Jangan Percaya Ramalan Bintang

Horoskop atau mudahnya kita sebut ramalan nasib seseorang dengan melihat bintang kelahirannya, termasuk satu kolom atau rubrik yang laris manis di surat kabar, tabloid, ataupun majalah. Bahkan, bisa ditanyakan lewat SMS ke paranormal tertentu yang memasang iklan di sejumlah media.

Yang berbintang X, pantasnya berjodoh dengan yang berbintang A. Keberuntungannya di tahun ini demikian dan demikian… Dalam waktu-waktu dekat ini ia jangan bepergian keluar kota karena bahaya besar mengancamnya di perjalanan. Untuk yang berbintang Y, tahun ini lagi apesTapi di pengujung tahun akan untung besar, maka bagusnya ia usaha begini dan begitu… Cocoknya ia mencari pasangan bintang B. Demikian contoh ramalan yang ada!

Anehnya, ramalan dusta seperti ini banyak yang percaya. Bahkan, ketika di antara mereka melihat surat kabar atau majalah, rubrik dusta ini yang pertama kali mereka baca. Khususnya yang menyangkut bintang kelahiran mereka atau bintang kelahiran kerabat dan sahabat mereka. Ada yang menggantungkan usaha mereka pada ramalan bintang, untuk mencari jodoh lihat apa kata bintangnya, dan seterusnya.

Baca juga: Awas, Dukun & Tukang Ramal, Penciduk Agama dan Harta (bagian 1)

Meyakini bahwa bintang-bintang memiliki pengaruh terhadap kejadian di alam ini hukumnya haram. Keyakinan seperti ini tidak muncul belakangan ini, tetapi merupakan keyakinan kuno, keyakinan kaum Namrud, raja yang kafir zalim. Kepada merekalah Nabi Allah Ibrahim alaihis salam diutus. Mereka dinamakan kaum Shabi’ah, para penyembah bintang-bintang. Mereka membangun haikal dan rumah-rumah ibadah untuk menyembah bintang-bintang tersebut. Mengakar dalam keyakinan mereka bahwa bintang-bintang mengatur perkara di alam ini. Wallahul musta’an (Allah subhanahu wa ta’ala sajalah yang dimintai pertolongan-Nya). Keyakinan syirik tersebut terus diwarisi oleh umat yang datang setelah mereka. (I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah, 2/19)

Padahal Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan bintang-bintang bukan untuk dijadikan tandingan-Nya sebagai pengatur alam semesta ini, atau sekadar memberi pengaruh terhadap kejadian di muka bumi. Sungguh, bintang-bintang tidak ada hubungannya dengan nasib dan keberuntungan seseorang.

Qatadah ibnu Di’amah as-Sadusi rahimahullah, seorang imam yang mulia dalam masalah tafsir, hadits, dan ilmu yang lainnya mengatakan,

“Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan bintang-bintang ini untuk tiga hikmah atau faedah.

  • Sebagai penghias langit.
  • Menjadi pelempar setan.
  • Sebagai tanda-tanda yang dijadikan petunjuk.

Siapa yang menafsirkan dengan selain tiga faedah tersebut, sungguh ia telah salah dan menyia-nyiakan bagiannya[1]. Ia juga telah membebani dirinya dengan sesuatu yang ia tidak memiliki ilmu tentangnya.” (Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah dalam kitab Shahih-nya, “Kitab Bad’ul Khalqi”, “Bab Fin Nujum”)

Baca juga: Benarkah Wabah Diangkat ketika Bintang Tsurayya Terbit?

Faedah pertama dari penciptaan bintang-bintang ditunjukkan oleh firman Allah azza wa jalla,

إِنَّا زَيَّنَّا ٱلسَّمَآءَ ٱلدُّنۡيَا بِزِينَةٍ ٱلۡكَوَاكِبِ

“Sesungguhnya Kami menghiasi langit dunia dengan perhiasan bintang-bintang.” (ash-Shaffat: 6)

Faedah kedua sebagai pelempar setan, seperti dalam ayat,

وَلَقَدۡ زَيَّنَّا ٱلسَّمَآءَ ٱلدُّنۡيَا بِمَصَٰبِيحَ وَجَعَلۡنَٰهَا رُجُومًا لِّلشَّيَٰطِينِۖ

“Sungguh, Kami telah menghiasi langit dunia dengan pelita-pelita dan Kami jadikan pelita-pelita tersebut sebagai pelempar para setan.” (al-Mulk: 5)

Mengapa setan-setan itu dilempar? Karena mereka berupaya mencuri berita dari para malaikat di langit untuk disampaikan kepada dukun/tukang ramal, kekasih mereka dari kalangan manusia. Lalu dukun ini mencampurinya dengan seratus kedustaan.

Sebelum Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam diutus, para setan ini bebas mencuri berita dari langit. Namun, ketika beliau telah diangkat sebagai nabi dan rasul, Allah azza wa jalla menjaga langit dengan panah-panah api yang dilepaskan dari bintang-bintang sehingga membakar dan membinasakan setan yang jahat tersebut.

Baca juga: Awas, Dukun & Tukang Ramal, Penciduk Agama dan Harta (bagian 2)

Allah azza wa jalla menyampaikan kepada kita pengabaran para jin tentang diri mereka dalam ayat-Nya yang mulia,

وَأَنَّا لَمَسۡنَا ٱلسَّمَآءَ فَوَجَدۡنَٰهَا مُلِئَتۡ حَرَسًا شَدِيدًا وَشُهُبًا ٨ وَأَنَّا كُنَّا نَقۡعُدُ مِنۡهَا مَقَٰعِدَ لِلسَّمۡعِۖ فَمَن يَسۡتَمِعِ ٱلۡأٓنَ يَجِدۡ لَهُۥ شِهَابًا رَّصَدًا ٩ وَأَنَّا لَا نَدۡرِيٓ أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَن فِي ٱلۡأَرۡضِ أَمۡ أَرَادَ بِهِمۡ رَبُّهُمۡ رَشَدًا ١٠

“Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui rahasia langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api. Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan berita-beritanya. Akan tetapi, sekarang barang siapa mencoba mendengar-dengarkan seperti itu tentu akan menjumpai panah api yang mengintai untuk membakarnya. Dan sungguh dengan adanya penjagaan tersebut kami tidak mengetahui apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Rabb mereka menghendaki kebaikan bagi mereka.” (al-Jin: 8—10)

Faedah ketiga, bintang-bintang dijadikan sebagai tanda/penunjuk arah dan semisalnya. Allah azza wa jalla berfirman,

وَأَلۡقَىٰ فِي ٱلۡأَرۡضِ رَوَٰسِيَ أَن تَمِيدَ بِكُمۡ وَأَنۡهَٰرًا وَسُبُلًا لَّعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ 

“Dia menancapkan gunung-gunung di bumi agar bumi itu tidak goncang bersama kalian dan Dia menciptakan sungai-sungai dan jalan-jalan agar kalian mendapatkan petunjuk. Dan Dia ciptakan tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.” (an-Nahl: 15)

Baca juga: Alam Semesta di Bawah Kekuasaan Allah

Allah azza wa jalla menjadikan tanda-tanda di bumi dan di langit bagi musafir sebagai penunjuk arah bagi mereka. Tanda-tanda di bumi seperti jalan-jalan dan gang-gang, demikian pula gunung-gunung. Tanda-tanda di langit berupa bintang, matahari, dan bulan. Orang-orang menjadikan bintang-bintang sebagai petunjuk/tanda bagi mereka ketika mereka melakukan perjalanan. Terlebih lagi di tengah lautan yang tidak bergunung dan tidak ada rambu-rambu. Demikian pula perjalanan di malam hari, dengan melihat bintang tertentu mereka mengerti arah sehingga bisa menuju arah yang mereka inginkan. (I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, 2/21)

Allah azza wa jalla berfirman,

وَهُوَ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلنُّجُومَ لِتَهۡتَدُواْ بِهَا فِي ظُلُمَٰتِ ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۗ

“Dan Dia-lah yang menjadikan bintang-bintang untuk kalian agar kalian menjadikannya sebagai petunjuk dalam kegelapan di daratan dan di lautan.” (al-An’am: 97)

Maksudnya, dengan bintang-bintang tersebut kalian dapat mengetahui arah tujuan kalian (dalam perjalanan). Jadi, yang dimaksudkan di sini bukanlah bintang-bintang itu dijadikan petunjuk dalam ilmu gaib, sebagaimana keyakinan para ahli nujum. (Fathul Majid, 2/529)

Baca juga: Menyoal Urusan Gaib

Siapa yang menambah lebih dari tiga perkara ini, seperti meyakini bintang-bintang itu menunjukkan kejadian di muka bumi, turunnya hujan, berembusnya angin, kematian, atau kehidupan seseorang, maka semuanya itu mengada-ada dan mengaku mengetahui ilmu gaib. Padahal tidak ada yang mengetahui perkara gaib kecuali hanya Allah azza wa jalla. Dia Yang Mahasuci berfirman,

قُل لَّا يَعۡلَمُ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ ٱلۡغَيۡبَ إِلَّا ٱللَّهُۚ

“Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Tidak ada seorang pun yang ada di langit dan di bumi mengetahui perkara gaib kecuali Allah saja’.” (an-Naml: 65)

Syaikh Abdurrahman bin Hasan alusy Syaikh rahimahullah berkata mengomentari ucapan Qatadah di atas,

“Perhatikanlah kemungkaran yang diingkari oleh Imam ini yang terjadi pada masa tabiin. Terus-menerus kejelekan bertambah pada setiap masa setelah zaman para tabiin hingga sampai pada puncaknya pada masa-masa ini. Bala merata di seluruh penjuru negeri, sedikit ataupun banyak. Namun, jarang didapatkan orang yang mengingkarinya sehingga menjadi besarlah musibah dalam agama. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” (Fathul Majid, 2/528—529)

Baca juga: Bila Nahi Mungkar Diabaikan

Meramal nasib dengan gerakan-gerakan bintang dan bentuknya masuk dalam definisi dengan ilmu ta’tsir, yaitu keyakinan bahwa bintang-bintang memberi pengaruh di alam ini. Ilmu ini haram hukumnya. Ilmu ta’tsir terbagi tiga macam, sebagiannya lebih haram daripada yang lainnya.

  1. Meyakini bahwa bintang-bintang itulah yang menjadikan peristiwa-peristiwa di alam ini, baik berupa kebaikan ataupun kejelekan, sakit ataupun sehat, paceklik ataupun panen raya, dan selainnya.

Sumber kejadian di alam ini adalah gerakan-gerakan dan bentuk-bentuk bintang. Keyakinan kaum Shabi’ah ini merupakan penentangan kepada Sang Pencipta azza wa jalla karena menganggap adanya pencipta selain Dia. Selain itu, keyakinan ini merupakan kekufuran yang nyata berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.

  1. Seseorang tidak meyakini bahwa bintang-bintang itu yang menjadikan peristiwa di alam ini. Akan tetapi, menurutnya bintang-bintang itu menjadi sebab yang memberi pengaruh. Adapun yang menciptakan adalah Allah ‘azza wa jalla.

Keyakinan ini pun batil. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala tidak pernah menjadikan bintang-bintang itu sebagai sebab. Bintang tersebut juga tidak ada hubungannya dengan kejadian yang berlangsung di alam ini.

  1. Menjadikan bintang-bintang sebagai petunjuk atas kejadian yang akan datang.

Ini merupakan bentuk pengakuan ilmu gaib, masuk dalam kategori perdukunan dan sihir. Hukumnya kafir menurut kesepakatan kaum muslimin. (al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, karya Syaikh Muhammad Shalih al-Utsaimin rahimahullah, 2/5—6)

Ketiga macam ilmu ta’tsir di atas batil, kata Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah. Namun, sayangnya perkara batil ini disebarkan di kolom khusus beberapa majalah yang tidak berpegang dengan ajaran Islam. Disebutkan bahwa pada bintang A akan diperoleh ini dan itu bagi siapa yang melangsungkan pernikahan, atau siapa yang berjual beli akan beroleh laba. Sementara itu, bintang B nahas/sial. Semua ini temasuk keyakinan jahiliah. (I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah, 2/25)

Baca juga: Tathayur, Praktik Syirik Masa Jahiliah

Al-Khaththabi rahimahullah berkata,

“Ilmu nujum (perbintangan) yang terlarang adalah ilmu yang diaku-aku oleh ahli nujum bahwa mereka punya pengetahuan tentang alam dan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa datang. Seperti, kapan waktu berembusnya angin dan datangnya hujan, dan kapan terjadi perubahan harga. Demikian pula hal-hal lain yang semakna dengannya yang dapat diketahui—menurut pengakuan dusta mereka—dari perjalanan bintang-bintang di garis edarnya dan dari berkumpul atau berpisahnya bintang-bintang tersebut. Mereka mengaku-aku bahwa bintang-bintang tersebut punya pengaruh terhadap alam bawah (bumi).” (Ma’alimus Sunan, 4/230, sebagaimana dinukil dalam Fathul Majid, 2/527)

Jadi, jangan percaya dengan bualan si tukang ramal, apa pun sebutan untuknya. Jangan pula percaya dengan omong kosong ramalan bintang. Jangan korbankan akidah dan jangan rusak tauhid Anda!

Wallahu a’lam bish-shawab.


Catatan Kaki

[1] Sebab, dia telah menyibukkan dirinya dengan perkara yang memudaratkannya dan tidak memberikan manfaat kepadanya. (Fathul Majid, 2/530)

(Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyah)