Sudah barang tentu, seseorang diperbolehkan menukar mata uang yang dia pegang dengan mata uang lain untuk berbagai keperluannya. Syaratnya ialah harus taqabudh yadan bi yadin (tunai dari tangan ke tangan) secara sempurna dalam satu majelis.
Dalilnya ialah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
بِيعُوا الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ كَيْفَ شِئْتُمْ يَدًا بِيَدٍ
“Tukarlah emas dengan perak sesuai kehendak kalian, asalkan tunai dari tangan ke tangan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Penerimaan secara tunai dalam satu majelis adalah syarat sahnya tukar-menukar (antara mata uang) yang tidak diperselisihkan oleh para ahli ilmu.” (al-Mughni, 6/112)
Ibnu Mundzir rahimahullah berkata, “Dari kalangan ahli ilmu yang kami tahu, mereka sepakat mengatakan bahwa jika dua orang yang melakukan tukar-menukar mata uang berpisah dari majelisnya sebelum mereka berserah terima (secara tunai), maka transaksinya tidak sah.” (al-Mugni, 6/112)
Transaksi yang tidak tunai dari tangan ke tangan dalam satu majelis termasuk riba. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الذَّهَبُ بِالْوَرِقِ رِبًا إِلاَّ هَاءَ وَهَاءَ
“Jual beli emas dengan perak termasuk riba, kecuali dilakukan dengan serah terima secara tunai.” (HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu)
Meskipun hadits di atas berkaitan dengan emas dan perak, para ulama menyamakan hukumnya dengan mata uang, karena nilai dari setiap mata uang bersandar pada emas dan perak.
Yang diperselisihkan oleh para ulama adalah hukum jual beli mata uang untuk mendapatkan keuntungan.
Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar