Berimannya Tukang Sihir Fir’aun

Setiap nabi yang diutus oleh Allah l tentu memiliki mukjizat yang sesuai dengan keadaan manusia di zamannya. Pada masa Nabi Musa q, sihir adalah sesuatu yang hebat dan tukang-tukang sihir adalah orang-orang yang sangat dihormati.

Allah l mengutus Nabi Musa q dengan mukjizat yang membuat mata para tukang sihir itu terbelalak dan akal mereka kebingungan. Akhirnya, setelah mereka menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh Nabi Musa q bukanlah sihir seperti yang mereka perbuat, mereka tunduk dan beriman dengan sepenuh hati mereka.

Tukang Sihir Fira’un

Syahdan, setelah mendapat perintah dari Allah l di sebuah lembah suci bernama Thuwa, Nabi Musa q segera mempercepat langkah bersama keluarganya menuju tanah kelahirannya, Mesir.

Tak lama, setelah bertemu kembali dengan saudara-saudaranya di Mesir, Nabi Musa q menerangkan apa yang diterimanya di lembah suci Thuwa. Nabi Harun q yang sudah mendapat berita langit pun segera bersiap menemani

saudara kandungnya, Nabi Musa q. Berangkatlah mereka ke istana Fir’aun menyampaikan pesan-pesan dari Allah Subhanahuwata’ala kepadanya dan seluruh pengikutnya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

وَقَالَ مُوسَىٰ يَا فِرْعَوْنُ إِنِّي رَسُولٌ مِّن رَّبِّ الْعَالَمِينَ

Musa berkata,“Hai Fir’aun, sesungguhnya aku inia dalah seorang utusan dari Rabb semesta alam.” (al-A’raf: 104)

Alam yang di atas dan yang di bawah. Dia membina dan memelihara seluruh makhluk-Nya dengan berbagai macam tadbir (pengaturan) ilahi, yang diantaranya bahwa Dia tidak membiarkan makhluk-Nya tersia-sia begitu saja.

Sebab itulah, Dia mengutus para rasul- Nya sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira. Dengan lemah lembut dan santun, kedua nabiyullah yang mulia ini berdialog dengan Fir’aun, mengajaknya kepada kesucian dan rasa takut kepada Allah Subhanahuwata’ala. Allah Ta;ala berfirman,

<

فَأْتِيَاهُ فَقُولَا إِنَّا رَسُولَا رَبِّكَ فَأَرْسِلْ مَعَنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا تُعَذِّبْهُمْ ۖ قَدْ جِئْنَاكَ بِآيَةٍ مِّن رَّبِّكَ ۖ وَالسَّلَامُ عَلَىٰ مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَىٰ

إِنَّا قَدْ أُوحِيَ إِلَيْنَا أَنَّ الْعَذَابَ عَلَىٰ مَن كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ

Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dan katakanlah, “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Rabbmu, maka biarkan bani Israil ikut kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Rabbmu, dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.” (Thaha: 47—48)

Dalam ayat ini, ada dua tugas utama kedua nabiyullah yang mulia ini. Yang pertama, mengajak Fir’aun kepada Islam, yaitu berserah diri hanya kepada Allah l dengan tauhid, tunduk kepada Allah dengan mengerjakan ketaatan, serta menjauhi syirik dan para pemeluknya.

Yang kedua, membebaskan bani Israil dari belenggu perbudakan dan penindasan Fir’aun agar bisa mengatur hidup mereka sendiri dan Nabi Musa Alaihissalam dapatmenegakkan syariat Allah Subhanahuwata’ala atas mereka.

Nabi Musa Alaihissalam mengatakan pula bahwa dia datang dengan beberapa ayat (mukjizat) yang menunjukkan kebenarannya sebagai seorang utusan Allah Subhanahuwata’ala. Setelah dialog yang panjang tentang Allah Subhanahuwata’ala, disertai bukti logis yang tidak dapat dibantah, Fir’aun terpojok.

Dia tidak mampu berbuat banyak di hadapan ayat-ayat Allah Subhanahuwata’ala yang disampaikan oleh Nabi Musa Alaihissalam. Untuk menutupi kelemahan dan kebodohannya, dia berlindung di balik kekuasaannya, maka mulailah dia mengancam Nabi Musa Alaihissalam dan orang-orang yang mengikuti beliau. Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلَٰهًا غَيْرِي لَأَجْعَلَنَّكَ مِنَ الْمَسْجُونِي

Fir’aun berkata, “Sungguh jika kamu menyembah ilah(sesembahan) selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.” (asy-Syu’ara: 29)

Demikianlah keadaan orang-orang yang menolak dan mengingkari al-haq yang datang kepada mereka padasetiap masa dan tempat. Apabila orangorang yang berkuasa ini sudah terdesak, tidak mampu mematahkan bukti dan fakta sebuah kebenaran, mereka lebih sering berlindung di balik kekuasaan dan kekuatan mereka, kecuali hanya

orang-orang yang dirahmati Allah Subhanahuwata’ala. Kemudian Allah   Subhanahuwata’ala  berfirman menerangkan keadaan Nabi Musa Alaihissalam,

قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكَ بِشَيْءٍ مُّبِينٍ

Musa berkata, “Dan apakah (kamu akan melakukan itu) kendati pun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?” (asy-Syu’ara: 30)

Mendengar perkataan Nabi Musa , Fir’an  menantang , bahkan menjadikannya sebagai syarat kebenaran dan kejujuran Nabi Musa. Kemudian Nabi Musa Alaihissalam melemparkan tongkatnya. Dengan izin Allah l, tongkat itu berubah menjadi ular besar yang nyata. Setelah itu, Nabi Musa Alaihissalam memegang ular itu dan seketika itu juga menjadi tongkat kembali.

Beliau memasukkan tangannya ke dalam bajunya lalu mengeluarkannya kembali, dan ternyata tangan itu putih berkilau terlihat oleh siapa pun yang ada di sana. Bukannya tunduk, Fir’aun malah mengejek dan mengatakan bahwa itu adalah sihir.

Dengan angkuh, dia berkata kepada para pembesarnya, “Keduanya tidak lain adalah ahli sihir yang ingin mengusir kalian dari negeri kalian ini. Bagaimana menurut kalian?” Para pembesar itu berkata, “Tundalah urusan dia dan saudaranya (Harun). Kumpulkanlah para tukang sihir di seluruh kerajaan ini untuk menghadapi mereka.

Mudah-mudahan mereka menang dan kita akan mengikuti tukang-tukang sihir itu.”Mereka pun membuat kesepakatan untuk mengadu ilmu pada hari raya rakyat Mesir ketika matahari naik sepenggalah.

Fir’aun segera menyebar pasukannya mencari tukang sihir yang andal di seluruh pelosok negeri Mesir. Tak lama, terkumpullah puluhan ahli sihir yang terpandai di negeri itu. Pada hari yang telah disepakati itu, para tukang sihir itu datang membawa perlengkapan sihir mereka.

Ibnu Katsir menukilkan adanya riwayat yang menyebutkan jumlah mereka sampai belasan ribu orang. Tetapi, menurut Ibnu Ishaq t, semua urusan mereka kembali kepada empat orang yang dianggap sebagai pemuka tukang-tukang sihir tersebut, yaitu Satur, ‘Azur, Hathhath, dan Yashqa.

Dalam pertemuan yang menegangkanitu, hadir pula seluruh pembesar dan panglima serta pejabat pemerintahan di kerajaan Fir’aun. Bangsa Qibti sebagai penduduk pribumi Mesir yang mengikuti agama Fir’aun juga hadir mengeluelukan dan mengharapkan kemenangan tukang-tukang sihir tersebut. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,

<

فَلَمَّا جَاءَ السَّحَرَةُ قَالُوا لِفِرْعَوْنَ أَئِنَّ لَنَا لَأَجْرًا إِن كُنَّا نَحْنُ الْغَالِبِينَ

قَالَ نَعَمْ وَإِنَّكُمْ إِذًا لَّمِنَ الْمُقَرَّبِي

Tatkala ahli-ahli sihir itu datang, mereka pun bertanya kepada Fir’aun, “Apakah kami sungguh-sungguh mendapat upah yang besar jika kami Adalah orang-orang yang menang?” Fir’aun menjawab, “Ya, kalau demikian, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan menjadi orang yang didekatkan (kepadaku).” (asy-Syu’araa: 41—42)

Setelah mendapat jawaban Fir’aun, tukang-tukang sihir itu segera berbalik menghadap kepada Nabi Musa dan Harun e, kemudian mereka berkata, “Hai Musa, engkau yang menunjukkan keahlian lebih dahulu ataukah kami?” “Kalian yang lebih dahulu. Lemparkanlah apa yang mau kalian lemparkan,” jawab beliau.

Dengan penuh kesombongan dan yakin menang, tukang-tukang sihir itu melemparkan tali dan semua peralatan sihir mereka sambil berkata, “Demi kekuasaan Fir’aun, kami pasti menang.” Tiba-tiba dengan takdir Allah juga tentu saja—tali dan tongkat yang mereka lemparkan itu ditampakkan dalam pandangan Nabi Musa seakanakan ular yang merayap dengan cepat menuju ke arah beliau.

Para penonton ada yang ketakutan, bahkan Nabi Musa pun sempat dihinggapi rasa takut. Allah Ta’ala berfirman,

سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ

<

“Mereka menyulap  mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan).” (al-A’raf: 116)

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِن سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَىٰ

فَأَوْجَسَ فِي نَفْسِهِ خِيفَةً مُّوسَىٰ

“Tiba-tiba, tali-tali dan tongkat tongkat mereka terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam hatinya.” (Thaha: 66-67)

Ayat ini juga menegaskan kepada kita bahwa sihir adalah sesuatu yang nyata, dalam artian keberadaannya memang diakui. Kalau sihir itu bukan sesuatu yang jelas adanya, Nabi Musa tidak mungkin merasa takut, sebagaimana diterangkan Allah Subhanahuwata’ala dalam ayat ini. Kalau sihir itu bukan sesuatu yang nyata, niscaya Allah Subhanahuwata’ala tidak akan memerintahkan Nabi-Nya Muhammad dan umat beliau untuk meminta perlindungan kepada Allah Subhanahuwaata’la dari kejahatannya. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْنَا لَا تَخَفْ إِنَّكَ أَنتَ الْأَعْلَ

وَأَلْقِ مَا فِي يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوا ۖ إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ ۖ وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَىٰ

Kami berkata,“Janganlah kamu takut ,sesungguhnya kamulah yang paling (menang). Lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir( belaka),dan tukang sihir itu tidak akan menang, dari mana saja ia datang.” (Thaha:68-69)

Para tukang sihir sudah merasa senang melihat perubahan meski Sekilas pada wajah Nabi Musa Alaihissalam. Mereka mengira bahwa setelah itu Nabi Musa q semakin ketakutan dan lari. Dugaan mereka salah. Ternyata, dengan tenang, Nabiyullah Musa Alaihissalam melemparkan tongkatnya. Dengan izin Allah Subhanahuwata’ala, tongkat itu menjadi ular besar yang dengan cepat menelan ular-ular palsu buatan para tukang sihir tersebut.

Demikianlah, setiap nabi yang diutus oleh Allah Subhanahuwata’ala tentu memiliki mukjizat yang sesuai dengan keadaan manusia di zamannya. Pada masa Nabi Musa q, sihir adalah sesuatu yang hebat dan tukang-tukang sihir adalah orang-orang yang sangat dihormati.

Kemudian Allah l mengutus Nabi Musa q dengan mukjizat yang membuat mata para tukang sihir itu terbelalak dan bingung, karenasihir yang mereka andalkan selama ini tidak ada artinya dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Musa Alaihissalam. Melihat kenyataan yang ada di hadapan mereka ini, mereka pun menyadari bahwa apa yang dilakukanoleh Nabi Musa Alaihissalam bukanlah sihir seperti yang mereka perbuat.

Akhirnya, mereka tunduk dan beriman dengan sepenuh hati mereka. Fir’aun dan para pengikutnya yang sudah merasa senang dan yakin akan kemenangan para tukang sihir terkejut melihat ular-ular itu ditelan oleh ular besar yang berasal dari tongkat Nabi Musa Alaihissalam.

Tukang-tukang sihir itu tak kalah herannya, mereka menyangka akan menang dan memperoleh kedudukan di sisi Fir’aun, apalagi tadi melihat seolaholah Nabi Musa Alaihissalam takut.

Ternyata,kini keadaan berbalik. Jelaslah kebenaran, gugurlah makar dan tipu daya orangorang kafir itu. Tukang-tukang sihir itu pun akhirnya yakin bahwa yang dilakukan oleh Nabi Musa Alaihissalam bukanlah sihir seperti yang mereka kerjakan, itu pasti bimbingan dari Allah Ta’ala. Dengan segera mereka menjatuhkan diri sujud untuk menghormati Nabi Musa Alaihissalam, sambil berseru, “Kami beriman kepada Rabb semesta alam, Rabb Musa dan Harun.”

Melihat kekalahan para tukang sihirnya, bahkan dengan berani sujud kepada Nabi Musa dan Harun e di hadapannya, serta pengakuan mereka bahwa mereka beriman kepada Allah Subhanahuwata’ala yang menciptakan alam semesta, Rabb Musa dan Harun, dengan penuh kemurkaan Fir’aun berteriak, “Kalian berani beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepada kalian? Jangan-jangan, dialah yang mengajari kalian ilmu sihir.

Aku akan memotong tangan dan kaki kalian secara bersilang lalu menyalib kalian di pokok-pokok kurma, supaya kalian tahu siapa yang paling keras dan paling kekal siksanya.” Keimanan yang dengan cepat meresap ke dalam hati para tukang sihir itu setelah melihat bukti nyata

kebenaran yang dibawa Nabi Musa Alaihissalam, membuat tukang-tukang sihir itu berani menantang bahaya. Mereka tahu, Fir’aun tidak pernah main-main dengan ancamannya.

Mereka juga tahu betapa bengis dan jahatnya Fir’aun. Dengan tenang mereka menjawab, “Kami tidak peduli, sesungguhnya kami yakin bahwa kami pasti kembali kepada Rabb kami.” Ancaman Fir’aun itu justru menambah keimanan mereka.

Semua itu karena ilmu yang ada pada tukang sihir itu menyadarkan mereka bahwa apa yang dilakukan oleh Nabi Musa q di luar kemampuan seorang manusia, bukan pula sihir, melainkan sebuah kenyataan dan pertolongan dari Allah l. Oleh sebab itulah, mereka segera beriman dengan keimanan yang kokoh. Allah Ta’ala berfirman,

قَالُوا لَن نُّؤْثِرَكَ عَلَىٰ مَا جَاءَنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي فَطَرَنَا ۖ فَاقْضِ مَا أَنتَ قَاضٍ ۖ إِنَّمَا تَقْضِي هَٰذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا

إِنَّا آمَنَّا بِرَبِّنَا لِيَغْفِرَ لَنَا خَطَايَانَا وَمَا أَكْرَهْتَنَا عَلَيْهِ مِنَ السِّحْرِ ۗ وَاللَّهُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

Mereka berkata,“Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan dari (Allah) yang telah menciptakankami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya Akan dapat memutuskan padakehidupan di dunia ini. Sesungguhnya kami Telah beriman kepada Rabb kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yangtelahkamup aksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah lebih  baik(pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya).” (Thaha: 72—73)

 

Itulah keimanan sejati, di pagi hari mereka dalam kekafiran yang nyata, sebagai tukang sihir, siang harinya mereka adalah syuhada. Fenomena yang sangat bertolak belakang dengan keadaan sebagian orang yang diberitakan oleh ash-Shadiqul Mashduq, ketika mendorong umatnya untuk bersegera mengerjakan amalan, mendahului berbagai ujian yang datang bertubi-tubi bagai kepingan malam yang gelap gulita. Sabda beliau

,

بَادِرُوا بِاْلأَعْمَالِ فِتَناً كَقِطَعِ اللَّيْلِ المُظْلِم،ِ

يُصْبحُ الرَّجُلُ مُؤْمِناً وَيُمْسِي كَافِراً، وَيُمْسِي

مُؤمِناً ويُصبحُ كَافِراً، يَبيعُ دِينَهُ بعَرَضٍ مِنَ الدُّنيا

“Dahuluilah ujian-ujian itu dengan amalan. Ujian-ujian yang(keadaannya) Seperti kepingan malam yang gelap gulita. Pada pagi hari seseorang itu dalam keadaan beriman, di sore harinya dia menjadikafir. Pada sore hari diamasih sebagai mukmin, di pagi harinya dia telah menjadi kafir. Dia menjual agamanyad emi mendapatkan sebagian harta dunia.”

Hanya karena mencari kekayaan  dunia yang sedikit, mereka rela menukar agamanya dalam sekejap. Fir’aun memang membuktikan ancamannya. Tukang-tukang sihir itu pun ditangkap lalu dihukum mati, dengan disalib di atas pokok-pokok kurma, setelah merasakan siksaan dari Fir’aun; tangan kaki mereka dipotong secarabersilang. Wallahu a’lam.

oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Harits