Memakai Cincin Emas Saat Ihram
Apa hukum mengenakan cincin emas dan selainnya bagi wanita ketika sedang berihram, sementara wanita tersebut akan sering terlihat atau berada di antara lelaki yang bukan mahramnya?
Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab, “Tidak apa-apa wanita mengenakan perhiasan emas yang diinginkannya saat berihram, berupa cincin ataupun gelang pada kedua tangan. Asalkan tidak berlebih-lebihan. Akan tetapi, perhiasan yang dikenakannya tersebut harus dia tutup dari pandangan lelaki ajnabi (bukan mahram) karena khawatir (bila terlihat) akan timbul godaan.”
(Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin, 22/201)
—————————————————————————————————————————
Pakaian Khusus Bagi Wanita Saat Haji
Apakah diharuskan wanita mengenakan pakaian berwarna tertentu di saat melaksanakan manasik haji?
Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menjawab, “Tidak ada pakaian khusus yang harus dikenakan wanita saat berhaji. Pakaian yang dikenakannya adalah yang biasa dia pakai (saat keluar rumah atau di hadapan yang bukan mahram -pen.), yaitu pakaian yang menutupi tubuhnya, tidak diberi hiasan, dan tidak menyerupai lelaki.
Yang dilarang bagi wanita yang sedang berihram hanyalah mengenakan burqu’ dan niqab (cadar) yang dijahit atau ditenun untuk menutup wajah secara khusus, sebagaimana wanita dilarang mengenakan quffazain (kaos tangan) yang dijahit atau ditenun untuk menutup kedua telapak tangan secara khusus.
Wanita diharuskan tetap menutup wajahnya (saat berihram) dengan selain burqu’ dan niqab. Dia harus menutupi kedua telapak tangannya dengan selain quffazain. Sebab, wajah dan telapak tangan termasuk aurat yang harus ditutup.
Kesimpulannya, wanita tidaklah dilarang secara mutlak menutupi wajah dan kedua telapak tangannya saat ihram. Yang dilarang hanyalah menutup keduanya dengan burqu’, niqab, dan quffazain.”
(al-Muntaqa min Fatawa asy-Syaikh Shalih bin Fauzan, 3/184)
——————————————————————————————————————————
Wanita Berhaji Tanpa Mahram
Ada seorang ibu dari Saba yang dikenal salihah. Usianya sudah pertengahan, bahkan mendekati usia lanjut. Dia ingin melaksanakan ibadah haji, namun tidak memiliki mahram. Dari negerinya ada seorang lelaki yang juga dikenal saleh akan berhaji bersama para wanita dari kalangan mahramnya. Apakah dibolehkan ibu tersebut berhaji bersama lelaki tersebut karena si ibu tidak punya mahram yang bisa menemaninya berhaji, padahal dia memiliki kemampuan dari sisi harta? Berilah fatwa kepada kami.
Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab, “Tidak halal bagi ibu tersebut untuk berangkat haji tanpa mahram walaupun dia berangkat bersama rombongan wanita dan seorang lelaki yang tepercaya. Sebab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah dengan menyatakan,
لَا تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ. فَقَامَ رَجُلٌ وَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ حَاجَّةً وَإِنِّي اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا. فَقَال النَّبِيُّ: انْطَلِقْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ
“Wanita tidak boleh safar kecuali bersama mahramnya.”
Lalu seorang lelaki berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, istri saya sungguh akan berangkat haji, sementara saya telah tercatat untuk mengikuti perang ini dan itu.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pergilah engkau, berhajilah bersama istrimu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam kejadian di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meminta perincian, apakah istrinya aman (dalam perjalanan nanti) ataukah tidak? Apakah bersamanya ada rombongan wanita dan lelaki yang bisa dipercaya, ataukah tidak? Karena tuntutan keadaan, sementara si suami telah tercatat untuk mengikuti peperangan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah si suami untuk meninggalkan peperangan dan keluar berhaji menemani istrinya.
Para ulama menyebutkan bahwa apabila wanita tidak memiliki mahram, ibadah haji tidaklah wajib baginya. Sampai pun dia meninggal dunia, dia tidak dihajikan dari harta yang ditinggalkannya. Sebab, semasa hidupnya dia tidak mampu (ada syarat yang tidak terpenuhi sehingga dia tidak memiliki kemampuan untuk berhaji, -pen.), sedangkan Allah ‘azza wa jalla mewajibkan haji bagi orang yang mampu.”
(Fatawa asy-Syaikh Muhammad Shalih al-Utsaimin, 2/592)
Wanita yang Berhaji Tanpa Mahram, Haruskah Mengulang?
Apabila seorang wanita telah berhaji tanpa ditemani mahramnya, haruskah dia berangkat haji lagi (mengulangi hajinya)?
Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjawab, “Apabila seorang wanita berhaji tanpa ditemani mahramnya, dia telah bermaksiat kepada Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wanita tidak boleh safar kecuali bersama mahramnya.”
Lalu seorang lelaki berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, istri saya sungguh akan berangkat haji, sementara saya telah tercatat untuk mengikuti perang ini dan itu.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pergilah engkau, berhajilah bersama istrimu.”
Akan tetapi, haji yang telah ditunaikannya sudah mencukupi baginya. Maksudnya, dia tidak perlu lagi mengulanginya (karena kewajiban haji yang sekali seumur hidup telah terpenuhi). Yang wajib dilakukannya (karena dahulu berhaji tanpa mahram) adalah bertobat kepada Allah ‘azza wa jalla dan beristighfar dari apa yang telah dia lakukan.”
(Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin, 21/190)