Hukum Gambar Makhluk Bernyawa (3)

Dalam artikel yang lalu kita telah mengetahui larangan menggambar makhluk bernyawa dan menyimpannya. Artikel ini juga masih menyinggung tentang gambar makhluk bernyawa. Harapannya, masalah menjadi lebih gamblang.

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata,

“Teman-teman kami (ulama mazhab Syafi’i, -pent.) dan selain mereka berkata bahwa menggambar makhluk bernyawa hukumnya haram, dengan sebenar-benarnya keharaman. Ini termasuk dosa besar karena mendapatkan ancaman yang keras sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits. Sama saja, apakah orang yang membuat gambar bertujuan merendahkannya atau selainnya; perbuatannya tetap dihukumi haram, apa pun keadaannya. Sebab, perbuatan demikian menandingi ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala. sama saja, apakah gambar itu dibuat pada kain/baju, hamparan/permadani, dirham atau dinar, uang, bejana, tembok/dinding, dan selainnya.

Adapun menggambar pohon, pelana unta, dan lainnya yang tidak mengandung gambar makhluk bernyawa, tidaklah diharamkan. Ini terkait dengan hukum gambar itu sendiri.

Adapun mengambil gambar makhluk bernyawa untuk digantung di dinding, pada pakaian yang dikenakan, pada sorban, dan semisalnya yang tidak terhitung merendahkan (bukan untuk diinjak-injak atau diduduki, misalnya, -pent.), hukumnya haram. Apabila gambar itu ada pada hamparan yang diinjak, bantalan, dan semisalnya yang direndahkan, tidaklah haram.”[1]

Baca juga: Kasur dengan Gambar Makhluk Bernyawa

Imam an-Nawawi rahimahullah melanjutkan,

“Tidak ada perbedaan dalam hal ini antara gambar yang memiliki bayangan dan yang tidak (tiga dimensi dan dua dimensi, -pent.). Demikianlah kesimpulan mazhab kami dalam masalah ini. Jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabiin dan yang setelah mereka juga berpendapat yang semakna dengan ini. Pendapat ini dipegangi oleh ats-Tsauri, Malik, Abu Hanifah, dan selain mereka.”

Az-Zuhri rahimahullah menyatakan bahwa larangan menggambar berlaku umum. Demikian pula penggunaannya, baik gambar itu berupa cap/stempel/lukisan pada baju/kain maupun bukan. Baik gambar itu di dinding, kain, pada hamparan yang direndahkan (misal, permadani, -red.), maupun yang tidak direndahkan. Ini merupakan bentuk pengamalan lahiriah hadits, terlebih lagi hadits namruqah yang disebutkan oleh Imam Muslim. Inilah pendapat yang kuat, kata Imam an-Nawawi. (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 14/307—308)

Dalam masalah gambar yang berupa stempel/lukisan pada kain, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa jika gambar tersebut utuh dan jelas bentuknya, hukumnya haram. Namun, jika gambar itu dipotong kepalanya atau terpisah-pisah bagian tubuhnya, hukumnya boleh. (Fathul Bari, 10/480)[2]

Malaikat Tidak Masuk Rumah yang Ada Gambar Makhluk Bernyawa

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَدْخُلُ المَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلاَ تَصَاوِيرُ

“Malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar-gambar.” (HR. al-Bukhari no. 5949 dan Muslim no. 5481, 5482)

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata,

“Ulama mengatakan bahwa faktor penyebab terhalangnya para malaikat masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat gambar adalah karena membuat dan menyimpan gambar merupakan perbuatan maksiat, perbuatan keji, dan menandingi ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala. Di samping itu, sebagian gambar tersebut ada yang diibadahi selain Allah subhanahu wa ta’ala.

Adapun sebab terhalanginya para malaikat masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat anjing ialah karena anjing banyak memakan benda-benda yang najis. Selain itu, di antara anjing ada yang dinamakan setan, sebagaimana disebutkan dalam hadits,[3] sedangkan malaikat adalah lawan setan. Anjing juga memiliki aroma yang tidak sedap, sedangkan malaikat tidak menyukai bau yang busuk. Selain itu, syariat juga melarang memelihara anjing.[4]

Baca juga: Hukum Gambar Makhluk Bernyawa (1)

Oleh karena itu, orang yang memelihara anjing di dalam rumahnya diberi hukuman dengan diharamkannya para malaikat masuk ke dalam rumahnya. Dia juga terhalang mendapatkan shalawat dan istigfar para malaikat, beserta keberkahannya dan penolakannya dari gangguan setan.

Malaikat yang tidak masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada anjing atau gambar adalah malaikat yang berkeliling menyampaikan rahmat, berkah, dan mendoakan istigfar. Adapun malaikat hafazhah tetap masuk ke dalam semua rumah dan tidak pernah meninggalkan anak Adam dalam segala keadaan. Sebabm mereka diperintahkan untuk menghitung amalan anak Adam dan mencatatnya.

Al-Khaththabi berkata, ‘Para malaikat tidak masuk ke dalam rumah yang ada anjing atau gambar yang memang diharamkan. Adapun yang tidak diharamkan, seperti anjing pemburu, anjing yang ditugasi menjaga sawah ladang dan hewan ternak, atau gambar yang dihinakan/direndahkan yang ada di hamparan, bantal, dan selainnya (yang diinjak/diduduki), ini tidak menghalangi masuknya para malaikat.’

Baca juga: Hukum Gambar Makhluk Bernyawa (2)

Al-Qadhi mengisyaratkan semisal perkataan al-Khaththabi.

Namun, yang tampak, hadits ini meliputi seluruh anjing dan seluruh gambar makhluk bernyawa. Para malaikat terhalangi masuk karenanya. Sebab, hadits-hadits yang ada dalam masalah ini bersifat mutlak (tanpa pengecualian atau pengkhususan, -pent.).

Anjing kecil yang pernah ada di dalam rumah Nabi shallallahu alaihi wa sallam tersembunyi di bawah tempat tidur. Ini sebenarnya merupakan alasan yang besar karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak mengetahuinya. Namun, ternyata tetap menghalangi Malaikat Jibril alaihis salam masuk ke rumah beliau. Seandainya alasan adanya gambar dan anjing bisa diterima sehingga tidak menghalangi masuknya para malaikat, niscaya Malaikat Jibril tidak akan terhalangi untuk masuk. Wallahu a’lam.” (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 14/309—310)

Mainan Anak-Anak

Dikecualikan dari larangan mengambil gambar adalah mainan anak-anak/boneka yang terbuat dari bulu/wol dan kain. Demikian kata Syaikh Muqbil[5] rahimahullah dengan dalil beberapa hadits berikut ini.

Dia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengirim utusan pada pagi hari Asyura (10 Muharram) ke kampung-kampung Anshar untuk mengumumkan,

مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا، فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا، فَليَصُمْ

‘Siapa yang berpagi hari (di hari ini) dalam keadaan tidak berpuasa, hendaklah ia sempurnakan sisa harinya (dengan berpuasa). Siapa yang berpagi hari dalam keadaan berpuasa, hendaklah ia terus puasa.”

Ar-Rubayyi’ berkata,

فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا، وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ العِهْنِ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الإِفْطَارِ

“Kami pun berpuasa pada hari Asyura tersebut dan melatih anak-anak kami berpuasa. Kami membuatkan mainan anak-anakan (boneka) dari bulu/wol untuk mereka. Apabila salah seorang dari mereka menangis karena meminta makan, kami memberikan mainan tersebut kepadanya. Demikian sampai saatnya berbuka puasa.” (HR. al-Bukhari no. 1960 dan Muslim no. 2664)

  • Hadits Aisyah radhiallahu anha

أَنَّهَا كَانَتْ تَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَتْ: وَكَانَتْ تَأْتِينِي صَوَاحِبِي فَكُنَّ يَنْقَمِعْنَ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَتْ: فَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ

Dia (Aisyah) biasa bermain boneka anak perempuan di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Kata Aisyah, “Teman-teman kecilku biasa datang untuk bermain bersamaku. Namun, apabila Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam datang, mereka bersembunyi (karena segan dan malu kepada beliau). Beliau lalu menggiring mereka kepadaku.” (HR. Muslim no. 6237)

Al-Qadhi Iyadh berkata, “Hadits ini menunjukkan bolehnya bermain boneka/anak-anakan.”

Beliau juga mengatakan, “Boneka/anak-anakan dikecualikan dari larangan yang ada dalam hadits ini. Selain itu, (boneka/anak-anakan ini) bisa memberikan pendidikan dini kepada wanita dalam mengatur urusan diri mereka, rumah, dan anak-anak mereka (kelak).” (al-Minhaj, 15/200)

Demikian penjelasan yang dapat kami bawakan sebagai nasihat bagi kita semua tentang gambar makhluk bernyawa.

Wallahu a’lam bish-shawab.


Catatan Kaki

[1] Yang tampak, an-Nawawi membolehkan membiarkan gambar tanpa dipotong, asalkan tidak dipajang. Maksudnya, gambar tersebut dihinakan, seperti pada karpet dan sejenisnya (-ed.).

Menurut penulis, ini setelah gambarnya tidak lagi utuh, tetapi dipotong-potong. Lihat pembahasan masalah ini dalam artikel sebelumnya pada penjelasan al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah yang mengompromikan dua hadits Aisyah radhiallahu anha yang seakan-akan bertentangan.

[2] Apabila masih ada kepalanya, tetap tidak boleh. Sebab, Ibnu Abbas mengatakan, “Gambar itu dikatakan hidup apabila memiliki kepala….” (Lihat artikel sebelumnya, -ed.)

[3] Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ

“Anjing hitam adalah setan.” (HR. Muslim no. 1137, “Kitab ash-Shalah”, “Bab Qadru Ma Yasturul Mushalli”)

[4] Kecuali anjing pemburu dan anjing yang dilatih untuk tugas khusus.

[5] Dalam kitabnya, Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah, hlm. 59.

(Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyah)