Doa Setelah Shalat Sunnah

Pertanyaan:

Doa setelah shalat sunnah (seperti shalat Dhuha dan tahajud), apakah boleh sama seperti doa setelah shalat fardu?

Jawaban:

Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa suatu ibadah tidaklah sah dan diterima kecuali jika ikhlas dan mutaba’ah (sesuai dengan tuntunan syariat).

Baca juga: Syarat Diterimanya Amal

Sementara itu, mutaba’ah tidaklah terpenuhi kecuali jika amalan ibadah tersebut sesuai dengan syariat dalam enam perkara:

  1. Sebab (sebab secara syariat pelaksanaan ibadah tersebut)

Misalnya, seseorang melakukan shalat dua rakaat setiap kali masuk rumahnya dan menjadikannya sebagai ritual setiap masuk ke dalam rumah. Yang seperti ini tidak ada tuntunannya sehingga ibadahnya tertolak.

  1. Jenis (jenisnya sesuai dengan tuntunan syariat)

Misalnya, seseorang berkurban dengan seekor kuda. Jenis hewan kurban yang dia lakukan menyelisihi jenis yang disyariatkan, yaitu unta, sapi, dan kambing.

  1. Kadar (jumlah atau ukuran)

Misalnya, seseorang berwudhu dengan cara membasuh setiap anggota wudhu sebanyak empat kali. Basuhan yang keempat ini tidak diterima/tertolak karena yang ada dalam tuntutan syariat paling banyak tiga kali.

  1. Kaifiat (tata cara)

Tata cara pelaksanaan ibadah tersebut harus sesuai dengan kaifiat yang telah dituntunkan oleh syariat. Misalnya, ada seseorang yang mengerjakan shalat dengan urutan bersujud sebelum rukuk. Kaifiatnya tidak sesuai dengan tuntunan syariat sehingga ibadah shalatnya tertolak.

  1. Waktu

Artinya, waktu pelaksanaan ibadah tersebut harus sesuai dengan yang disyariatkan. Seandainya ada seseorang menunaikan shalat Dhuha pada sore hari, maka ibadahnya tersebut tertolak. Sebab, dia telah menempatkan shalat tersebut bukan pada waktu yang telah disyariatkan.

  1. Tempat

Jika suatu ibadah memiliki tempat tertentu, ia tidak boleh dilakukan di selain tempat tersebut. Misalnya, tempat iktikaf ada adalah di masjid, maka iktikaf tidak sah jika dilakukan di selain masjid.

Baca juga: Hak-Hak Rasulullah Atas Umat Manusia

Berdasarkan keterangan ringkas di atas, wallahu a’lam, membaca zikir-zikir setelah shalat Dhuha dan tahajud dengan zikir-zikir yang disyariatkan dibaca setelah shalat fardu adalah termasuk amalan yang tidak sesuai dengan tuntunan syariat, dari sisi kaifiat dan penempatan.

Baca juga: Mengikuti Sunnah Rasulullah dan Menjauhi Bid’ah

Maka dari itu, dikhawatirkan amalan tersebut termasuk dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa membuat sesuatu yang baru dalam perkara agama ini yang bukan termasuk darinya, niscaya akan tertolak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Aisyah radhiallahu anha)

Dalam riwayat yang lain,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa melakukan amalan yang tidak tuntunan kami tentangnya, niscaya akan tertolak.” (HR. Muslim)

Baca juga: Menyelisihi As-Sunnah, Menuai Ancaman

Terlebih lagi, sebagian zikir tersebut di dalam haditsnya disematkan kalimat,

فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ

“… di belakang setiap shalat wajib.”

Wallahu a’lam bish-shawab.

(Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar)