nabi dan kaumnya. Hingga datang syariat al-Qur’an yang wajib dipegang oleh seluruh manusia di sepanjang masa dan tempat, membenarkan apa yang sudah dijelaskan pada kitab-kitab sebelumnya, memperbarui serta mengoreksi ajaran-ajaran sebelumnya yang telah diubah dan dirusak oleh kaumnya.

Maka, mengimani kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla adalah perkara yang sangat pokok dalam kehidupan. Dalam banyak ayat al-Qur’an Allah ‘azza wa jalla menyebutkan azab dan kebinasaan yang menimpa umat terdahulu sebagai akibat pendustaan mereka terhadap kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla. Demikian pula azab akhirat. Allah ‘azza wa jalla kabarkan bahwa orangorang yang kufur terhadap al-Qur’an dan merendahkannya dengan perkataan, “Al- Qur’an hanyalah ucapan manusia” akan Allah ‘azza wa jalla campakkan ia ke dalam neraka Saqar, setelah kehinaan yang dia sandang di kehidupan dunia.

Namun, keimanan terhadap kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla tentu bukan sekadar mengatakan, “Saya telah mengimani kitab-kitab-Nya.” Ada beberapa perkara yang harus kita imani dan amalkan sebagai bukti keimanan kepada kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla, di antaranya: meyakini dengan pasti tanpa sedikit pun keraguan bahwa kitab-kitab Allah ‘azza wa jalla semuanya turun dari sisi Allah ‘azza wa jalla. Juga meyakini bahwa kitab-kitab tersebut, adalah kalam (firman) Allah ‘azza wa jalla, bukan makhluk. Allah ‘azza wa jalla berbicara (berfirman) secara hakiki sesuai dengan kehendak-Nya. Jadi, apa yang tertulis dalam mushaf, dihafalkan dalam dada, dilafadzkan dengan lisan, direkam dalam kaset-kaset, ataupun diperdengarkan dalam siaran-siaran radio, semua itu kalam Allah ‘azza wa jalla bukan perkataan Jibril bukan pula perkataan Nabi Muhammad n. Masih banyak lagi konsekuensi dari keimanan kita terhadap al-Qur’an.

Al-Qur’an juga bersifat universal, berlaku untuk jin dan manusia, dari segala ras dan suku bangsa. Al-Qur’an juga Allah ‘azza wa jalla tetapkan sebagai kitab yang berlaku dan menjadi pedoman hingga akhir zaman. Oleh karena itu, Allah ‘azza wa jalla menjamin penjagaannya dari segala macam perubahan hingga akhir zaman, baik perubahan lafadz maupun makna.

Kini, dari masa ke masa al-Qur’an terus dihafal jutaan umat Islam, al-Qur’an masih diambil dengan cara talaqqi dan ‘ardh sehingga sanadnya masih bersambung hingga kepada Rasulullah n. Tidak ada satu pun kesalahan pasti diluruskan, dan tidak ada satu pun upaya mengubah al-Qur’an pasti terbongkar makarnya.

Inilah yang menjadikan teolog kristiani dan Yahudi merasa geram dan hasad menyaksikan penjagaan al-Qur’an yang luar biasa, yang tidak mereka dapatkan pada Taurat dan Injil. Kedua “kitab” yang bertabur kontradiksi itu menjadi salah satu bukti nyata bahwa di dalamnya terdapat banyak perubahan. Mungkin ini adalah salah satu alasan mengapa kalangan awam Nasrani dilarang mempelajari kitab mereka dengan serius. Pembacaan al-Kitab dibatasi pada para penginjil.

Demikianlah al-Qur’an yang begitu istimewa, yang akan terus dijaga Allah lhingga hari akhir. Maka dari itu, di tengah maraknya kitab-kitab palsu, masihkah kita ragu akan kebenaran al-Qur’an?

والسلام عليكم ورحمة الله و بركاته