Hukum Permainan Capit Boneka

Pertanyaan:

Bolehkah seorang bermain capit boneka yang biasa ada di mal? Untuk bisa memainkannya, seseorang harus memasukkan koin ke dalam mesin capit boneka. Koin itu dibeli dengan uang. Setelah mesinnya beroperasi, orang tersebut menggerakkan capitnya untuk mengambil boneka. Terkadang dapat, tetapi seringnya tidak. Bagaimana hukumnya?

Jawaban:

Permainan capit boneka dan yang semisalnya termasuk dalam kategori perjudian. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٌ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٩٠ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱلشَّيۡطَٰنُ أَن يُوقِعَ بَيۡنَكُمُ ٱلۡعَدَٰوَةَ وَٱلۡبَغۡضَآءَ فِي ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِ وَيَصُدَّكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَعَنِ ٱلصَّلَوٰةِۖ فَهَلۡ أَنتُم مُّنتَهُونَ ٩١

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (al-Maidah: 90—91)

Demikian juga hukumnya setiap transaksi atau permainan yang bersifat adu nasib antara untung dan rugi setelah seseorang melakukan pembayaran. Dalam kamus fikih, transaksi atau permainan seperti ini disebut dengan ya nasib.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah mengatakan bahwa transaksi dengan sistem ya nasib adalah model permainan undian. Yang seperti ini adalah perjudian yang haram berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijmak.

Beliau juga berkata bahwa harta yang diperoleh dari hasil judi/undian adalah penghasilan yang haram, wajib ditinggalkan dan berhati-hati darinya. (Fatawa Islamiyah, Ibnu Baz 4/422, dan Fatawa Ulama Baladil Haram hlm. 643)

Wallahu a’lam bish-shawab.

(Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar)