Jual Beli Dalam Sistem Dropship

Dropship adalah sistem berjualan yang Anda tidak perlu memiliki produk untuk dipasarkan, tetapi cukup mempromosikan lewat internet messenger, website, atau media sosial. Jika ada pemesanan, pembeli mentransfer uang ke rekening Anda. Anda menghubungi dan mentransfer uang ke supplier untuk mengirimkan barang ke alamat pembeli Anda.

Ciri khas sistem dropship adalah supplier akan mengirimkan paket dengan identitas pengirim atas nama Anda. Seolah-olah memang Anda yang berjualan dan memiliki barang.

Dari penjelasan tentang sistem jual beli dropship di atas, sekilas kami melihat paling tidak ada dua cacat dari sisi syariat.

  1. Penjual berpenampilan seolah-olah sebagai pemilik barang.

Padahal dia bukan pemiliknya dan bahkan barang tersebut tidak bersamanya. Pembeli menganggapnya sebagai pemilik barang. Transaksi terjadi atas nama pembeli dan penjual tersebut.

Hal ini bertentangan dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang penuh hikmah,

وَلاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

“Jangan kamu jual sesuatu yang bukan milikmu.” (HR. Ahmad)

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini jelas hikmahnya. Di antaranya untuk menghindari penyebab pertikaian antara penjual dan pembeli. Sebab, ketika seorang menjual barang yang bukan miliknya, bisa jadi barang tidak sesuai yang diinginkan, bahkan ditipu. Bagaimana dia mau menjual kepada orang lain?

  1. Barang langsung dikirimkan oleh pemilik barang atau supplier kepada pembeli, tanpa melalui penjual.

Padahal antara penjual dan pemilik barang hakikatnya juga terjadi transaksi jual beli. Pada kenyataannya, ada dua transaksi. Transaksi pertama adalah antara pemilik barang dan penjual. Transaksi kedua adalah antara penjual dan pembeli.

Dalam kondisi seperti ini, mestinya ketika membeli dari pemilik barang pertama atau produsen, penjual tidak boleh menjualnya lagi sampai dia menguasai terlebih dahulu barang tersebut. Diistilahkan dalam syariat dengan istilah qabdh. Setelah itu, boleh dia kirim ke pembeli. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا ابْتَعْتَ طَعَامًا، فَلاَ تَبِعْهُ حَتَّى تَسْتَوْفِيَهُ

“Apabila kamu membeli makanan, jangan kamu menjualnya sampai kamu menguasainya.” ( HR. Muslim dari Jabir radhiallahu ‘anhu)

Walaupun hadits ini berbicara tentang membeli makanan, secara hukum dan hikmah berlaku pula pada barang lain.

Hikmahnya jelas. Di antaranya demi menjaga hak pembeli dan nama baik si penjual, menghilangkan sebab pertikaian, dan terhindar dari kerugian atau penipuan sehingga terjamin jual beli yang aman dan nyaman.

Penjual tetap terjaga nama baiknya karena dia menjual barang setelah diterima, diperiksa, dan dipastikan kualitasnya. Pembeli juga tidak rugi karena mendapat barang yang kualitasnya terjamin dan sesuai spesifikasi.

Dengan dua cacat pada transaksi dropship, penjualan dengan sistem tersebut tidak diperbolehkan.

 

Solusi

Usulan solusi, “penjual “ mestinya memposisikan dirinya sebagai wakil produsen. Dengan transparan, dia menampilkan dirinya sebagai wakil penjual, bukan pemilik barang. Dia menawarkan berbagai produk sebagai wakil penjual atau wakil pembeli.

Ketika ada pesanan, dia menghubungi pihak pemilik barang untuk mengirimkan ke pembeli. Dia dapat menyepakati komisi penjualan dengan pemilik barang.

Dalam proses semacam ini hanya ada satu transaksi, yaitu antara pemilik barang dan pembeli. “Penjual” hanya sebagai wakil. Dengan demikian, barang dapat langsung dikirimkan kepada pembeli. Dia terlepas dari larangan menjual sesuatu yang bukan miliknya.

Wallahu a’lam.

Ditulis oleh al-Ustadz Qomar Suaidi