Orang seperti Syaikh al-Albani tentu aktif di medan dakwah, kendati ayahnya cenderung mengarahkannya kepada mazhab Hanafi agar menjadi ulamanya. Namun, Allah subhanahu wa ta’ala menghendaki lain. Ketekunan terhadap ilmu hadits menyebabkan beliau tidak mau terikat dengan mazhab tertentu. Bahkan, beliau terikat dengan empat mazhab sekaligus dalam hal prinsip mereka, yaitu mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sahih dengan pemahaman salafush shalih, para pendahulu yang saleh.
Karena itu, jangan heran apabila Syaikh al-Albani termasuk ulama yang sangat getol menyerukan paham salaf. Ini bukan hal baru dari beliau. Tidak lain beliau hanya mengikuti pendahulunya dan imam pertamanya, yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Simaklah tutur kata beliau berikut ini.
“Sesungguhnya, kata ‘salaf’ sangat dikenal dalam bahasa Arab dan syariat. Yang kami anggap penting di sini adalah pembahasannya dari sisi syariat.
Sungguh, telah sahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau berpesan kepada putrinya, Sayyidah Fathimah radhiallahu anha, pada saat sakitnya yang berakhir dengan kematiannya, ‘Bertakwalah kamu kepada Allah dan bersabarlah, sebaik-baik salaf untukmu adalah aku’.
Ulama pun sangat sering menggunakan kata ini. Terlalu banyak untuk dihitung. Cukup bagi kita satu contoh, yaitu apa yang mereka pakai sebagai hujah dalam memerangi bid’ah,
Segala kebaikan adalah dengan mengikuti orang salaf (yang terdahulu)
dan segala kejelekan adalah dalam hal perbuatan bid’ah orang-orang belakangan
Baca juga: Jalan Salaf Jaminan Kebenaran
Akan tetapi, ada sebagian orang—yang menganggap dirinya sebagai ulama—mengingkari penyebutan ini (salafi) dengan dalih bahwa hal itu tidak ada dasarnya. Katanya, ‘Tidak boleh seorang muslim mengatakan, ‘Saya salafi’.’
Seolah-olah dia mengatakan, ‘Tidak boleh seorang muslim mengatakan, ‘Saya mengikuti salafush shalih dalam hal akidah, ibadah, atau suluk mereka.’
Tidak diragukan bahwa pengingkaran semacam ini—kalau dia benar-benar sengaja—maka konsekuensinya adalah berlepas diri dari Islam yang benar. Syariat Islam yang para pendahulu kita yang saleh berada padanya, yang pada ujungnya adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Demikian diisyaratkan oleh hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang mutawatir dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, serta selain keduanya,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
‘Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang yang setelah mereka, kemudian orang-orang yang setelah mereka.’
Maka dari itu, seseorang justru tidak boleh berlepas diri dari penisbatan kepada salafush shalih.”
Baca juga: Mengapa Harus Manhaj Salaf?
Syaikh al-Albani sadar bahwa siapa pun yang menelusuri jalan ini, pastilah menghadapi berbagai penentangan, bahkan celaan, cercaan, dan tuduhan yang tidak sepantasnya. Namun, itu semua tidak membuat beliau gentar. Dengan penuh kesadaran sekaligus kesiapan, beliau mengungkapkan,
“Sungguh, ketika aku canangkan manhaj ini pada diriku, yaitu berpegang teguh dengan As-Sunnah yang sahih, dan aku praktikkan dalam buku-buku karyaku, aku sadar bahwa kelak semua kelompok dan mazhab tidak akan ridha terhadapnya. Bahkan, kelak sebagian atau mayoritas akan mengarahkan celaan dan tulisan yang mencacatku.
Akan tetapi, itu tidak masalah bagiku. Sebab, aku juga tahu bahwa mencari ridha manusia adalah sebuah tujuan yang tidak mungkin dicapai dan bahwa, “Barang siapa mencari ridha manusia dengan melakukan hal yang dimurkai oleh Allah, maka Allah akan menyerahkannya kepada manusia,”[1] sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Sungguh indah ucapan seseorang yang mengatakan,
Dan aku tidak akan selamat dari ucapan orang yang mencela
walaupun aku berada di dalam gua, di atas gunung yang berlumpur
Siapakah yang selamat dari ucapan manusia
walaupun bersembunyi dari mereka di antara dua sayap burung elang.
Baca juga: Benarkah Salafi Adalah Pintu Masuk Terorisme?
Namun, yang sangat menyakitkan bagi Syaikh al-Albani adalah bilamana permusuhan itu muncul dari orang yang mengaku bermanhaj salaf juga.
“Sungguh, aku terzalimi oleh banyak orang yang mengaku berilmu. Bahkan, bisa jadi sebagiannya adalah orang yang disangka bahwa dia bersama kita di atas manhaj salaf. Akan tetapi, apabila memang benar dia di atas manhaj salaf, berarti dia adalah orang yang hatinya telah dimakan oleh kebencian dan iri.”
Hasil Karya Syaikh Al-Albani
“Apabila jiwa-jiwa itu besar, niscaya jasmani-jasmani pun letih saat mengikuti kemauannya.”
Itulah yang terjadi pada Syaikh al-Albani. Beliau telah meletihkan tubuhnya demi mengikuti kemauan jiwanya. Namun, itu semua bukan dalam hal yang hampa atau sia-sia. Buktinya, lihatlah hasil kerja kerasnya.
Tercatat kurang lebih dua ratus karya, mulai ukuran satu jilid kecil, besar, hingga yang berjilid-jilid, baik dalam bentuk karya tulis pena beliau, takhrij (koreksi hadits) pada karya orang lain, buku khusus takhrij hadits, maupun tahqiq, yaitu penelitian atas kitab tertentu dari segala sisinya, lalu dituangkan dalam catatan kaki pada kitab tersebut. Sebagiannya telah lengkap dan sebagian yang lain belum sempurna.
Di antara yang paling populer adalah
-
Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah wa Syai’un min Fiqhiha wa Fawaidiha, sampai jilid 9
Karya ini berisikan studi ilmiah terhadap hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk dinyatakan sahih melalui ilmu musthalah hadits. Berdasarkan penomeran terakhir dari kitab itu, jumlah hadis yang tertera adalah 4.035 buah.
-
Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah wa Atsaruha as-Sayyi’ alal Ummah, sampai jilid 14
Karya ini berisikan studi ilmiah atas hadits-hadits untuk dinyatakan lemah atau palsu (maudhu’). Rata-rata setiap jilid berisi lima ratus hadits.
-
Irwa’ul Ghalil, 8 jilid
Kitab ini berisikan takhrij (studi ilmiah) atas hadits-hadits dalam kitab Manarus Sabil. Berdasarkan penomeran di jilid terakhir, jumlah haditsnya sebanyak 2.707 buah.
-
Shahih & Dha’if Jami’ ash-Shaghir wa Ziyadatihi
Keduanya berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh as-Suyuthi. Syaikh al-Albani lalu memberikan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, sahih atau dha’if. Yang sahih berjumlah 8.202 hadits dan yang tidak sahih berjumlah 6.452 hadits.
-
Shahih Sunan Abi Dawud dan Dha’if Sunan Abi Dawud
Keduanya berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Abu Dawud. Syaikh al-Albani memberikan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah sahih, dha’if, atau yang lain. Jumlah haditsnya sebanyak 5.274 buah.
-
Shahih Sunan at-Tirmidzi dan Dha’if Sunan at-Tirmidzi
Keduanya berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh at-Tirmidzi. Syaikh al-Albani lalu memberikan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai apakah sahih, dha’if, atau yang lain. Jumlah haditsnya mencapai 3.956 buah.
-
Shahih Sunan an-Nasa’i dan Dha’if Sunan an-Nasa’i
Keduanya berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh an-Nasai. Syaikh al-Albani lalu memberikan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah sahih, dha’if, atau yang lain. Jumlahnya sebanyak 5.774 hadits.
-
Shahih Sunan Ibnu Majah dan Dha’if Sunan Ibnu Majah
Kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Ibnu Majah; Syaikh al-Albani lalu memberikan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, sahih atau dha’if. Jumlah haditsnya sebanyak 4.341 buah.
Bayangkan, dari kitab ini saja, sudah berapa ribu hadits yang beliau kaji secara ilmiah. Belum lagi buku-buku yang lain. Semuanya itu beliau lakukan dalam kurun waktu sekitar 65 tahun sejak usia 20-an hingga akhir hayatnya. Sungguh, umur yang berkah.
Baca juga: Umur, Anugerah yang Banyak Diabaikan
Semua ini adalah realisasi proyek beliau yang besar. Beliau menyebutnya Taqribus Sunnah Baina Yadayil Ummah, “mendekatkan As-Sunnah ke hadapan umat.” Tujuannya adalah memudahkan umat secara umum untuk mengambil hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang sahih secara instan, tanpa kepayahan untuk mempelajarinya dahulu.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalasi jerih payah Syaikh al-Albani; niatan yang tulus dari seorang yang mencintai As-Sunnah. Sungguh, kemudahan itu betul-betul dirasakan oleh para penuntut ilmu. Ulama—bahkan musuh dakwahnya sekalipun—mengambil faedah dari takhrij (studi hadits) beliau.
Prestasi yang Dicapai
Tentu bukan prestasi duniawi yang beliau cari, dan Allah subhanahu wa ta’ala tentu lebih tahu. Namun, bagaimana pun dan siapa pun yang memuliakan Sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Allah subhanahu wa ta’ala akan memuliakannya di dunia dan di akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan kepadanya bagian dari ayat-Nya,
وَرَفَعۡنَا لَكَ ذِكۡرَكَ
“Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.” (asy-Syarh: 4)
Hal ini sebagai balasan yang segera di dunia.
Berikut ini beberapa prestasi yang dicapai oleh Syaikh al-Albani.
- Dipilih oleh Fakultas Syariah Universitas Damaskus untuk melakukan studi hadits dalam fikih jual beli dalam Mausu’ah (Ensiklopedi) Fiqh Islami.
- Terpilih sebagai anggota Dewan Hadits yang dibentuk pada masa persatuan antara Mesir dan Syria, untuk mengawasi penyebaran buku-buku hadits dan tahqiq-nya.
- Diminta menjadi dosen di Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia, 1381—1383 H.
- Terpilih sebagai anggota al-Majlis al-A’la, majelis tertinggi di Universitas Islam Madinah, 1395—1398 H.
- Ditawari untuk menjadi pengawas pada bagian pascasarjana di Universitas Ummul Qura Makkah, tetapi beliau menolaknya.
- Jamiah (Universitas) Salafiyyah Binaris (Varanasi) di India menawari beliau untuk menjadi guru besar hadits, tetapi beliau menolaknya.
- Mendapat kehormatan untuk memperoleh penghargaan internasional Raja Faishal pada 1419 H karena karya-karya beliau dalam ilmu hadits.
Catatan Kaki
[1] HR. at-Tirmidzi no. 2414, lihat ash-Shahihah no. 2311.