Tidak Memberi Peminta-minta

Pertanyaan:

Ada seorang laki-laki yang sudah berpuluh-puluh tahun hampir setiap bulan datang ke rumah untuk meminta uang. Sebenarnya, dilihat dari kondisinya, dia masih bisa bekerja. Jika terkadang kita tidak memberi uang atau membiarkan orang tersebut agar dia berusaha dan tidak meminta-minta terus, apakah boleh?

Jawaban:

Tidak mengapa kita tidak memberikan permintaan orang yang suka meminta-minta agar dia berusaha atau bekerja. Terlebih lagi jika orang tersebut berfisik kuat dan mampu bekerja. Sebab, orang seperti ini tidak berhak menerima zakat yang wajib.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لَا حَظَّ فِيهَا لِغَنِيٍّ وَلَا لِقَوِيٍّ مُكْتَسِبٍ

Tidak ada bagian zakat untuk orang yang berkecukupan dan orang yang kuat lagi mampu bekerja.” (HR. Abu Dawud no. 1633 dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam kitab Shahih Sunan an-Nasai no. 2435)

Di sisi lain, suka meminta-minta adalah perbuatan yang tercela. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَزَالُ الْمَسْأَلَةُ بِأَحَدِكُم حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَلَيسَ فِي وَجهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

“Terus-menerus salah seorang dari kalian meminta-minta sampai dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di mukanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim no. 1040 dari sahabat Ibnu Umar radhiallahu anhuma)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

وَكَرِهَ لَكُمْ: قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ المَالِ

Dia (Allah) membenci bagi kalian: qiila wa qaala (katanya dan katanya), banyak meminta-minta, dan menyia-nyiakan harta.” (HR. Muslim no. 1715 dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Sisi Kerusakan Suka Meminta-minta

Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata,

“Ada tiga mafsadat (kerusakan) dalam perbuatan suka meminta-minta kepada makhluk:

  1. Mafsadat dalam bentuk ketergantungan pada selain Allah. Yang seperti ini termasuk bentuk kesyirikan.
  2. Mafsadat berupa mengganggu makhluk yang diminta. Ini merupakan bentuk kezaliman terhadap makhluk.
  3. Mafsadat berupa perendahan diri kepada selain Allah. Ini termasuk perbuatan menzalimi diri sendiri.”

(Mudzakkirah al-Hadits an-Nabawi fil ‘Aqidah wal Ittiba’, hlm. 36, terbitan Darul Minhaj)

Wallahu a’lam bish-shawab.

(Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar)