Membersihkan Najis Hukmiyah

Pertanyaan:

Apakah benar mazhab Maliki memiliki pendapat bahwa najis hukmiyah tidak berpindah? Lalu apakah jika kedua-duanya basah juga tidak berpindah? Seperti, kaki yang basah menginjak lantai basah yang ada najis hukmiyahnya.

Apakah semua perabotan atau benda yang terkena najis hukmiyah harus dibersihkan? Jika iya, cukup banyak perabotan yang terkena dan cukup melelahkan. Saya sudah membersihkannya, tetapi ada benda yang belum saya bersihkan dan terkena bebasahan, otomatis menjadi najis. Dan sudah terpegang benda lainnya. Apakah saya diharuskan membersihkan lagi?

Jawaban:

Najis hukmiyah adalah sesuatu yang dihukumi najis karena terkena atau tersentuh oleh sesuatu yang najis. Misalnya, lantai atau pakaian yang terkena atau tersentuh oleh kotoran atau air seni manusia.

Mazhab Maliki berpendapat bahwa apabila najis yang mengenai sesuatu sudah dihilangkan dengan zat cair dan sudah tidak tampak lagi kotoran najis tersebut, hukum najisnya tidak berpindah. Al-Khalil (salah seorang ulama mazhab Maliki) berkata, “Selama zat najis sudah hilang walaupun bukan dengan air mutlak, tidaklah menjadi najis bersentuhan dengannya.” (Mukhtashar al-Khalil 1/18)

Baca juga: Najis, Mudah Dijumpai Jarang Dikenali

Bahkan, menurut pendapat sebagian ulama (seperti halnya mazhab Hanafi dan salah satu riwayat dalam mazhab Hanbali), sesuatu yang ada padanya najis kemudian sudah hilang atau bersih, maka sudah hilang hukum najisnya walaupun hilangnya bukan dengan perlakuan manusia atau dengan air. Pendapat ini justru yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Kesimpulannya, apabila najis pada sesuatu sudah hilang, najisnya tidak berpindah meskipun medianya sama-sama basah. Sebab, hukum asal segala sesuatu adalah suci dan tidak menjadi najis hanya semata-mata prasangka, selama tidak tampak atau terbukti adanya najis yang masih tersisa. Wallahu a’lam.

Sebagai nasihat, hendaknya kita tidak terlalu memperumit diri dalam hal-hal seperti ini. Sementara itu, syariat sendiri tidak membebani kita dengannya. Sebab, sikap seperti ini merupakan pintu masuknya setan untuk memengaruhi seseorang sehingga menjadi bingung dalam urusan agamanya. Atau mengalihkan perhatiannya kepada perkara-perkara yang membuat dia bersikap tanaththu’ atau ghuluw (berlebihan), yang akhirnya membuat dirinya tertimpa penyakit waswas. Semoga Allah selalu melindungi kita darinya.

Seseorang wajib menghindari hal-hal seperti ini. Ketika seseorang tidak memedulikan hal/sikap/pikiran seperti ini, tidak berarti dia melalaikan hak Allah. Justru bisa dikatakan bahwa yang seperti ini wajib dijauhi karena bisa mengantarkannya terkena waswas. Akibatnya, dia selalu dalam keadaan ragu dan bingung dalam urusan agamanya.

Kami sarankan pula Anda membaca beberapa artikel berikut:

Waswas Saat Bersuci
Waswas Keluar Air Kencing
Membersihkan Najis yang Tersebar

Wallahu a’lam bish-shawab.

(Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar)