Ilmu Perbintangan untuk Menentukan Waktu Shalat

Pertanyaan:

Apakah mempelajari ilmu perbintangan untuk menentukan waktu shalat termasuk mendahului Allah?

Jawaban:

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَعَلَٰمَٰتٍۚ وَبِٱلنَّجۡمِ هُمۡ يَهۡتَدُونَ

“Dan dengan bintang-bintang tersebut mereka mendapat petunjuk.” (an-Nahl: 16)

Maksudnya, petunjuk arah dan waktu.

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,

وَهُوَ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلنُّجُومَ لِتَهۡتَدُواْ بِهَا فِي ظُلُمَٰتِ ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۗ

“Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut.” (al-An’am: 97)

Baca juga: Menyorot Ilmu Nujum

Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Imam Qatadah rahimahullah berkata,

“Allah menciptakan bintang-bintang ini untuk tiga hal:

  • sebagai hiasan langit
  • untuk melempar setan-setan, dan
  • sebagai alat petunjuk (arah atau waktu) mereka.”

Yang tidak dibolehkan adalah menjadikan ilmu perbintangan untuk meramal peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada manusia dan menghubung-hubungkan nasib mereka dengan apa yang terjadi di langit.

Baca juga: Jangan Percaya Ramalan Bintang

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata,

“Ilmu perbintangan ada dua macam:

  1. Ilmu ta’tsir (ramalan), yaitu menjadikan kondisi yang ada di langit sebagai pertanda atas peristiwa-peristiwa kauniah (takdir di alam).

Yang seperti ini hukumnya batil, sama dengan mengaku tahu tentang perkara gaib yang merupakan kekhususan Allah atau mempercayai orang yang mengaku mengetahui ilmu ini. Hal ini bertentangan dengan tauhid karena berarti dia percaya terhadap pengakuan batil tersebut. Selain itu, mempercayainya berarti ada bentuk ketergantungan kalbu kepada selain Allah. Mempercayai ilmu ini juga menunjukkan kerusakan akal pikiran. Sebab, menempuh jalan kebatilan dan mempercayainya merupakan perusak akal dan agama.

Baca juga: Menyoal Urusan Gaib
  1. Ilmu tas-yir, yaitu menjadikan matahari, bulan, dan bintang-bintang sebagai penunjuk arah kiblat, waktu, dan arah.

Yang seperti ini tidak mengapa. Bahkan, sebagian besar ilmu ini banyak manfaatnya dan dianjurkan oleh syariat. Sebab, ilmu ini menjadi wasilah (sarana) untuk mengetahui waktu-waktu ibadah atau untuk petunjuk arah.” (al-Qaul as-Sadid Syarhu Kitab at-Tauhid hlm. 121 melalui Maktabah Syamilah)

Baca juga: Sensasi Dukun dan Perdukunan

Jadi, hal ini tidak termasuk mendahului Allah, tetapi memanfaatkan sarana yang Allah karuniakan kepada para hamba untuk kelancaran ibadah kepada-Nya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

(Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar)