Hidayah yang keempat adalah hidayah ahlul jannah (penduduk surga) untuk masuk ke dalam surga dan hidayah ahlun nar (penduduk neraka) untuk masuk ke dalam Jahanam.
Inilah akhir dan garis finis perjalanan panjang pencapaian hidayah. Orang-orang yang menerima hidayah dan istiqamah di atasnya hingga akhir hayat, akan diberi petunjuk masuk ke dalam surga sebagai buah perjuangan mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ يَهۡدِيهِمۡ رَبُّهُم بِإِيمَٰنِهِمۡۖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهِمُ ٱلۡأَنۡهَٰرُ فِي جَنَّٰتِ ٱلنَّعِيمِ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka karena keimanannya. Di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan.” (Yunus: 9)
Allah subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan pernyataan ahlul jannah saat mereka sudah berada di dalam surga.
وَقَالُواْ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي هَدَىٰنَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهۡتَدِيَ لَوۡلَآ أَنۡ هَدَىٰنَا ٱللَّهُۖ
Dan mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk ….” (al-A’raf: 43)
Adapun orang-orang yang menolak hidayah dan tidak diberi hidayah at-taufiq oleh Allah subhanahu wa ta’ala sehingga dia mati di atas kekufurannya, tempat tinggal mereka adalah neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ٱحۡشُرُواْ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ وَأَزۡوَٰجَهُمۡ وَمَا كَانُواْ يَعۡبُدُونَ ٢٢ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَٱهۡدُوهُمۡ إِلَىٰ صِرَٰطِ ٱلۡجَحِيمِ ٢٣
(Kepada malaikat diperintahkan), “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, selain Allah; maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka.” (ash-Shaffat: 22—23)
Agar Mendapatkan Akhir yang Baik
Walhasil, ada dua ketentuan agar seseorang mencapai garis finis yang baik dengan mendapatkan surga.
-
Menempuh ash-shirathal mustaqim selama hidup di dunia.
Dengan menempuhnya, seseorang di akhirat akan diberi petunjuk melewati shirath (jembatan) yang terbentang di atas neraka Jahanam dan masuk ke dalam surga—dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala.
-
Istiqamah di atasnya hingga embusan napas yang terakhir.
Dengan demikian, dia meraih husnulkhatimah, yang akhirnya dimasukkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala ke dalam surga-Nya.
Tentang dua hal ini, umat manusia terbagi menjadi beberapa golongan.
a. Orang yang hidup di bawah naungan hidayah hingga akhir hayatnya.
Inilah hamba yang terbaik.
b. Orang yang hidup di bawah naungan kesesatan dan penyimpangan sampai nyawa lepas dari jasad.
Ini adalah hamba yang terburuk.
c. Orang yang hidup di bawah naungan kesesatan dan penyimpangan, tetatpi di akhir hidupnya meraih hidayah at-taufiq sampai ujung kehidupannya.
Ini adalah hamba yang beruntung.
d. Orang yang hidup di bawah naungan hidayah, tetapi pada saat terakhir kehidupannya dia justru terjatuh dalam kesesatan dan penyimpangan.
Ini adalah hamba yang malang.
Semua itu tidak lepas dari ketentuan takdir Allah subhanahu wa ta’ala. Hamba disyariatkan untuk menjalani sebab hidayah, sedangkan hasil akhirnya Allah subhanahu wa ta’ala yang menentukan. Kaidahnya,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Amalan itu tergantung pungkasannya.”
Oleh karena itu, di samping menjalani sebab hidayah, kita semua tidak boleh lupa untuk selalu memanjatkan doa,
رَبَّنَا لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَيۡتَنَا وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُِ
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (Ali Imran: 8)
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hati-hati kami di atas agama-Mu.”
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ حُسْنَ الْخَاتِمَةِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ سُوءِ الْخَاتِمَةِ
“Ya Allah, kami memohon kepada-Mu husnulkhatimah, dan kami berlindung kepada-Mu dari suul khatimah.”
Wallahu a’lam bish-shawab.
(Ustadz Muhammad Afifudin)