Hukum asal dalam cara menasihati pemerintah adalah dengan sembunyi-sembunyi dan tidak terang-terangan. Diriwayatkan dari sahabat Iyadh radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسَلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلَا يُبْدِ لَهُ عَلَا نِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُو بِهِ، فَإْن قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ، وَإِلاَّ كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ لَهُ
“Barangsiapa hendak menasihati pemerintah tentang sesuatu, janganlah dia lakukan dengan terang-terangan. Akan tetapi, hendaknya dia ajak dan menyendiri dengannya. Jika diterima, itulah yang diharapkan. Jika tidak, sungguh ia telah menunaikan apa yang menjadi kewajibannya.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya)
Dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, dari Syaqiq, dari sahabat Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, beliau (Usamah) ditanya, “Tidakkah engkau temui Utsman dan berbicara kepadanya!?”
Sahabat Usamah menjawab, “Apakah kalian menganggap aku tidak berbicara kepadanya hingga harus diperdengarkan kepada kalian! Demi Allah, aku sudah berbicara langsung antara aku dengannya tanpa harus aku buka satu perkara yang aku tidak ingin menjadi orang yang paling pertama membukanya.”
Al-Qadhi Iyadh rahimahullah menjelaskan, “Maksud sahabat Usamah, tentang satu perkara yang tidak ingindibukanya adalah terang-terangan dalam memberikan pengingkaran kepada pemerintah karena khawatir dari akibat buruk yang muncul darinya. Oleh karena itu, hendaknya dengan cara lemah lembut dan menasihatinya dengan sembunyisembunyi dan itu lebih dapat diterima.” (Fathul Bari)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata, “Ketika mereka (orang-orang Khawarij) membuka pintu kejelekan di zaman Utsman radhiyallahu ‘anhu dan mengingkari Utsman dengan terang-terangan, maka merebaklah fitnah, pembunuhan, dan kerusakan yang sampai hari ini manusia masih merasakan akibatnya, sehingga terjadilah fitnah antara Mu’awiyah dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma. Dengan sebab itu pula, terbunuhlah Utsman dan Ali, bahkan banyak dari kalangan sahabat lainnya yang ikut terbunuh. Semuanya disebabkan oleh pengingkaran secara terang-terangan dan mengumbar kejelekan pemerintah, sehingga manusia membenci pemerintahnya dan bahkan membunuhnya.”(Nashihah Muhimmah)
Al-Imam Ahmad rahimahullah mengeluarkan sebuah riwayat dari Said bin Jumhan, ia berkata, “Aku menjumpai sahabat Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu, lalu kukatakan kepadanya, ‘Sesungguhnya pemerintah (ini) menzalimi manusia dan berbuat semena-mena terhadap mereka.’
Beliau meraih tanganku dan menggenggamnya dengan kuat, lalu berkata, ‘Celaka engkau, hai Ibnu Jumhan! Hendaknya engkau tetap bersama dengan jamaah kaum muslimin. Hendaknya engkau tetap bersama dengan jamaah kaum muslimin. Jika pemerintah itu mau mendengarkanmu, datangilah kediamannya dan sampaikan kepadanya apa yang engkau ketahui. Kalau mau menerima, itulah yang diharapkan. Kalau tidak, sesungguhnya engkau tidaklah lebih tahu darinya.” (RiwayatAhmad)
Al Imam Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Dianjurkan bagi siapa saja yang mengetahui kekeliruan pemerintah dalam sebagian persoalan untuk menasihatinya. Tidak boleh menampakkan kebencian kepadanya di depan khalayak umum, tetapi seperti yang dijelaskan dalam hadits, yaitu mengajaknya dan menyendiri dengannya kemudian bersungguh-sungguh menasihatinya dan tidak merendahkannya.” (as-Sail al-Jarrar)
Dari semua uraian di atas, maka menasihati pemerintah tidak di hadapannya tetapi di depan umum secara terang-terangan -padahal masih mungkin untuk menasihatinya secara sembunyi-sembunyi- tidaklah diperbolehkan, karena menyelisihi nash-nash yang sudah berlalu penyebutannya.
Menasihati pemerintah secara sembunyi-sembunyi, namun kemudian mengumbarnya ke tengah-tengah manusia juga tidak diperbolehkan. Lebih-lebih lagi, menasihati pemerintah dalam keadaan tidak di hadapannya secara terang-terangan di majelis-majelis umum, di saat menyampaikan pidato, ceramah, atau lainnya.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Bukan manhaj Salaf, mengumbar/mengumumkan kejelekankejelekan pemerintah, apalagi kalau hal itu dilakukan di atas mimbar-mimbar. Sebab, hal itu hanya akan menimbulkan kekacauan, menghilangkan sikap mendengar dan taat dalam hal yang ma’ruf, bahkan menyulut terjadinya pemberontakan yang berbahaya dan tidak mengandung manfaat sama sekali.”
Adapun asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah beliau mengatakan, “Ada sebagian orang yang di setiap majelis biasa membicarakan pemerintah, melanggar kehormatannya dan menyebarkan kejelekan-kejelekannya, bahkan tanpa menyinggung sedikit pun kebaikankebaikannya. Tidak diragukan, cara-cara seperti ini tidak akan menambah apa pun selain memperbesar persoalan, tidak membuahkan solusi, dan tidak menghilangkan masalah. Justru menambah runyam, memunculkan bencana di atas bencana, membuat rakyat benci kepada pemerintahnya dan tidak lagi menjalankan perintah-perintahnya.”(Wujub Tha’atis Sulthan)