Berbagi Kebaikan di Tempat Ibadah Agama Lain

Pertanyaan:

Saya punya teman yang mengajak saya selalu berbagi kebaikan dengan agama apa pun. Seperti, bagi-bagi makanan atau sembako di tempat ibadah agama lain. Teman saya juga muslim. Saya mohon penjelasannya.

Jawaban:

Tidak diragukan lagi bahwa berbagi merupakan amalan yang terpuji dan termasuk akhlak karimah manakala dilakukan pada tempatnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَٱفۡعَلُواْ ٱلۡخَيۡرَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ

“Dan berbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.” (al-Hajj: 77)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ

“Barang siapa peduli dengan kebutuhan saudaranya, niscaya Allah akan peduli dengan kebutuhannya.” (HR. al-Bukhari no. 2442 dan Muslim no. 2580 dari sahabat Ibnu Umar radhiallahu anhuma)

Baca juga: Membantu Kebutuhan Seorang Muslim

Beliau shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,

الْيَدُ العُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، فَالْيَدُ العُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ

“Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan yang di atas adalah orang yang memberi, sedangkan tangan yang di bawah adalah orang yang meminta.” (HR. al-Bukhari no. 1429 dan Muslim no. 1033 dari sahabat Ibnu Umar radhiallahu anhuma)

Namun, jika kegiatan tersebut dilakukan di tempat-tempat yang dilakukan padanya peribadatan kepada selain Allah, kesyirikan, dan kekufuran, kegiatan berbagi tersebut terkesan mendukung ritual yang ada di tempat tersebut. Sementara itu, kaum muslimin dilarang memberikan dukungan dan tolong-menolong dalam urusan dosa dan permusuhan. Terlebih lagi, dosanya berbentuk kesyirikan dan kekufuran yang seorang muslim justru wajib berlepas diri darinya dan dari para pelakunya.

Baca juga: Al-Wala’ dan Al-Bara’ terhadap Orang Kafir

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ

“Dan janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.” (al-Maidah: 2)

Sebagai contoh, suatu ketika ada seorang sahabat bernazar akan menyembelih seekor unta di tempat yang bernama Buwanah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya,

هَلْ كَانَ فِيهَا وَثَنٌ مِنْ أَوْثَانِ الْجَاهِلِيَّةِ يُعْبَدُ؟

“Apakah di tempat tersebut terdapat berhala umat jahiliah yang disembah?”

قَالُوا: لَا.

Para sahabat menjawab, “Tidak.”

Baca juga: Hukum Nazar

قَالَ: هَلْ كَانَ فِيهَا عِيدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ؟

Beliau bertanya lagi, “Apakah tempat tersebut menjadi tempat perayaan hari raya mereka (umat jahiliah)?”

قَالُوا: لَا.

Para sahabat menjawab, “Tidak.”

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْفِ بِنَذْرِكَ، فَإِنَّهُ لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu bersabda, “Tunaikanlah nazarmu. Sebab, sesungguhnya nazar untuk bermaksiat kepada Allah tidak boleh ditunaikan….” (HR. Abu Dawud no. 3313 dari sahabat Tsabit bin ad-Dhahhak radhiallahu anhu)

Artinya, seandainya di tempat tersebut ada ritual atau perayaan kesyirikan, tidak akan diperbolehkan melakukan amalan kebaikan berupa menunaikan nazar. Padahal nazar tersebut berupa penyembelihan hewan di tempat tersebut yang tampaknya juga ada keinginan berbagi.

Baca juga: Jangan Meremehkan Satu Kebaikan Pun

Maka dari itu, saran kami, Anda hendaknya tetap bersemangat berbagi rezeki. Hanya saja, kegiatan berbagi tersebut tidak dilaksanakan di tempat atau lokasi kesyirikan dan kekafiran. Sebab, di antara konsekuensi berislam adalah berlepas diri dari kesyirikan dan para pelakunya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

(Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar)