Hidayah al-Irsyad wal Bayan

Yang dimaksud hdiayah al-irsyad wal bayan adalah hidayah dengan makna bimbingan dan penjelasan tentang jalan kebaikan dan kejelekan, jalan keselamatan dan kebinasaan. Bimbingan kepada jalan kebaikan itu untuk ditapaki, sedangkan penjelasan tentang jalan kejelekan itu untuk dihindari dan dijauhi.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَهَدَيۡنَٰهُ ٱلنَّجۡدَيۡنِ

“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” (al-Balad: 10)

Maksudnya adalah jalan kebaikan dan jalan kejelekan. Allah subhanahu wa ta’ala telah memberi hidayah, yakni bimbingan dan penjelasan, tentang jalan keselamatan dan jalan kesesatan kepada setiap insan. (Taisir al-Karim ar-Rahman, surah al-Balad: 10)

Hidayah dengan makna di atas hanya diberikan kepada para mukalaf, yakni manusia dan jin, karena merekalah yang diberi beban meniti jalan keselamatan dan menjauh dari jalan penyimpangan. (Syifa’ul ‘Alil hlm. 191)

Siapa yang Bisa Memberikan Hidayah al-Irsyad wal Bayan?

Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menyebutkan beberapa pihak yang dapat memberikan hidayah ini.

  1. Allah subhanahu wa ta’ala

Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa Dialah yang memberi hidayah kepada mukalaf, lalu di antara mereka ada yang bersyukur dan ada yang kufur. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِنَّا هَدَيۡنَٰهُ ٱلسَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا

“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (al-Insan: 3)

  1. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَإِنَّكَ لَتَهۡدِيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسۡتَقِيمٍ

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (asy-Syura: 52)

  1. Al-Qur’anul Karim

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِنَّ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ يَهۡدِي لِلَّتِي هِيَ أَقۡوَمُ

“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus….” (al-Isra: 9)

  1. Pengikut para nabi

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu,

فَوَاللهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

“Sungguh, demi Allah, apabila Allah memberi hidayah kepada satu orang saja melalui (petunjuk)mu, itu lebih baik bagimu daripada unta merah.” (HR. al-Bukhari no. 3701 dan Muslim no. 2406, dari Sahl bin Sa’d as-Sa’idi radhiallahu anhu) (Syarh al-’Aqidah al-Wasithiyah karya Khalil Harras hlm. 41, dengan ta’liq Yasin al-’Adni)

Baca juga: Hidayah Umum bagi Setiap Makhluk

Ada yang perlu dicermati dari dalil-dalil di atas dan dalil-dalil lain yang berbicara tentang hidayah al-irsyad wal bayan wa ad-da’wah. Hal itu ialah bahwa hidayah Allah, Rasulullah, Al-Qur’an, dan para pengikut nabi adalah hidayah kepada ash-shirathal mustaqim (jalan yang lurus) serta kepada petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Oleh karena itu, barang siapa menyeru (berdakwah) kepada Allah, Rasul dan petunjuk Al-Qur’an, dialah orang yang disebut dengan pemberi hidayah al-irsyad wal bayan. Adapun yang menunjuki orang lain kepada selain jalan Allah dan Rasul-Nya serta petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah, dia tidak disebut sebagai pemberi hidayah, tetapi dijuluki sebagai penyeru kesesatan.

Hidayah inilah yang dikenal sebagai hujah Allah subhanahu wa ta’ala atas segenap makhluk-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan mengazab siapa pun sebelum hidayah ini ditegakkan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبۡعَثَ رَسُولًا

“Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (al-Isra: 15)

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,

وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِلَّ قَوۡمَۢا بَعۡدَ إِذۡ هَدَىٰهُمۡ حَتَّىٰ يُبَيِّنَ لَهُم مَّا يَتَّقُونَۚ

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi ….” (at-Taubah: 115) (lihat Syifa’ul ‘Alil hlm. 191)

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa hidayah ini adalah sebab sekaligus syarat, bukan sebuah konsekuensi yang mengharuskan. (Badai’ul Fawaid, 2/190)

Maksudnya, hidayah ini merupakan sebab dan syarat untuk mendapatkan taufik dari Allah subhanahu wa ta’ala, tercapainya keimanan, serta masuk ke dalam surga. Terkadang syarat tersebut terpenuhi, terkadang tidak.

Baca juga: Hidayah at-Taufiq wal Ilham

Ketika Allah subhanahu wa ta’ala, Rasul shallallahu alaihi wa sallam, dan Al-Qur’an menyampaikan hidayah kepada segenap mukalaf, tidak semua dari mereka diberi taufik oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk menerimanya. Ada yang menerima dan ada yang tidak. Lihat pembahasan tentang surah al-Insan ayat 3 yang telah lalu.

“Oleh karena itu, siapa saja yang berpegang teguh dengan agama yang lurus ini dan mengikuti hidayah yang dibawa oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang mulia ini, berarti dia diberi taufik kepada ash-shirathal mustaqim (jalan yang lurus), jannah (surga) yang abadi, dan kenikmatan yang kekal,” demikian penjelasan Imam as-Safarini al-Hambali dalam kitabnya, Lawami’ul Anwar as-Saniyah (1/169, cet. I, Maktabah ar-Rusyd, KSA, tahun 1421 H/2000 M).

Siapa saja yang tidak menerima dan mengikuti hidayah ini, berarti dia masih dalam kekufuran atau kesesatannya. Dia tidak mendapatkan taufik dari Allah subhanahu wa ta’ala dan tidak memegang kunci untuk masuk surga.

Cermatilah firman Allah subhanahu wa ta’ala berikut ini.

وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيۡنَٰهُمۡ فَٱسۡتَحَبُّواْ ٱلۡعَمَىٰ عَلَى ٱلۡهُدَىٰ

“Adapun (kepada) kaum Tsamud mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk itu ….” (Fushshilat: 17)

Baca juga: Penghalang Hidayah

Jadi, hidayah al-irsyad wal bayan tidak mesti mendatangkan taufik. Sebab, hidayah al-irsyad adalah upaya memberikan bimbingan dan penjelasan, sedangkan taufik itu murni di tangan Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala memberikannya kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan dalam firman-Nya,

وَلَٰكِن يُضِلُّ مَن يَشَآءُ وَيَهۡدِي مَن يَشَآءُۚ

“Akan tetapi, Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya.” (an-Nahl: 93)

Prinsip inilah yang diingkari oleh paham sesat Mu’tazilah. Menurut mereka, hidayah al-irsyad adalah sebuah konsekuensi yang pasti mendatangkan taufik dan keimanan. Apabila Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan dan membimbing dengan hidayah al-irsyad wal bayan, konsekuensinya adalah Allah subhanahu wa ta’ala harus memberinya hidayah taufik dan keimanan. Prinsip ini mereka sebut sebagai “hidayah mushilah” (هِدَايَةٌ مُوصِلَةٌ). Dalam kamus mereka, hidayah hanya ada satu, tidak ada perbedaan antara hidayah al-bayan dan hidayah taufik. (Lawami’ul Anwar as-Saniyah, 1/167)

Baca juga: Mu’tazilah, Kelompok Sesat Pemuja Akal

Uraian di atas sudah cukup sebagai bantahan atas paham sesat ini.

  1. Hidayah al-irsyad wal bayan berbeda dengan hidayah taufik.
  2. Taufik itu murni di tangan Allah subhanahu wa ta’ala.
  3. Orang-orang yang belum diberi taufik oleh Allah subhanahu wa ta’ala ada dua kemungkinan:
  4. Sebab dan syarat hidayah belum dia penuhi/belum sempurna.
  5. Adanya faktor penghalang hidayah.

Semua itu kembali kepada kehendak Allah subhanahu wa ta’ala, Dzat Yang Mahakuasa. (Syifa’ul ‘Alil hlm. 190)

(Ustadz Muhammad Afifudin)