Hisab, Pasti Terjadi

hisab timbangan amal

Allah subhanahu wata’ala akan datang pada hari kiamat untuk memutuskan hukum di antara para hamba-Nya.  Siapa yang berhak mendapatkan rahmat dan ampunan-Nya dan siapa yang berhak mendapatkan kemurkaan dan azab-Nya.

Hal ini sebagaimana yang diberitakan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam kitab-Nya yang mulia,

هَلۡ يَنظُرُونَ إِلَّآ أَن يَأۡتِيَهُمُ ٱللَّهُ فِي ظُلَلٍ مِّنَ ٱلۡغَمَامِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَقُضِيَ ٱلۡأَمۡرُۚ وَإِلَى ٱللَّهِ تُرۡجَعُ ٱلۡأُمُورُ  

“Tiada yang mereka nanti-nantikan kecuali datangnya Allah dan malaikat (pada hari kiamat) dalam naungan awan, dan diputuskanlah perkaranya. Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan.” (al-Baqarah: 210)

Di antara urusan yang menakutkan dan mengerikan yang akan terjadi setelah datangnya Allah subhanahu wata’ala adalah dihisabnya amalan setiap hamba selama hidupnya di dunia.

Makna Hisab dan Dalil-Dalilnya

Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Nashir ar-Rasyid rahimahullah berkata,

“Maksud hisab menurut syariat adalah dihadapkan dan diingatkannya para hamba terhadap seluruh amalannya yang baik dan yang buruk, sebelum mereka pergi dari Mahsyar, selain sebagian hamba-Nya yang beriman yang diistimewakan oleh Allah subhanahu wata’ala (sehingga masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab). Hal ini benar-benar akan terjadi pada hari kiamat berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijmak ulama. Oleh karena itu, wajib beriman dengannya dan meyakini terjadinya.” (At-Tanbihatus Saniyah, hlm. 231)

Allah subhanahu wata’ala berfirman,

يُنَبَّؤُاْ ٱلۡإِنسَٰنُ يَوۡمَئِذِۢ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ ١٣ بَلِ ٱلۡإِنسَٰنُ عَلَىٰ نَفۡسِهِۦ بَصِيرَةٌ ١٤

“Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Bahkan, manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri.” (al-Qiyamah: 13—14)

Allah subhanahu wata’ala juga berfirman,

فَوَرَبِّكَ لَنَسۡ‍َٔلَنَّهُمۡ أَجۡمَعِينَ ٩٢ عَمَّا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٩٣

“Maka demi Rabb-mu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” (al-Hijr: 92—93)

وَوُضِعَ ٱلۡكِتَٰبُ فَتَرَى ٱلۡمُجۡرِمِينَ مُشۡفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَٰوَيۡلَتَنَا مَالِ هَٰذَا ٱلۡكِتَٰبِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّآ أَحۡصَىٰهَاۚ وَوَجَدُواْ مَا عَمِلُواْ حَاضِرًاۗ وَلَا يَظۡلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا

“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, ‘Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, kecuali ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis).’ Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang pun.” (Al-Kahfi: 49)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ عُذِّبَ. قَالَتْ: قُلْتُ: أَلَيْسَ يَقُولُ اللهُ تَعَالَى: {فَسَوۡفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا}؟ قَالَ: ذَلِكِ الْعَرْضُ

“Barang siapa yang diperinci dan detail saat dihisab, niscaya dia akan diazab. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, ‘Bukankah Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya), ‘Maka dia akan dihisab dengan hisab yang mudah]?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Itu al-’ardh (yaitu dipampangkan amalan-amalan seorang hamba di hadapannya sehingga dia mengakuinya, kemudian Allah subhanahu wata’ala menutupi kesalahan-kesalahannya)’.” (Muttafaqun alaih, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha)

Hisab Orang-Orang yang Beriman

Keadaan orang-orang yang beriman dalam hal ini berbeda-beda sesuai dengan kadar keimanan dan ketakwaannya. Semakin sempurna keimanan dan ketakwaan mereka, maka kadar keamanan yang mereka dapatkan di akhirat semakin sempurna. Sebaliknya, semakin berkurang kadar keimanan dan ketakwaan mereka karena kemaksiatan dan kezaliman yang mereka lakukan tatkala hidup di dunia, maka jaminan keamanan mereka di akhirat juga akan berkurang.

Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمۡ يَلۡبِسُوٓاْ إِيمَٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (al-An’am: 82)

Keadaan orang-orang yang beriman dalam hal hisab terbagi menjadi tiga golongan.

  1. Sebagian orang yang beriman tidak dihisab dan tidak diazab karena kesempurnaan iman mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberitakan tentang mereka,

فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِي: انْظُرْ إِلَى الْأُفُقِ الْآخَرِ. فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِي: هَذِهِ أُمَّتُكَ، وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْر حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ

“Aku melihat ke ufuk, di sana ada satu rombongan yang sangat besar. Kemudian dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke ufuk yang lain.’ Kemudian diberitahukan kepadaku, ‘Inilah umatmu. Di antara mereka ada 70.000 orang yang akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab’.”

Kemudian Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjelaskan ciri-ciri mereka,

هُمُ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَلَا يَكْتَوُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak minta di-kai, tidak meramalkan nasib dengan burung, dan hanya kepada Rabb-nya mereka bertawakal.” (Muttafaqun alaih, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma)

  1. Sebagian orang yang beriman dihisab dengan hisab yang mudah.

Firman-Nya,

فَأَمَّا مَنۡ أُوتِيَ كِتَٰبَهُۥ بِيَمِينِهِۦ ٧ فَسَوۡفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا ٨

“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan hisab yang mudah.” (al-Insyiqaq: 7—8)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُولُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ، أَيْ رَبِ. حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ. فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ

“Sesungguhnya Allah akan mendekatkan seorang hamba mukmin, kemudian menempatkannya di samping-Nya. Allah menutupinya (dari para hamba yang lain) kemudian bertanya, ‘Apakah kamu mengetahui dosa ini? Apakah kamu mengetahui dosa ini?’ Hamba tersebut menjawab, ‘Benar, wahai Rabb-ku.’ Sampai Allah menjadikan hamba tersebut mengakui dosa-dosanya dan dia yakin bahwa dirinya akan binasa, lalu Dia berkata, ‘Aku telah menutupinya tatkala kamu hidup di dunia dan Aku akan mengampuninya pada hari ini untuk kebaikanmu.’ Kemudian dia diberi kitab catatan amalan kebaikannya.” (Muttafaqun alaih, dari Ibnu Umar radhiyallallhu ‘anhu)

  1. Sebagian orang yang beriman lainnya diperinci dan dipersulit hisabnya sesuai dengan dosanya.

Mereka kemudian diazab di neraka akibat dosa-dosa yang Allah subhanahu wata’ala tidak mengampuninya karena keadilan-Nya. Namun, mereka tidak kekal di dalamnya. Rasulullah shallallahu wasallam bersabda,

لَيْسَ أَحَدٌ يُحَاسَبُ إِلَّا هَلَكَ

“Tidaklah seorang pun yang dihisab (dengan hisab yang rinci dan detail) nanti pada hari kiamat melainkan akan binasa.” (Muttafaqun alaih, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha)

Kisah Tiga Orang yang Binasa dan Celaka karena Hisabnya yang Sulit

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya),

“Sesungguhnya golongan pertama yang akan diputuskan hukumnya pada hari kiamat nanti adalah:

Pertama, seorang yang dipersaksikan mati syahid.

Didatangkanlah orang itu, kemudian Allah mengingatkannya tentang nikmat-nikmat-Nya sehingga dia mengingatnya. Allah bertanya, ‘Apa yang kamu lakukan dengan (nikmat-nikmat tersebut)?’ Dia menjawab, ‘Aku berperang karena-Mu sampai aku mati syahid.’

Allah berkata, ‘Kamu dusta. Kamu berperang supaya dijuluki sebagai pemberani. Sungguh, julukan tersebut telah diberikan.” Kemudian dia diperintahkan untuk diseret dalam keadaan tertelungkup lalu dilempar ke neraka.

Kedua, orang yang mempelajari ilmu agama dan mengajarkannya, serta membaca Al-Qur’an.

Didatangkanlah dia. Allah mengingatkan nikmat-nikmat-Nya, sehingga dia pun mengingatnya. Allah bertanya, ‘Apa yang kamu lakukan dengannya?’ Dia menjawab, ‘Aku mempelajari ilmu agama dan mengajarkannya. Aku pun membaca Al-Qur’an (karena Allah)’.

Allah berkata, ‘Kamu dusta. Kamu belajar supaya dikatakan bahwa kamu seorang alim, dan kamu membaca Al-Qur’an supaya dikatakan bahwa kamu adalah qari (pembaca Al-Qur’an). Sungguh, julukan tersebut telah diberikan.’ Kemudian dia diperintahkan untuk diseret dalam keadaan tertelungkup lalu dilempar ke neraka.

Ketiga, orang yang Allah melimpahkan hartanya dan mengaruniainya berbagai jenis harta.

Orang tersebut didatangkan, lalu Allah mengingatkan nikmat-nikmat-Nya. Dia pun mengingatnya. Allah bertanya, ‘Apa yang kamu lakukan karenanya?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak meninggalkan satu jalan pun yang Engkau cintai untuk berinfak padanya, melainkan aku pun berinfak padanya karena-Mu.’

Allah menjawab, ‘Kamu dusta. Kamu melakukannya supaya dijuluki sebagai orang yang dermawan. Sungguh, julukan tersebut telah dikatakan.” Kemudian dia diperintahkan untuk diseret dalam keadaan telungkup lalu dilempar ke neraka.” (HR. Muslim)

Hisab Orang-Orang Kafir

Orang-orang kafir yang mati dalam keadaan kafir tidak ada harganya dan tidak memiliki hak untuk dihargai. Mereka hina di dunia dan di akhirat karena kekafirannya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ وَٱلۡمُشۡرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ شَرُّ ٱلۡبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (al-Bayyinah: 6)

Allah subhanahu wata’ala menghinakan mereka ketika menghisab amalan-amalannya pada hari kiamat. Allah subhanahu wata’ala memberitakan dalam kitab-Nya,

فَلَنُنَبِّئَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ بِمَا عَمِلُواْ وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنۡ عَذَابٍ غَلِيظٍ

“Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras.” (Fushshilat: 50)

Dia subhanahu wata’ala juga berfirman,

فَٱعۡتَرَفُواْ بِذَنۢبِهِمۡ فَسُحۡقٗا لِّأَصۡحَٰبِ ٱلسَّعِيرِ

“Mereka mengakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.” (al-Mulk: 11)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan tentang hisab orang-orang kafir dengan sabdanya,

وَأَمَّا الْكُفَّارُ وَالْمُنَافِقُونَ فَيُنَادَى بِهِمْ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللهِ أَلاَ لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الظَّالِمِيْنَ

“Adapun orang-orang kafir dan orang-orang munafik akan diseru di hadapan seluruh makhluk. Mereka adalah orang-orang yang mendustakan Rabbnya. Ketahuilah, laknat Allah pasti akan menimpa orang-orang yang zalim.” (Muttafaqun alaih, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu)

Syaikhul Islam rahimahullah berkata,

“Orang-orang kafir tidak akan dihisab sebagaimana hisab orang yang beriman. Orang yang beriman akan ditimbang amalan-amalan baiknya dengan amalan-amalan jeleknya. Orang-orang kafir sudah tidak memiliki kebaikan. Akan tetapi, amalan mereka akan dihitung dan dicatat lalu dihadapkan kepada mereka serta mereka akan mengakuinya.” (al-Aqidah al-Wasithiyah)

Umat Muhammad, Rombongan Pertama yang Dihisab

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

نَحْنُ الْآخِرُونَ السَّابِقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمَقْضِيُّ لَهُمْ قَبْلَ الْخَلَائِقِ

“Kita adalah umat yang terakhir, tetapi yang pertama diputuskan hukumannya pada hari kiamat sebelum umat-umat lainnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim, ini adalah lafaz Muslim)

Imam Ibnu Majah rahimahullah meriwayatkan dalam Sunan-nya dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

نَحْنُ آخِرُ الْأُمَمِ وَأَوَّلُ مَنْ يُحَاسَبُ

“Kita adalah umat yang terakhir dari umat-umat (yang diciptakan di muka bumi) dan yang pertama yang akan dihisab (pada hari kiamat).” (Dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam ash-Shahihah, no. 2374)

Amalan yang Pertama Kali Dihisab

Seluruh amalan hamba, apakah amalan yang baik atau amalan yang jelek, apakah amalan tersebut berkaitan dengan hak-hak Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam atau berkaitan dengan hak orang dan makhluk lainnya—bahkan amalan yang tidak terkait dengan pihak yang lainnya—semua itu akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah subhanahu wata’ala. Firman-Nya,

ثُمَّ لَتُسۡ‍َٔلُنَّ يَوۡمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ

“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (at-Takatsur: 8)

Dari Abu Barzah Nadhlah bin Ubaid al-Aslami radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ

“Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai dia ditanya tentang umurnya untuk apa dihabiskan; tentang ilmunya, apa yang dia amalkan; tentang hartanya, dari mana dia dapatkan dan untuk apa dia infakkan (belanjakan); serta tentang badannya, pada perkara apa dia gunakan.” (HR. at-Tirmidzi dan beliau katakan, “Hadits hasan sahih.” Lihat Silsilah ash-Shahihah, 2/666)

Meskipun demikian, ada amalan-amalan yang diprioritaskan dan didahulukan hisabnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا، هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الْفَرِيضَةِ، ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ

“Amalan-amalan seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya bagus, niscaya dia akan mendapatkan kebahagiaan dan keberhasilan. Namun, apabila shalatnya rusak, sungguh dia akan kecewa dan rugi. Apabila shalat wajibnya ada suatu kekurangan, Rabb azza wajalla berfirman, ‘Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat sunah?’ Lantas, kekurangan shalat wajibnya akan disempurnakan dengannya, kemudian seluruh amalannya seperti itu.” (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasai dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي الدِّمَاءِ

“Masalah yang pertama kali akan diputuskan di antara manusia adalah masalah darah (yang terjadi di antara mereka di dunia).” (Muttafaqun alaih, dari Ibnu Masud radhiyallahu ‘anhu)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan dua hadits yang mulia di atas,

“Sebab, shalat adalah ibadah badan yang paling mulia, sedangkan darah adalah kejahatan yang paling besar yang terkait dengan hak-hak anak Adam.” (Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, 2/156)

Oleh karena itu, Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu menasihati kita agar hisab kita menjadi mudah di hadapan Allah subhanahu wata’ala.

“Hitung-hitunglah (amalan-amalan) yang ada pada diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah amalan kalian sebelum kalian ditimbang, karena hal itu akan meringankan hisab kalian besok (pada hari kiamat), yaitu kalian menghitung-hitung (amalan) yang ada pada diri kalian pada hari ini dan menimbang-nimbangnya untuk mempersiapkan diri menghadapi hari waktu dipampangkannya seluruh amalan. (Firman Allah), ‘Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Rabb-mu), tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi-Nya).’ (al-Haqqah: 18).” (Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam az-Zuhd dan Abu Nuaim dalam al-Hilyah, serta Ibnu Abid Dunya dalam Muhasabatun Nafs)

Akhirnya, penulis mengatakan,

اللَّهُمَّ حَاسِبْنِي حِسَابًا يَسِيرًا

“Ya Allah, hisablah kami dengan hisab yang mudah!”

 

Ditulis oleh Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan