Hikmah Penciptaan Adam

Ketika Allah hendak menciptakan Nabi Adam, bapak seluruh manusia, hal itu sempat dipertanyakan oleh para malaikat. Mengapa Allah subhanahu wa ta’ala hendak menciptakan makhluk yang suka membuat kerusakan dan menumpahkan darah? Namun, Allah subhanahu wa ta’ala memiliki hikmah tersendiri di balik penciptaan Adam tersebut.

Dalam kehidupan ini, di setiap detiknya, tak ada satu pun perbuatan atau ucapan yang luput dari kehendak dan kemampuan Allah subhanahu wa ta’ala. Semuanya sesuai dengan hikmah Allah subhanahu wa ta’ala yang Mahaadil, yang Mahasempurna pada seluruh syariat-Nya.

Oleh sebab itu, dengan hikmah-Nya yang luas, ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu, dan rahmat-Nya yang sempurna; Allah subhanahu wa ta’ala hendak menciptakan Nabi Adam.

Baca juga: Luasnya Nikmat Allah

Dia pun mengabarkan hal ini kepada para malaikat melalui firman-Nya,

إِنِّي جَاعِلُ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةًۖ

“Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.” (al-Baqarah: 30)

Hal ini dimaksudkan untuk menggantikan makhluk-makhluk sebelumnya, yang hanya diketahui oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Saat itu para malaikat menjawab,

أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ

“Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana?” (al-Baqarah: 30)

Pertanyaan dari para malaikat ini merupakan bentuk pengagungan dan penyucian mereka kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka menyucikan-Nya dari menciptakan makhluk yang mungkin menyerupai akhlak makhluk-makhluk sebelumnya. Allah subhanahu wa ta’ala pun menjawab pertanyaan mereka,

إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ

“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (al-Baqarah: 30)

Dalam ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala memberitakan kesempurnaan ilmu-Nya yang mencakup segala sesuatu, termasuk kebaikan dan manfaat yang tidak terhitung pada penciptaan manusia. Dengan demikian, kita wajib meyakini luasnya ilmu dan hikmah Allah subhanahu wa ta’ala. Allah tidak menciptakan sesuatu yang tiada gunanya dan tidak mengandung hikmah.

Baca juga: Hikmah di Balik Musibah

Pada ayat selanjutnya, Allah subhanahu wa ta’ala menerangkan alasan Dia menciptakan Adam dengan tangan-Nya sendiri kepada para malaikat, yaitu sebagai bentuk penghormatan kepadanya (Adam) atas seluruh makhluk.

Dalam proses penciptaan Adam juga dijelaskan, Allah subhanahu wa ta’ala menggenggam semua tanah yang ada di bumi dalam satu genggaman, baik tanah yang lunak maupun yang keras, yang baik ataupun yang buruk. Ini dimaksudkan agar keturunannya sesuai dengan sifat-sifat tanah tersebut.

Kemudian jadilah ia (Adam) seonggok tanah, yang setelahnya Allah subhanahu wa ta’ala siramkan air hingga menjadi lumpur. Setelah beberapa waktu, ia berubah menjadi lumpur hitam yang baunya pun ikut berubah. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala mengeringkannya setelah sebelumnya Dia membentuknya menjadi semacam tembikar (tanah liat kering) yang memiliki bunyi.

Pada proses ini, dia (Adam) masih berupa sebuah jasad tanpa roh. Ketika penciptaan jasmaninya telah sempurna, Allah subhanahu wa ta’ala meniupkan roh kepada jasad itu. Jasad itu pun berubah; dari benda mati menjadi sesuatu yang hidup, memiliki tulang, daging, urat, otot, dan roh. Inilah hakikat manusia yang Allah subhanahu wa ta’ala telah menyiapkannya untuk mengambil ilmu dan kebaikan.

Baca juga: Bersyukur atas Cahaya yang Allah Turunkan

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menyempurnakan nikmat-Nya kepada Adam alaihis salam dengan mengajarinya nama segala sesuatu. Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak memperlihatkan kesempurnaan makhluk ini kepada para malaikat. Allah subhanahu wa ta’ala berkata kepada mereka,

أَنۢبِ‍ُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ

Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini jika kamu yang benar.” (al-Baqarah: 31)

Namun, para malaikat tidak mampu menyebutkan nama benda-benda itu, padahal mereka sempat mengira bahwa lebih baik Allah subhanahu wa ta’ala tidak menciptakan Nabi Adam alaihis salam. Ini anggapan mereka saat itu. Kemudian mereka pun berkata, mengakui kebesaran-Nya,

قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ

“Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (al-Baqarah: 32)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

قَالَ يَٰٓـَٔادَمُ أَنۢبِئۡهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡۖ فَلَمَّآ أَنۢبَأَهُم بِأَسۡمَآئِهِمۡ قَالَ أَلَمۡ أَقُل لَّكُمۡ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ غَيۡبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَأَعۡلَمُ مَا تُبۡدُونَ وَمَا كُنتُمۡ تَكۡتُمُونَ

‘Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama benda-benda itu. Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, ‘Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?’” (al-Baqarah: 33)

Para malaikat menyaksikan kesempurnaan Nabi Adam alaihis salam dan ilmunya yang tidak mereka sangka.

Baca juga: Perjalanan Panjang Meraih Ilmu

Dengan ini, mereka (para malaikat) pun mengakui kesempurnaan hikmah Allah subhanahu wa ta’ala secara rinci. Mereka juga menyaksikannya secara langsung sehingga mereka benar-benar mengagungkan Nabi Adam alaihis salam sebagaimana mestinya.

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala ingin agar para malaikat menunjukkan penghormatan tersebut, baik secara lahir maupun batin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ٱسۡجُدُواْ لِأٓدَمَ

“Sujudlah kalian kepada Adam!”

Sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Adam alaihis salam, ketaatan, dan ibadah para malaikat kepada Rabb mereka; dengan rasa cinta dan merendahkan diri (kepada-Nya), mereka semua sujud dengan segera.

Pelajaran dari Kisah Penciptaan Adam

Faedah yang bisa dipetik:

  1. Keutamaan ilmu.

Para malaikat tidak mengetahui keutamaan Adam alaihis salam dan ilmu yang dimilikinya. Namun, akhirnya mereka mengetahui kesempurnaan Adam alaihis salam yang membuatnya berhak untuk dihormati.

Baca juga: Siapakah yang Berhak Diambil Ilmunya?
  1. Dalam ayat ini ada salah satu bukti bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memiliki dua tangan yang hakiki.

Hal ini seperti yang disebutkan secara jelas dalam kisah Nabi Adam alaihis salam, ketika Allah subhanahu wa ta’ala berkata kepada Iblis,

مَا مَنَعَكَ أَن تَسۡجُدَ لِمَا خَلَقۡتُ بِيَدَيَّۖ

“Apa yang menghalangimu untuk sujud kepada apa yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku?” (Shad: 75)

Baca juga: Dua Tangan Allah

Namun, tentu saja sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala tidaklah sama seperti sifat-sifat makhluk, sebagaimana pula zat-Nya yang berbeda dengan zat makhluk.

  1. Orang yang telah dikaruniai ilmu oleh Allah subhanahu wa ta’ala hendaknya mengakui nikmat yang telah Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepadanya.

Hendaknya dia mengatakan sebagaimana ucapan para malaikat, “Mahasuci Engkau, kami tidak memiliki ilmu selain apa yang telah Engkau ajarkan.”

Kita juga harus berhati-hati agar tidak berbicara mengenai sesuatu yang tidak kita ketahui. Sebab, ilmu adalah karunia Allah subhanahu wa ta’ala yang terbesar.

Baca juga: Bahaya Berkata Atas Nama Allah Tanpa Ilmu

Cara untuk mensyukuri nikmat tersebut adalah dengan mengakui bahwa ilmu yang dimiliki itu berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala, banyak memuji-Nya atas ilmu yang telah diberikan-Nya, mengajarkannya kepada manusia, hanya berbicara sebatas yang dia ketahui, dan diam pada perkara yang tidak dia ketahui.

(Baca lanjutan kisahnya di sini)

 

Disadur dari tulisan Syaikh Abdurrahman as-Sa’di oleh Ustadz Qomar Suaidi, Lc.