UMMU HAKIM BINTU AL-HARITS

(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran)

 

Ramadhan, tahun ke-8 hijriyah. Pertolongan dan kemenangan dari sisi Allah l telah datang. Dulu, Rasulullah n dan kaum muslimin pergi dari tanah air mereka dalam keadaan terhina dan tertindas. Kini, dengan segenap kemuliaan, Allah l buka negeri Makkah untuk mereka.

Pasukan muslimin datang bak gelombang yang menggoncangkan nyali. Dengan sepenuh tawadhu’ dan ketundukan kepada Rabbnya, Rasulullah n memasuki negeri Makkah, diiringi pasukan Muhajirin dan Anshar. Sembari mengenakan sorban hitam, beliau menunduk dalam-dalam hingga dagu beliau hampir-hampir menyentuh punggung tunggangannya.

Penduduk Makkah kocar-kacir. Sebagian menutup dan mengunci pintu rumahnya, sebagian lagi berlindung di Baitul Haram, untuk mendapatkan keamanan sebagaimana jaminan Rasulullah n.

Hari itu adalah hari dimuliakannya Quraisy dengan masuk Islamnya mereka secara berbondong-bondong. Di antara mereka ada Ummu Hakim bintu Al-Harits bin Hisyam bin Al-Mughirah bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Makhzum Al-Makhzumiyyah x, istri ‘Ikrimah bin Abi Jahl. Dulu ketika masih kafir, Ummu Hakim pernah menyertai pasukan kaum kafir dalam pertempuran Uhud.

Bila Ummu Hakim berislam, tidak demikian dengan suaminya, Ikrimah bin Abi Jahl. Dia menyadari, dia dan ayahnya selama ini amat memusuhi Islam dan muslimin. Jiwanya terancam di hari kemenangan kaum muslimin ini. Dia pun memilih untuk lari menuju Yaman dengan menumpang sebuahkapal.

Namun nun di tengah lautan, kapal itu diterjang badai. Para penumpang kapal mengatakan satu sama lain, “Ikhlaslah kalian! Tuhan-tuhan kalian tidak berguna bagi kalian di sini!”

Ikrimah mendengar ucapan itu. “Demi Allah, kalau tidak ada yang bisa menyelamatkanku di tengah lautan kecuali ikhlas, tentunya tak ada pula yang menyelamatkanku di daratan kecuali ikhlas pula!” kata Ikrimah pada dirinya.

“Ya Allah, aku berjanji kepada-Mu. Jika Engkau menyelamatkanku dari musibah yang kualami ini, aku akan mendatangi Muhammad, lalu kuletakkan tanganku dalam genggamannya. Sungguh, aku tidak mendapatinya kecuali dia itu orang yang sangat pemaaf lagi dermawan,” janjinya kemudian.

Sementara itu di negeri Makkah, Ummu Hakim x meminta izin Rasulullah n untuk mencari suaminya sekaligus meminta jaminan keamanan untuknya. Rasulullah n pun mengabulkan permohonan Ummu Hakim. Akhirnya Ummu Hakim pun bertemu suaminya. Ummu Hakim mengajaknya untuk menghadap Rasulullah n. Ikrimah pun masuk Islam.

Setelah keislamannya, Ikrimah turut dalam berbagai peperangan, hingga terbunuh dalam sebuah pertempuran di Ajnadin pada masa pemerintahan Abu Bakr Ash-Shiddiq z. Sepeninggal suaminya, Ummu Hakim dipinang oleh Yazid bin Abi Sufyan.

Di saat yang sama, Khalid bin Sa’id ibnul ‘Ash z juga mengirim utusan untuk menawarkan agar Ummu Hakim mau menikah dengannya. Ummu Hakim menerima pinangan Khalid bin Sa’id. Menikahlah Ummu Hakim dengan Khalid bin Sa’id z dengan mahar empat ratus dinar.

Bertepatan saat itu, pasukan muslimin sedang bersiap menghadapi Romawi di Marjush Shuffar. Khalid bin Sa’id z membawa serta Ummu Hakim. Tiba di Marjush Shuffar, Khalid berniat untuk bermalam pengantin dengan Ummu Hakim.

“Andai kau tangguhkan sampai Allah l kalahkan pasukan musuh,” ujar Ummu Hakim saat itu.

“Sesungguhnya aku merasa, aku akan terbunuh dalam peperangan ini,” kata Khalid.

“Kalau begitu, lakukanlah!” kata Ummu Hakim kemudian.

Malam itu mereka lalui di dalam kemah di sisi sebuah jembatan yang kelak dikenal dengan nama Jembatan Ummu Hakim.

Keesokan harinya, Khalid bin Sa’id mengadakan walimah pernikahannya dengan Ummu Hakim. Belum usai mereka menikmati hidangan walimah itu, pasukan Romawi datang. Salah seorang dari mereka menantang duel satu lawan satu. Tantangan itu disambut oleh Abu Jandal bin Suhail bin ‘Amr z, namun dicegah oleh Abu ‘Ubaidah z. Akhirnya tantangan itu dilayani oleh Habib bin Maslamah hingga tentara Romawi itu berhasil dihabisinya. Habib pun kembali ke tempatnya. Ketika datang tantangan berikutnya, Khalid bin Sa’id z maju ke depan. Namun Allah l takdirkan Khalid bin Sa’id gugur dalam pertempuran satu lawan satu itu.

Setelah suaminya wafat, Ummu Hakim pun mengikatkan bajunya. Sementara kaum muslimin mulai bertempur dahsyat di sungai melawan pasukan Romawi. Dia pun muncul dari tenda, sementara pada dirinya masih berbekas wewangian. Dengan tiang tenda tempatnya bermalam dengan sang suami yang telah tiada, Ummu Hakim membunuh tujuh orang pasukan Romawi.

Ummu Hakim bintu Al-Harits, semoga Allah l meridhainya.

 

Sumber bacaan:

Al-Bidayah wan Nihayah, Al-Imam Ibnu Katsir (4/285)

Al-IshabahAl-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani (4/443-444, 8/379-380)

Al-Isti’abAl-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (2/37-39,579)

Ath-Thabaqatul KubraAl-Imam Ibnu Sa’d (10/248-249)