Adab Keluar Rumah

Saudariku muslimah…

Telah termaktub dalam al-Qur’an, ayat yang berbunyi,

وَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكُنَّ

“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian.” (al-Ahzab: 33)

Perintah untuk berdiam di dalam rumah ini datang dari Dzat Yang Maha Memiliki Hikmah, Dzat yang lebih tahu tentang perkara yang memberikan maslahat (kebaikan) bagi hamba-hamba-Nya. Ketika Dia menetapkan wanita harus berdiam dan tinggal di rumahnya, Dia sama sekali tidak berbuat zalim kepada wanita, bahkan ketetapan-Nya itu sebagai tanda akan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya.

Saudariku muslimah…

Walaupun syariat menetapkan engkau harus tinggal di rumahmu, namun bila ada kepentingan darurat, dibolehkan bagimu keluar rumah dengan memerhatikan adab-adab berikut ini.

  • Kenakanlah hijabmu yang syar’i.[1]

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

        يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanitanya kaum mukminin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita baik-baik) sehingga mereka tidak diganggu…” (al-Ahzab: 59)

  • Hindari memakai wangi-wangian karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

        كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالَجْمْلِسِ فَهِيَ كَذَا وَكَذَا

“Setiap mata itu berzina. Bila seorang wanita memakai wewangian kemudian ia melewati majelis laki-laki (yang bukan mahramnya) maka wanita itu begini dan begitu.” (HR. at-Tirmidzi no. 2937, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, no. 2237)

Dalam riwayat Ahmad (4/414),

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِقَوْمٍ لِيَجِدُوْا رِيْحَهَا فَهيِ زَانِيَةٌ

“Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian, kemudian ia melewati satu kaum agar mereka mencium wanginya, maka wanita itu pezina.” (Dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh Muqbil dalam al-Jami’us Sahih, 4/311)

  • Ketika berjalan, janganlah menggesek-gesekkan sandal/sepatumu dengan sengaja dan jangan pula menghentak-hentakkan kakimu agar terdengar suara gelang kaki yang engkau kenakan, karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

          وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِأَرۡجُلِهِنَّ لِيُعۡلَمَ مَا يُخۡفِينَ مِن زِينَتِهِنَّۚ

“Dan janganlah mereka (para wanita) memukulkan kaki-kaki mereka ketika berjalan agar diketahui apa yang disembunyikan dari perhiasan mereka.” (an-Nur: 31)

  • Jangan pula engkau berlenggak lenggok ketika berjalan sehingga mengundang pandangan lelaki sementara Rasulmu shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia telah mengabarkan:

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

“Wanita itu aurat maka bila ia keluar rumah, syaitan menyambutnya.” (HR. at-Tirmidzi no. 1183, dinyatakan sahih asy-Syaikh al-Albani dalam Irwaul Ghalil no. 273, dan asy-Syaikh Muqbil dalam ash-Shahihul Musnad, 2/36)

Setan menjadikan pandangan lelaki tertuju kepada si wanita, menghias-hiasi dan mempercantiknya dalam pandangan lelaki sehingga mereka terfitnah dengan wanita tersebut.[2]

  • Apabila engkau berjalan bersama saudaramu ataupun temanmu sesama wanita sementara di sana ada lelaki, maka tahanlah untuk berbicara, bukan karena suara wanita itu aurat namun karena kekhawatiran lelaki akan terfitnah ketika mendengar suara wanita.

Bila terpaksa berbicara dengan lelaki (yang bukan mahrammu), berbicaralah dengan wajar tanpa mendayu-dayu dan melembut-lembutkan suaramu. Demikianlah yang Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan dalam firman-Nya,

          يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِيِّ لَسۡتُنَّ كَأَحَدٖ مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِنِ ٱتَّقَيۡتُنَّۚ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِٱلۡقَوۡلِ فَيَطۡمَعَ ٱلَّذِي فِي قَلۡبِهِۦ مَرَضٞ وَقُلۡنَ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗا ٣٢

“Maka janganlah kalian melembut-lembutkan suara[3] ketika berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (al-Ahzab: 32)

  • Apabila engkau telah menikah, minta izinlah kepada suamimu ketika keluar rumah sampaipun engkau hendak keluar untuk shalat di masjid, sebagaimana diisyaratkan permintaan izin ini dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلاَ يَمْنَعْهَا

“Apabila istri salah seorang dari kalian minta izin ke masjid maka janganlah ia melarangnya.” (HR. al-Bukhari no. 873 dan Muslim no. 442)

  • Bila jarak perjalanan yang ditempuh adalah jarak safar maka engkau harus didampingi mahrammu karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ

“Tidak boleh seorang wanita safar kecuali bersama mahramnya.” (HR. Muslim no. 1341)

  • Hindarilah dari berdesak-desakan dengan lelaki
  • Berhiaslah dengan rasa malu
  • Tundukkanlah pandangan matamu, jangan melemparkannya ke kiri dan ke kanan kecuali bila ada kebutuhan, karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

        وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ

“Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminat: Hendaklah mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka….” (an-Nur: 31)

Saudariku muslimah…

Demikianlah beberapa adab Islami yang sepatutnya engkau pegangi saat keluar dari rumahmu, sungguh kemuliaan kan kau raih bila senantiasa berpegang dengan adab yang diajarkan agamamu. Sebaliknya kehinaan kan kau terima ketika ajaran agamamu engkau tinggalkan jauh di belakang punggungmu. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi taufik kepada kita untuk selalu mengikuti kebenaran dan berpegang teguh dengannya sampai tiba saatnya pertemuan dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Amin….

Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Ditulis oleh al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah


[1] Lihat pembahasan tentang hijab dalam rubrik “Menggapai Satu Kemuliaan”.

[2] Tuhfatul Ahwadzi, 4/283

[3] Berbicara dengan mendayu-dayu sehingga membangkitkan syahwat lelaki yang mendengarnya sebagaimana seorang istri berbicara dengan suaminya. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/491)