Kenalilah Dirimu Pastikan Tujuan Hidupmu

Selera dan gaya hidup seringkali tak berbanding lurus dengan penghasilan yang diperoleh. Banyak orang yang kemudian mengorbankan banyak hal demi berburu kesenangan sesaat.

 

Banyak orang beranggapan, hidup memang untuk dinikmati. Tak heran jika kemudian mereka berprinsip “yang penting senang” dan bagaimana menciptakan kehidupan yang “serba ada”. Tak peduli bagaimana caranya. Harga diri pun siap digadaikan demi memenuhi selera dan tuntutan gaya hidup yang dianutnya. Sehingga karena ingin hidup senang, akhirnya terlena untuk menimbang akibat buruk yang bakal timbul di kemudian hari. Melupakan urusan diri sendiri padahal diri ini dituntut memiliki kesiapan bila pada saatnya harus kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Walhasil, banyak yang dinina-bobokkan dengan ‘kesenangan’ sehingga seolah tidak ada hari perhitungan, hisab dan pertanggungjawaban di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Pelanggaran syariat terjadi di mana-mana. Zina, homoseks, mabuk-mabukan, pesta narkoba, judi, dan tindak kriminal lainnya, dilakukan demi apa yang disebut kesenangan. Bahkan tidak kalah besar adalah kesyirikan dan kebid’ahan yang dilakukan untuk mencari sebentuk kesenangan. Andai saja mereka mau belajar sejarah masa lampau dari para pendahulu yang telah dibinasakan Allah subhanahu wa ta’ala tanpa sisa karena kejahatan mereka!

Jelasnya, mereka ingin mengejar kesenangan hidup yang bersifat sementara dan melupakan kesenangan yang abadi di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Yang pada akhirnya tidak mendapatkan kedua-duanya, kesenangan dunia ataupun kesenangan akhirat.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّ قَٰرُونَ كَانَ مِن قَوۡمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيۡهِمۡۖ وَءَاتَيۡنَٰهُ مِنَ ٱلۡكُنُوزِ مَآ إِنَّ مَفَاتِحَهُۥ لَتَنُوٓأُ بِٱلۡعُصۡبَةِ أُوْلِي ٱلۡقُوَّةِ إِذۡ قَالَ لَهُۥ قَوۡمُهُۥ لَا تَفۡرَحۡۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَرِحِينَ ٧٦ وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٧٧ قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُۥ عَلَىٰ عِلۡمٍ عِندِيٓۚ أَوَ لَمۡ يَعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ قَدۡ أَهۡلَكَ مِن قَبۡلِهِۦ مِنَ ٱلۡقُرُونِ مَنۡ هُوَ أَشَدُّ مِنۡهُ قُوَّةٗ وَأَكۡثَرُ جَمۡعٗاۚ وَلَا يُسۡ‍َٔلُ عَن ذُنُوبِهِمُ ٱلۡمُجۡرِمُونَ ٧٨ فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوۡمِهِۦ فِي زِينَتِهِۦۖ قَالَ ٱلَّذِينَ يُرِيدُونَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا يَٰلَيۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَآ أُوتِيَ قَٰرُونُ إِنَّهُۥ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٖ ٧٩ وَقَالَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ وَيۡلَكُمۡ ثَوَابُ ٱللَّهِ خَيۡرٞ لِّمَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗاۚ وَلَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ٱلصَّٰبِرُونَ ٨٠ فَخَسَفۡنَا بِهِۦ وَبِدَارِهِ ٱلۡأَرۡضَ فَمَا كَانَ لَهُۥ مِن فِئَةٖ يَنصُرُونَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُنتَصِرِينَ ٨١ وَأَصۡبَحَ ٱلَّذِينَ تَمَنَّوۡاْ مَكَانَهُۥ بِٱلۡأَمۡسِ يَقُولُونَ وَيۡكَأَنَّ ٱللَّهَ يَبۡسُطُ ٱلرِّزۡقَ لِمَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦ وَيَقۡدِرُۖ لَوۡلَآ أَن مَّنَّ ٱللَّهُ عَلَيۡنَا لَخَسَفَ بِنَاۖ وَيۡكَأَنَّهُۥ لَا يُفۡلِحُ ٱلۡكَٰفِرُونَ ٨٢ تِلۡكَ ٱلدَّارُ ٱلۡأٓخِرَةُ نَجۡعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوّٗا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فَسَادٗاۚ وَٱلۡعَٰقِبَةُ لِلۡمُتَّقِينَ ٨٣

“Sesungguhnya Qarun termasuk dari kaum Musa, namun ia berlaku aniaya terhadap mereka. Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh sangat berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat. Ingatlah ketika kaumnya berkata kepadanya: ‘Janganlah kamu terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu membanggakan diri. Dan carilah kepada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat. Jangan kamu melupakan bagian (kenikmatan) duniawi. Dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.’ Qarun berkata: ‘Sesung-guhnya aku diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.’ Apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripada dia dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya, orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia pun berkata: ‘Sekiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun. Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.’ Orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata: ‘Kecelakaan yang besarlah bagimu. Pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman lagi beramal shalih, dan tidaklah diperoleh pahala itu melainkan bagi orang-orang yang bersabar.” Maka Kami benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Tidak ada satu golonganpun yang menolongnya dari adzab Allah. Dan tidaklah ia termasuk dari orang yang membela dirinya. Jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu berkata: ‘Aduhai benarlah Allah melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya. Kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya kepada kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita pula. Aduhai benarlah tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah).’ Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi dan kesudahan yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Qashas: 76-83)

Siapakah yang akan selamat? Merekalah orang-orang yang bersabar. Yaitu orang-orang yang menahan dirinya untuk terus di atas ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, menahan diri dari bermaksiat kepada-Nya serta siap menerima segala ketentuan Allah subhanahu wa ta’ala. Juga orang-orang yang bersabar dari rayuan dunia dan syahwatnya untuk tersibukkan dari beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan menghalangi mereka dari tujuan mereka diciptakan. Merekalah orang-orang yang mengutamakan ganjaran di sisi Allah subhanahu wa ta’ala daripada dunia yang fana. (Lihat Tafsir As-Sa’di hal. 574)

Sungguh malang nasibmu wahai saudaraku, jika kamu lupa dan melalaikan akibat perbuatanmu. Hendaknya engkau segera mencari jalan keluar dari perbuatanmu. Simaklah firman Allah subhanahu wa ta’ala dan camkan baik-baik:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ ٦

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Padanya (ada) malaikat yang keras dan kasar dan mereka tidak bermaksiat kepada Allah terhadap segala yang diperintahkan dan mereka melakukan segala apa yang diperintahkan.” (at-Tahrim: 6)

وَمَآ أُبَرِّئُ نَفۡسِيٓۚ إِنَّ ٱلنَّفۡسَ لَأَمَّارَةُۢ بِٱلسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيٓۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٥٣

“Dan aku tidak bisa melepaskan diriku. Sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan untuk berbuat jahat kecuali orang yang mendapatkan rahmat dari Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yusuf: 53)

مَّآ أَصَابَكَ مِنۡ حَسَنَةٖ فَمِنَ ٱللَّهِۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٖ فَمِن نَّفۡسِكَۚ

“Apa yang menimpamu berupa kebaikan maka datangnya dari Allah dan apa yang menimpamu berupa kejahatan datangnya dari dirimu sendiri.” (an-Nisaa: 79)

ۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَقَدۡ ظَلَمَ نَفۡسَهُۥۚ

“Dan barangsiapa melakukannya maka sungguh dia telah mendzalimi dirinya sendiri.”(al-Baqarah: 231)

قَدۡ جَآءَكُم بَصَآئِرُ مِن رَّبِّكُمۡۖ فَمَنۡ أَبۡصَرَ فَلِنَفۡسِهِۦۖ وَمَنۡ عَمِيَ فَعَلَيۡهَاۚ وَمَآ أَنَا۠ عَلَيۡكُم بِحَفِيظٖ ١٠٤

“Sungguh telah datang kepada kalian hujjah dari Rabb kalian. Maka barangsiapa melihatnya untuk dirinya sendiri dan barangsiapa buta darinya atasnya dan aku bukan sebagai penolong atas kalian.” (al-An’am: 104)

قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَكُمُ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكُمۡۖ فَمَنِ ٱهۡتَدَىٰ فَإِنَّمَا يَهۡتَدِي لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيۡهَاۖ وَمَآ أَنَا۠ عَلَيۡكُم بِوَكِيلٖ ١٠٨

“Katakan wahai sekalian manusia, telah datang kepada kalian kebenaran dari Rabb kalian. Maka barangsiapa mendapatkan petunjuk untuk dirinya dan barangsiapa yang sesat, maka dia tersesat atas dirinya sendiri dan Aku bukanlah pembela atas kalian.” (Yunus: 108)

Semua ayat di atas mengingatkan kepada kita akan pentingnya memperhatikan urusan diri kita sendiri, di mana jika berhasil maka keberhasilan untuk diri kita sendiri dan jika merugi itu merupakan hasil usaha kita, tidak boleh kita mengkambinghitamkan orang lain.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Barangsiapa menemukan (ganjaran) kebaikan maka hendaklah dia memuji Allah dan barangsiapa mendapatkan selainnya janganlah dia mencela melainkan dirinya sendiri.”[1]

Al-Imam Al-Baghawi rahimahullah di dalam Tafsirnya menjelaskan: “Berkata Atha’ dari Ibnu Abbas: ‘Tinggalkanlah segala perkara yang dilarang Allah dan lakukan segala amal ketaatan’.” Al-Qurthubi menjelaskan: “Allah memerintahkan untuk menjaga dirimu dan keluargamu dari api neraka.”

At-Thabari di dalam Tafsirnya menjelaskan: “Ajarkanlah orang lain ilmu yang akan bisa menjaga kalian dari api neraka dan ilmu itu akan menjaga mereka dari neraka bila mereka mengamalkannya dalam bentuk mentaati Allah dan melakukan (segala bentuk) ketaatan (yang lain) kepada Allah.”

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan: “Menjaga diri artinya konsisten di atas perintah Allah dan larangannya dengan cara menjauhinya dan bertaubat dari segala yang akan mendatangkan kemurkaan dari Allah dan adzab-Nya.” Beliau juga mengatakan: “Apa yang menimpamu berupa kejelekan karena dirimu artinya karena dosa-dosa dan usahamu.”

Ketahuilah bahwa jiwa selalu berada dalam salah satu dari dua keadaan.

Pertama: Sibuk dalam ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Kedua: Tersibukkan oleh nafsunya (dari ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala).

Karena bila jiwa itu tidak disibukkan, dia akan menyibukkan. Dan jika didapati ada yang akan meluruskannya niscaya akan menjadi lurus. (Nasihati Lin Nisa` hal. 19 karya Ummu Abdillah, putri Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i)

 

Bimbinglah Dirimu dan Berjuanglah!

Ibnul Qayyim di dalam Zadul Ma’ad (1/9) mengatakan: “Jihad memiliki empat tingkatan; yaitu jihad melawan diri sendiri, jihad melawan setan, jihad melawan orang-orang kafir, dan jihad melawan kaum munafiqin. Jihad melawan diri sendiri ada empat tingkatan:

Pertama: Berjihad agar diri ini mau mempelajari petunjuk dan kebenaran, di mana tidak ada kemenangan dan kebahagiaan di dalam kehidupan dunia dan akhirat kecuali dengannya. Dan jika dia tidak memiliki ilmu, akan celaka dunia dan akhirat.

Kedua: Berjihad agar mau mengamalkan ilmunya setelah dia berilmu. Sebab bila ilmu tidak dibarengi dengan amal, jika tidak memudharatkan maka tidak akan bermanfaat.

Ketiga: Berjihad untuk mendakwahkan ilmunya dan mengajarkan orang yang tidak mengetahui. Jika dia tidak mengajarkannya niscaya dia termasuk orang-orang yang menyembunyikan petunjuk dan keterangan yang telah diturunkan Allah subhanahu wa ta’ala. Juga, ilmunya tidak akan bermanfaat dan tidak akan menyelamatkan dia dari adzab Allah subhanahu wa ta’ala.

Keempat: Berjihad agar bersabar terhadap segala beban berat dalam dakwah dan dari segala gangguan manusia, serta menanggung semuanya itu karena Allah subhanahu wa ta’ala.

Jika keempat hal ini secara sempurna ada pada diri seseorang, niscaya dia termasuk Rabbaniyyun. Karena, ulama salaf sepakat bahwa seorang yang alim tidak pantas disebut Rabbani hingga dia mengetahui kebenaran, mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahui. Barangsiapa belajar dan mengajarkannya lalu dia mengamalkannya, itulah orang yang memiliki kedudukan di hadapan seluruh makhluk.”

Dalam kesempatan lain, Ibnul Qayyim (1/6) menjelaskan: “Tatkala jihad melawan musuh dari luar merupakan bagian dari (berjihad melawan) musuh dari dalam diri kita, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya): “Seorang mujahid adalah orang yang menjihadi dirinya di jalan Allah subhanahu wa ta’ala dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala”, (berdasarkan hal ini) maka berjihad melawan diri sendiri lebih didahulukan dari melawan musuh dari luar diri kita, dan berjihad melawan diri sendiri merupakan muara dan landasan perjuangan. Karena barangsiapa tidak berhasil melawan diri sendiri dalam babak pertama agar dia melaksanakan segala apa yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang serta tidak memeranginya di jalan Allah subhanahu wa ta’ala, dia tidak mungkin melawan musuh yang datang dari luar. Bagaimana dia akan mampu melawan musuh dari luar dan melepaskan diri darinya, sementara musuh yang ada di antara dua lambungnya mengalahkan dan menguasai dirinya, serta tidak dia lawan dan perangi di jalan Allah subhanahu wa ta’ala?”

 

Kiat Menuju Kemenangan Diri

  1. Bersemangat mencari ilmu

فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ

“Maka berilmulah tentang bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah dan mintalah ampun (kepada-Nya) dari dosamu.” (Muhammad: 19)

شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَأُوْلُواْ ٱلۡعِلۡمِ قَآئِمَۢا بِٱلۡقِسۡطِۚ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ ١٨

Allah telah mempersaksikan tentang kalimat La ilaha illallah dan berikut para Malaikat (ikut mempersaksikan) dan orang-orang yang berilmu, (bersaksi) dengan penuh keadilan dan tidak ada sesembahan yang benar melainkan Dia yang Maha Mulia dan Bijaksana.” (al imran: 18)

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

Barangsiapa yang Allah inginkan untuk mendapatkan kebaikan, Allah faqihkan di dalam Agama.”[2]

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.”[3]

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim.”3

وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, namun mereka mewariskan ilmu. Dan barangsiapa mengambil warisan tersebut berarti dia telah mengambil bagiannya yang terbanyak.”

 

[4] Memanfaatkan waktu luang dan kesehatan yang diberikan Allah
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَٱلۡعَصۡرِ ١  إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢  إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣

“Demi masa. Sesungguhnya seluruh manusia dalam keadaan merugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan orang-orang yang saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.” (al-‘Ashr: 1-3)

قَدۡ أَفۡلَحَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ١ ٱلَّذِينَ هُمۡ فِي صَلَاتِهِمۡ خَٰشِعُونَ ٢  وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنِ ٱللَّغۡوِ مُعۡرِضُونَ ٣

“Sungguh telah beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyu’ di dalam shalat mereka. Dan orang yang berpaling dari segala yang melalaikan.” (al-Mu`minun: 1-3)

وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ ١٣٣

“Dan bersegeralah kalian menuju pengampunan Rabb kalian dan menuju surga yang luasnya (seluas) langit dan bumi yang dipersiapkan bagi orang-orang yang bertakwa.” (ali ‘Imran: 133)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Termasuk kebagusan agama seseorang yaitu dia meninggalkan segala yang tidak bermanfaat.”[5]

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dua nikmat yang kebanyakan orang melalaikannya: Nikmat sehat dan waktu luang.”[6]

 

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata: telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai dari pada mukmin yang lemah, akan tetapi setiap (dari mukmin yang kuat dan lemah) memiliki kebaikan, bersemangatlah untuk melakukan segala yang bermanfaat buatmu dan minta tolonglah kepada Allah dan jangan bermalas-malasan.”[7]

 

Dari Abi Bazrah Al-Aslami radhiallahu ‘anhu ia berkata: dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak akan tergelincir kedua kaki pada hari kiamat sehingga ditanya: “Tentang umurnya di mana dia habiskan, tentang ilmunya apa yang diperbuat, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan ke mana dia pergunakan dan tentang jasadnya di mana dia hancurkan.”[8]

 

Dari Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu ia berkata: “Rasulullah memegang pundakku lalu berkata: ‘Jadilah kamu di dunia seakan-akan orang asing atau penelusur jalan.” Ibnu Umar berkata: ‘Bila kamu berada di sore hari maka jangan kamu menunggu sampai datangnya pagi hari dan bila kamu berada di pagi hari jangan menunggu datangnya sore hari dan ambillah (kesempatan masa sehatmu) sebelum datang (masa) sakitmu dan hidupmu sebelum datang matimu.”[9]

  1. Berakhlak mulia

Dengarkan pengajaran Luqman kepada anaknya, dalam firman Allah (yang artinya):

وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا لُقۡمَٰنَ ٱلۡحِكۡمَةَ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِلَّهِۚ وَمَن يَشۡكُرۡ فَإِنَّمَا يَشۡكُرُ لِنَفۡسِهِۦۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٞ ١٢ وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ ١٣ وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٖ وَفِصَٰلُهُۥ فِي عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيۡكَ إِلَيَّ ٱلۡمَصِيرُ ١٤ وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشۡرِكَ بِي مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٞ فَلَا تُطِعۡهُمَاۖ وَصَاحِبۡهُمَا فِي ٱلدُّنۡيَا مَعۡرُوفٗاۖ وَٱتَّبِعۡ سَبِيلَ مَنۡ أَنَابَ إِلَيَّۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرۡجِعُكُمۡ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ١٥ يَٰبُنَيَّ إِنَّهَآ إِن تَكُ مِثۡقَالَ حَبَّةٖ مِّنۡ خَرۡدَلٖ فَتَكُن فِي صَخۡرَةٍ أَوۡ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ أَوۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ يَأۡتِ بِهَا ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٞ ١٦ يَٰبُنَيَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَٱنۡهَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ ١٧ وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٖ ١٨ وَٱقۡصِدۡ فِي مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ ١٩

“Sesungguhnya Kami telah memberikan hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah, dan barangsiapa bersyukur kepada Allah maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya. Dan barangsiapa tidak bersyukur maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dan Terpuji. Ingatlah ketia Luqman berkata kepada anaknya: “Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya menyekutukan Allah adalah kedzaliman yang paling besar.” Dan Kami telah perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya (di mana) ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan meyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kamu kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya, maka janganlah kamu menaati keduanya dan pergauilah keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu. Maka Aku akan beritahukan kepadamu apa yang kamu telah kerjakan. Luqman berkata: ‘Hai anakku, sesungguhnya jika ada satu perbuatan seberat biji sawi berada dalam batu atau ada di langit atau di bumi, niscaya Allah akan mendatangkan pembalasannya. Sesungguhnya Allah Maha halus lagi Maha mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan mencegah dari yang jelek. Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu sesungguhnya yang demikian itu adalah termasuk hal-hal yang diwajibkan atasmu. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu di dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (Luqman: 12-19)

 

Nasihat Indah Ibnul Qayyim

Barangsiapa tidak mengenal dirinya, mana mungkin dia mengenal penciptanya. Ketahuilah, Allah telah menciptakan di dadamu sebuah rumah. Itulah hati. Dan Allah telah meletakkan di dadamu singgasana untuk mengilmui Allah yang keagungan-Nya beristiwa` padanya dan Allah dengan dzatnya istiwa` di atas ‘Arsy-Nya, berbeda dengan makhluk-Nya. (Bagi Allah) perumpamaan yang tinggi dalam mengetahui-Nya, mencintai-Nya, dan mentauhidkan-Nya beristiwa’ di atas ranjang hati, dan ranjang permadani ridha. Allah letakkan di sebelah kanan dan kirinya para penjaga syariat-Nya dan peritah-perintah-Nya. Allah membukakan pintu menuju surga rahmat-Nya, tenteram bersama-Nya dan benar-benar berharap ingin berjumpa dengan-Nya.

Allah telah menurunkan hujan dengan siraman firman-firman-Nya yang dengannya tumbuh wewangian dan pepohonan yang berbuah segala bentuk ketaatan seperti bertahlil, bertasbih, bertahmid dan mensucikan Allah. Allah menjadikan di tengah-tengah kebun tersebut pohon ma’rifah (pengetahuan) yang memberikan buah sepanjang masa dengan seijin dari Rabbnya berupa cinta, bertaubat, takut bergembira dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Allah mengalirkan dari (celah-celah) pohon tersebut apa yang akan menyiraminya berupa penggalian firman-firman-Nya, memahaminya, dan mengamalkan segala wasiat-Nya. Dan Allah menggantungkan di dalam persinggahan tersebut, lentera yang meneranginya dengan cahaya pengetahuan dan dengan keimanan dan mentauhidkannya.

(Lentera) itu bersambung dari pohon yang berbarakah dan mengandung minyak yang tidak diketahui ujung timur dan baratnya, hampir-hampir minyaknya akan menerangi walaupun tidak disentuh api. Kemudian Allah melingkarinya dengan pagar yang akan mencegah segala hama perusak yang akan masuk. Barangsiapa mengganggu kebun, niscaya mereka tidak akan sanggup dan Allah meletakkan penjaga dari kalangan Malaikat yang akan menjaganya baik di waktu dia tertidur ataupun terjaga.

Kemudian Allah mengingatkan pemilik kebun dan rumah tersebut untuk dia tinggal padanya dan selalu membersihkan tempat tinggalnya serta segala apa yang akan mengotorinya agar penghuninya ridha (untuk menempatinya). Ketika dia merasa-kan ada sesuatu yang mengotorinya dia berusaha untuk membersihkannya karena khawatir jika yang menempatinya itu (tidak) mau tinggal padanya. Aduhai betapa nikmatnya orang yang tinggal padanya dan tempat tinggal tersebut.” (Al-Fawa`id hal. 190)

Beberapa faidah:

  1.  Kenalilah dirimu.
  2.  Menjaga segumpal daging, yang bila baik akan menentukan kebaikan anggota jasad dan bila rusak akan menetukan kerusakan seluruh jasad.
  3.  Bila kamu menjaga dan menerima segala yang datang dari Allah niscaya perlindungan dan pemeliharaan-Nya akan selalu menyertaimu. Wallahu a’lam.

Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi

 

[1] HR. Al-Imam Muslim no. 4674 dari shahabat Abu Dzar radhiallahu ‘anhu

[2] HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 69, 2884, 6768 dan Muslim no. 1718, 1721 dari shahabat Mu’awiyah bin Abu Sufyan

[3] 3 HR. Al-Imam Muslim no. 4867 dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu

[4]  HR. Ibnu Majah no. 220 dari shahabat Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu

[5] HR. Al-Imam At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ad-Darimi dari shahabat Abu Darda` radhiallahu ‘anhu

[6] HR. Al-Imam Bukhari no. 5933 dari shahabat Ibnu Abbas
[7] HR. Al-Imam Muslim no. 4816

[8] HR. Al-Imam At-Tirmidzi no. 2341 dan diriwayatkan dari shahabat Abdullah bin Mas’ud dan Abu Sa’id Al-Khudri

[9] HR. Al-Imam Bukhari no. 5937