Hukum Bangga terhadap Orang Lain

Pertanyaan:

Apa hukum bangga terhadap orang lain? Misalnya, seorang ayah bangga pada anaknya.

Jawaban:

Bangga terhadap kelebihan yang dimiliki oleh anggota keluarga adalah perkara yang manusiawi. Insya Allah hal ini tidak mengapa selama tidak menjadikan congkak dan menyombongkan diri.

Baca juga: Kebenaran Tercampakkan karena Kedengkian dan Kesombongan

Dahulu Umar radhiallahu anhu bangga pada putranya, Abdullah bin Umar. Kisahnya, suatu saat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat,

أَخْبِرُونِي بِشَجَرَةٍ تُشْبِهُ أَوْ: كَالرَّجُلِ المُسْلِمِ لاَ يَتَحَاتُّ وَرَقُهَا، وَلاَ وَلاَ وَلاَ تُؤْتِي أُكْلَهَا كُلَّ حِينٍ؟

“Sebutkan batang pohon menyerupai seorang muslim yang tidak rontok daunnya, tidak… tidak… dan tidak pernah putus buahnya?”

قَالَ ابْنُ عُمَرَ: فَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ، وَرَأَيْتُ أَبَا بَكْرٍ، وَعُمَرَ لاَ يَتَكَلَّمَانِ، فَكَرِهْتُ أَنْ أَتَكَلَّمَ

Ibnu Umar berkata, “Tebersit dalam hatiku pohon tersebut adalah pohon kurma. Akan tetapi, aku melihat Abu Bakr dan Umar tidak berbicara. Aku pun tidak ingin berbicara.”

Baca juga: Permisalan Seorang Muslim

فَلَمَّا لَمْ يَقُولُوا شَيْئًا، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: هِيَ النَّخْلَةُ.

Ketika tidak ada yang menjawab, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ia adalah pohon kurma.”

فَلَمَّا قُمْنَا قُلْتُ لِعُمَرَ: يَا أَبَتَاهُ، وَاللَّهِ لَقَدْ كَانَ وَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ.

Setelah kami berdiri, aku berkata kepada Umar, “Wahai Ayah, demi Allah, sungguh telah tebersit dalam hatiku bahwa pohon tersebut adalah kurma.

فَقَالَ: مَا مَنَعَكَ أَنْ تَكَلَّمَ؟

Umar berkata, “Lantas, apa yang menghalangimu untuk berbicara?

قَالَ: لَمْ أَرَكُمْ تَكَلَّمُونَ، فَكَرِهْتُ أَنْ أَتَكَلَّمَ أَوْ أَقُولَ شَيْئًا.

Ibnu Umar berkata, “Aku melihat kalian tidak ada yang berbicara, maka aku tidak ingin mengucapkan sesuatu.

Baca juga: Yang Tua Dihormati, Yang Kecil Disayangi

قَالَ عُمَرُ: لَأَنْ تَكُونَ قُلْتَهَا، أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كَذَا وَكَذَا

Lantas Umar berkata, “Seandainya engkau berbicara, lebih aku sukai daripada ini dan itu.” (HR. al-Bukhari no. 4698 dari sahabat Ibnu Umar radhiallahu anhuma)

Jika ungkapan rasa bangga tersebut sebagai bentuk syukur kepada Allah, hal itu termasuk yang dianjurkan dalam agama. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَأَمَّا بِنِعۡمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثۡ

“Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (adh-Dhuha: 11)

Wallahu a’lam bish-shawab.

(Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar)